Kasus Kredit Fiktif Rp 40 Miliar di BNI, Giliran Notaris Ditahan Kejaksaan Pekanbaru
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Seorang notaris Dewi Farni Djafar akhirnya jadi tersangka atas dugaan terlibat tindak pidana korupsi yang terjadi di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara puluhan miliar rupiah.
Setelah sebelumnya ditangani penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau sejak 2013 lalu, kini berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P-21 pada 18 Agustus 2022.
Proses pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap II dilakukan di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Rabu (5/10) lalu. Selanjutnya, penanganan perkara dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Kemarin kami telah menerima pelimpahan tahap II dari penyidik yaitu tersangka atas nama Dewi Farni Djafar," ujar Plt. Kepala Kejari Pekanbaru Martinus Hasibuan.
Dijelaskannya, perbuatan rasuah ini bermula pada tahun 2008 lalu. Saat itu, diduga terjadi tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Kredit Refinancing kepada Debitur PT BRJ. Rinciannya, sebesar Rp17 miliar pada tahun 2007, dan Rp23 miliar pada tahun 2008.
"Tersangka membantu dan turut melakukan pemenuhan salah satu syarat permohonan kredit maupun pencairan kredit atas penambahan plafon kredit investasi Refinancing yang diajukan oleh debitur PT Barito Riau Jaya kepada PT BNI Pekanbaru sebesar Rp23 miliar tahun 2008," terangnya.
Disebutkan Martin, Dewi berperan membuat atau menandatangani cover note yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini kemudian merupakan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini.
"Akibatnya PT BNI SKC Pekanbaru mengabulkan permohonan kredit dimaksud yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp22.650.000.000," lanjut Martinus.
Atas perbuatannya itu, lanjut dia, tersangka Dewi Farni Djafar dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal (3) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
"Terhadap tersangka kami melakukan penahanan dan kami titipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru," pungkasnya.
Diketahui dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp37 miliar ini, enam tersangka telah divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ, tiga pegawai BNI Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.
Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp23 miliar.
Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).
Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan bahkan tidak ada.
Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko sertatanah di daerah Riau. (*)