Kasusnya Bikin Heboh se Indonesia, Tapi 2 Bos Korporasi yang Bikin Minyak Goreng Langka Cuma Divonis 1 Tahun Penjara
SABANGMERAUKE NEWS - Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA, divonis 1 tahun penjara.
Vonis itu dijatuhkan terkait buntut kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Selain divonis penjara, ketiga terdakwa juga dijatuhi denda Rp 100 juta.
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan, ketiganya terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan subsider yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Terdakwa Lin Che Wei, terdakwa Pierre Togar Sitanggang, dan terdakwa Stanley MA masing-masing (divonis) selama 1 tahun (penjara) dan denda masing-masing Rp 100 juta," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat Liliek Prisbawono saat membacakan putusan, Rabu (4/1/2023).
Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, akan diganti pidana kurungan selama 2 bulan. Hakim juga memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan.
"Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani para terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," kata Liliek.
Adapun pertimbangan yang memberatkan, Lin Che Wei dan Pierre Togar tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan yang memberatkan untuk Stanley adalah karena turut andil dalam kelangkaan minyak goreng di pasaran.
Sedangkan untuk pertimbangan yang meringankan, Lin Che Wei belum pernah dihukum, bersikap sopan dalam sidang, dan terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga. Sementara itu, Pierre Togar belum pernah dihukum, sopan dalam sidang, dan terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga.
Kemudian untuk Stanley, pertimbangan meringankannya bahwa Grup Permata Hijau telah membayar ekspor CPO, terdakwa belum pernah dihukum, dan sopan dalam sidang. Vonis terhadap ketiga terdakwa itu lebih ringan dibanding tuntutan JPU.
Adapun Lin Chen Wei dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar; Pierre Togar dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar; dan Stanley MA dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Jaksa menyebutkan bahwa perbuatan korupsi ini dilakukan ketiga terdakwa bersama Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor.
Dalam kasus ini, Indra Sari Wisnu dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Menurut jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata jaksa.
Lebih lanjut, jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun. Menurut jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.
Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri. Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri. Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.
“Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” tutur Jaksa.
Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064, Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604, dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216. Jaksa menyebut, Lin Che Wei, Stanley, Pierre, dan Master melanggar pasal yang sama.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (RE-01)