KLHK dan Kementerian ATR Dituding Jadi Biang Kerok Peremajaan Sawit Rakyat Mandeg
SABANGMERAUKE NEWS - Ketua Umum Asosisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, realsisasi subsidi program peremajaan sawit rakyar pada 2022 paling rendah sepanjang masa.
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh persyaratan pengajuan subsidi yang dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ATR/BPN.
Alhasil, petani kesulitan untuk mengajukan permohonan subsidi. Kementerian Pertanian pun akhirnya menyelenggarakan rapat koordinasi nasional (rakornas) untuk membahas persoalan program PSR ini, namun tidak semua pihak terkait hadir.
"Petani sawit protes KLHK tidak hadir disini karena persoalannya selama ini di mereka selama ini," ucapnya saat ditemui di Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Senin, (27/2/2023).
Ia menjelaskan hanya sedikit petani yang kesulitan mendapat subsidi PSR lantaran banyak persyaratan administrasi yang harus dilengkapi saat melakukan pengajuan. Kedua kementerian tersebut, kata dia, meminta petani untuk melengkapi sejumlah perusahaan hingga mendaftar secara daring atau online.
Karena banyak petani yang kesulitan, proses pengajuan subsidi PSR ini menjadi sangat lama. Bahkan Gulat mengatakan pengajuan petani untuk subsidi program PSR bisa memakan waktu hingga 2 tahun .
Ia berujar sejumlah provinsi bahkan tidak mendapat subsidi tersebut. "Beberapa provinsi 0 persen, Riau, Aceh yang pusat pusat itu 0 persen," kata Gulat.
Karena itu, dia berharap persyaratan pengajuan subsidi PSR bisa lebih disederhanakan. Adapun besaran subsidi yang didapatkan petani sawit rakyat atau petani swadaya untuk program PSR ini sebesar Rp 30 juta per hektare.
Berdasarkan catatan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sejak 2016 sampai 2022, luas lahan petani rakyat yang mendapatkan subsidi baru 273 ribu hektare.
Sedangkan targetnya adalah 180 ribu hektare per tahun. Sementara nilai subsidi yang sudah digelontorkan sebesar Rp 7,5 triliun.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman pun sepakat bahwa realisasi subsidi program ini rendah lantaran persyaratan yang harus dipenuhi petani sangat berat. Misalnya, lahan tidah boleh berada di kawasan hutan ditambah persyaratan soal legalitas lahan.
"Kami berkumpul di sini bersama sama memberikan dukungan untuk supaya mempercepat mengakselerasi di 2023," kata dia.
Sementara itu, saat ditemui terpisah Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Andi Nur Alamsyah mencatat sejak tahun 2017 sampai 2022 hanya mencapai 278.200 hektare. Padahal, ia menilai setidaknya ada 2,8 juta hektare lahan sawit yang potensial untuk diremajakan.
Artinya, realisasi subsidi program PSR ini hanya sekitar 9,93 persen dari total lahan yang potensial. Senada dengan Gulat, menurutnya, realisasi subsidi program PSR rendah lantaran para petani menghadapi berbagai hambatan di lapangan. Hambatan utamanya adalah pengurusan administrasi untuk kelengkapan pengajuan persyaratan PSR. Dia pun merekomendasikan agar persyaratan yang dibuat KLHK dan Kementerian ATR/BPN. (RE-01)