KPK Cegah 8 Pegawai BPK Perwakilan Riau dalam Kasus Suap Bupati Meranti, Ini Daftarnya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kasus dugaan suap Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil makin berkembang. KPK mengintensifkan penyidikan pada dugaan suap dari Bupati Adil ke auditor BPK Riau, M Fahmi Aressa dalam pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022.
Yang terbaru, KPK pun telah mengajukan pencegahan terhadap 10 orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Sebanyak 8 orang di antaranya adalah pegawai BPK Perwakilan Riau.
"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap 10 orang, 8 orang di antaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan 2 orang swasta," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (15/5/2023).
Adapun kedelapan pegawai BPK Riau yang dicegah ke luar negeri adalah Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.
Sementara 2 orang lain yang juga dicegah berasal dari pihak swasta. Keduanya adalah Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.
Ali Fikri menyebut upaya pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk memudahkan proses pemeriksaan dalam tahap penyidikan. KPK berharap 10 orang dimaksud dapat bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik.
"Cegah dimaksud telah diajukan sejak 10 Mei 2023 pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI untuk 6 bulan pertama dan tentu dapat dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan," terang Ali.
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditangkap pada malam Ramadan awal April lalu. Bersamanya turut ditahan dua orang lain yaknk Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Sebelumnya Cegah 4 Orang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga telah mengajukan pencegahan ke luar negeri sebanyak 4 orang dalam kasus korupsi tersangka Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil.
Adapun keempat orang tersebut yakni Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia dan Dent Surya AR. Ketiganya berasal dari pihak swasta. KPK juga mencegah seorang lainnya bernama Heny Fitriani merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
“Dari 4 orang tersebut, ada 3 dari swasta dan 1 ASN,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Keempat orang itu mulai dilarang bepergian ke luar negeri terhitung sejak 27 April 2023 hingga enam bulan kedepan.
“Kami berharap agar pihak dimaksud nantinya kooperatif hadir dalam setiap agenda pemanggilan tim penyidik KPK,” ujar Ali.
Diduga Reza Fahlevi merupakan CEO PT Tanur Muthmainnah Tour, perusahaan penyedia jasa travel umrah yang terlibat dalam perkara suap Muhammad Adil. Adapun PT Tanur Muthmainnah Tour dioperasikan oleh PT Hamsa Mandiri International.
Ambil Sampel Suara Bupati
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penuntasan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil. Untuk mendukung pembuktian perkara nantinya, sampel suara M Adil telah diambil oleh penyidik KPK.
Pengambilan sampel suara tersebut untuk bahan pencocokkan dengan sejumlah percakapan terkait penerimaan suap.
"Tim penyidik telah melakukan pengambilan sampling (sampel) suara tersangka MA (Muhammad Adil) untuk mencocokkan adanya beberapa komunikasi percakapan dalam penerimaan suap," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Ali mengatakan tim penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi- di lingkungan BPK Riau. Di antaranya Kepala Subauditorat Riau II BPK Perwakilan Provinsi Riau Ruslan Ependi dan Pengendali Teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau Odipong Sep.
Pemeriksaan dilakukan pada Kamis 27 April kemarin bertempat di gedung Merah Putih KPK.
Ali menerangkan Ruslan dan Odipong dimintai keterangan terkait temuan pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Riau terhadap laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Selain itu, keduanya juga dikonfirmasi tentang adanya dugaan aliran uang yang diterima tersangka Muhammad Fahmi Aressa (MFA) dari M Adil.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Meranti M Adil pada Kamis (6/4/2023) malam lalu. Adil ditangkap saat berada di rumah dinasnya.
Selain itu KPK juga menangkap Plt Kepala BPKAD Kabupaten Meranti Fitria Nengsih dan auditor BPK Riau Muhammad Fahmi Aressa.
Adil terjerat dalam 3 kasus korupsi suap yakni fee pengadaan jasa umrah, dee proyek dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Meranti dan pemberian suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Fahmi.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti atau MA menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
M Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen. Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada Fitria Nengsih yang juga merupakan orang kepercayaan Adil.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM). PT TM yang bergerak di bidang jasa travel umroh tersebut terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan itu mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh, maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atas perbuatannya, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, tersangka FN sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, MFA sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ekspos KPK
KPK dalam eksposnya menyebut kalau Bupati Adil terjerat dalam tiga perkara suap sekaligus. Ia diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyetor uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang kepada dirinya.
Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan M. Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKPD. Setoran dalam bentuk tunai dimaksud dikirim kepada Fitria Nengsih yang merupakan orang kepercayaan Adil.
Uang setoran tersebut digunakan untuk kepentingan M. Adil, di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024.
Pada Desember 2022 lalu, M. Adil juga menerima uang sekitar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih. Uang itu dimaksudkan agar PT Tanur Muthmainnah dimenangkan untuk proyek umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Adil bersama-sama dengan Fitria turut memberikan uang sekitar Rp 1,1 miliar kepada M Fahmi Aressa agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA (Muhammad Adil) menerima uang sejumlah sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh tim penyidik," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu. (*)