Dugaan Skandal Sodomi, Pengacara Korban Nilai UIR Tak Berpihak ke Korban
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Kasus kekerasan seksual di Universitas Islam Riau (UIR) yang sempat menghebohkan dunia maya terkesan tak berpihak kepada korban.
Hal ini disampaikan kuasa hukum korban dugaan kekerasan seksual, Tegar Putuhena.
Tegar menilai, UIR tidak memiliki perspektif yang baik dalam menangani kasus ini. Padahal, sebelumnya, orang tua korban telah mengadukan kejadian kekerasan seksual ini kepada pihak kampus melalui dosen psikologi sebelum peristiwa viral di sosial media.
Orang tua korban, saat itu juga sudah menghubungi penanggung jawab Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) UIR, namun mereka meminta hasil visum et repertum.
"Setelah ada hasil visum, baru aduan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh kampus," kata Tegar, Jumat (11/11/2022).
Tegar menjelaskan, peristiwa kekerasan seksual yang dialami oleh kliennya terjadi di asrama UIR saat melaksanakan program PMM. Kejadian tersebut dilakukan oleh dua oknum mahasiswa berinisial R dan seorang lagi yang belum diketahui namanya pada 14 dan 17 Oktober lalu.
Namun pihaknya belum dapat memastikan apakah kedua terduga merupakan mahasiswa dari kampus Islam tersebut.
"Kami belum bisa memastikan. Namun yang jelas keduanya tinggal di asrama mahasiswa UIR," ujar Tegar.
Akibat peristiwa tersebut, korban mengalami trauma dan segera dievakuasi oleh keluarganya pada Sabtu (22/10/2022).
Tegar mengatakan, karena UIR meminta bukti visum, korban melakukan visum dan membuat laporan polisi di Bareskrim Mabes Polri.
"Lantaran visum hanya dapat dilakukan atas perintah penyidik, sehingga mau tidak mau, korban harus membuat laporan polisi demi bisa mendapatkan visum tersebut," jelas Tegar.
Kata Tegar, pihaknya telah meminta kepada pihak UIR untuk segera merespons peristiwa ini dengan melakukan segala tindakan yang dianggap perlu demi kepentingan terbaik korban. Namun hingga saat ini, tidak tampak upaya serius yang telah dilakukan oleh UIR.
"Jangankan upaya pengusutan, pendampingan pada korban pun tak kunjung dilakukan," sebutnya.
Selain itu, korban sempat mendapatkan undangan melalui pesan WhatsApp untuk bertemu di Jakarta, Selasa (15/11) mendatang. Namun karena pertimbangan kondisi psikologis korban, korban belum dapat dihadirkan dalam pertemuan dan akan diwakili oleh orangtya dan kuasa hukum bersedia.
"Namun rupanya pertemuan tersebut dibatalkan secara sepihak dengan alasan ketidakhadiran korban," kata Tegar.
Tegar menilai, seharusnya berdasarkan regulasi yang ada, pihak UIR harusnya memberikan respons cepat, minimal pendampingan kepada korban.
"Tapi langkah minimal seperti itu saja tidak dilakukan. Menurut kami, pemihakan kepada korban harus memiliki bentuk nyata dalam bentuk pendampingan maupun perlindungan, bukan hanya kata-kata semata," pungkasnya.
Sebelumnya, kabar pelecehan seksual ini dihembuskan akun twitter @mazzini_gsp. Cuitannya ini viral dan menghebohkan civitas akademika kampus di Jalan Kaharuddin Nasution itu.
"Dunia makin gila. Mahasiswa kampus Islam di Jakarta lagi pertukaran pelajar di kampus Islam di Riau malah disodomi sama dua orang mahasiswa sono saat di asrama kampus. Akhirnya korban cerita sama ibunya. Si ibu tahan minjem uang buat evakuasi anaknya dari Riau ke Jakarta," cuitan @mazzini_gsp.
Banyak warganet yang menduga-duga Universitas Islam Riau (UIR) yang dimaksud oleh cuitan tersebut. Hal itu lantaran UIR menjadi satu-satunya kampus di Riau yang menerima program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) dari Kemendikbud Ristekdikti dan Kementerian Keuangan tersebut.
Dalam program tersebut 136 mahasiswa akan berkuliah di kampus UIR selama empat bulan dua minggu yang dimulai dari 8 September hingga 20 Januari 2023. (R-03)