Yayasan Riau Madani Menangkan Gugatan Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan Milik Ramli di Kampar: Kebun Sawit Ditebang, Bayar Dana Pemulihan Rp 21,5 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Yayasan Riau Madani menutup akhir tahun 2024 ini dengan kemenangan terbaru atas gugatan terhadap kebun sawit dalam kawasan hutan di Kabupaten Kampar, Riau. Gugatan Yayasan Riau Madani terhadap pengelola kebun sawit bernama Ramli, dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkinang pada Selasa (24/12/2024).
Putusan atas gugatan dengan nomor perkara 24/Pdt.G/LH/2024/PN Bkn tersebut, diketuk oleh trio majelis hakim yang diketuai oleh Soni Nugraha, SH, MH dan dua hakim anggota masing-masing Ridho Akbar SH, MH dan Aulia Fatma Widhola SH, MH.
"Mengabulkan gugatan penggugat sebagian. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," demikian bunyi amar putusan perkara dilihat SabangMerauke News, Rabu (25/12/2024).
Yayasan Riau Madani menggugat Ramli ke PN Bangkinang pada 1 April 2024 lalu. Dalam perkara ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI juga diseret sebagai turut tergugat.
Adapun objek gugatan ini yakni kebun kelapa sawit yang dikelola oleh Ramli seluas 215 hektare berada di Desa Sungai Bungo, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Yayasan Riau Madani dalam gugatannya menyebut bahwa kebun sawit tersebut dibangun dalam kawasan hutan sehingga dampaknya telah merusak ekosistem hutan dan mengurangi luasan hutan di wilayah Provinsi Riau.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa kebun sawit seluas 215 hektare yang menjadi objek sengketa adalah benar merupakan kawasan hutan.
Oleh sebab itu, majelis hakim menghukum tergugat Ramli supaya memulihkan kembali keadaan objek sengketa (hutan) sampai seperti keadaan semula dengan cara menebang seluruh tanaman kelapa sawit yang ada di atas objek sengketa seluas 215 hektar dan kemudian melakukan penanaman kembali (reboisasi).
"Dengan menanam tanaman kehutanan seperti Meranti, Kempas (Koomassia Malaccensius), Bintangur (Calophyllum), Durian burung, Gerunggang (Cratoxylum), Kedondong Hutan (Spondias), Keranji (Dialium), Sesendok (Endospermum), Terentang Ayam (Buchanania), Tenggayun (Parartocarpus) dan tanaman kehutanan lainnya," kata majelis hakim dalam putusannya.
"Dan setelah itu menyerahkan objek sengketa kepada Negara Republik Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia)," demikian amar putusan majelis hakim.
Majelis hakim juga menghukum tergugat Ramli untuk menanggung seluruh biaya pemulihan/ reboisasi terhadap objek sengketa seluas 215 hektare secara tanggung renteng.
"Menghukum Tergugat untuk menyetorkan dana jaminan pemulihan Kawasan Hutan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sebesar Rp 21.500.000.000,- (Rp 21,5 miliar) atau Rp 100 juta per hektar," demikian putusan majelis hakim.
"Menghukum turut tergugat (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI) untuk tunduk dan patuh pada putusan ini. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1.719.000," demikian putusan majelis hakim.
Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma, SAg, SH, MH membenarkan telah terbitnya putusan majelis hakim terkait gugatan terhadap Ramli.
"Benar, kita sudah menerima dan membaca putusannya lewat sistem e-court. Alhamdullilah, gugatan Yayasan Riau Madani dikabulkan," kata Surya Darma, Rabu sore.
Surya Darma menyampaikan apresiasi atas putusan majelis hakim tersebut. Apalagi majelis hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan agar tergugat Ramli diwajibkan menyerahkan dana pemulihan kawasan hutan yang telah dialihfungsikan secara ilegal menjadi kebun sawit.
"Dengan adanya hukuman membayar dana pemulihan lingkungan, maka akan memberikan efek jera bagi siapa saja yang dengan sengaja membuka kebun sawit dalam kawasan hutan di Riau. Dana pemulihan tersebut sangat penting untuk mengembalikan kembali ekosistem hutan yang telah dirusak," tegas Surya Darma.
Media ini belum dapat mengonfirmasi tergugat Ramli terkait putusan majelis hakim PN Bangkinang tersebut.
Kemenangan Beruntun Yayasan Riau Madani
Sebelumnya, pada 16 Desember 2024 lalu, Yayasan Riau Madani juga telah memenangkan gugatannya terhadap Edi Basri. Edi Basri yang saat ini menjabat anggota DPRD Provinsi Riau digugat Yayasan Riau Madani atas pengelolaan kebun sawit seluas 180 hektare di Desa Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung, Kampar.
Kemenangan Yayasan Riau Madani itu dikukuhkan oleh Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi yang diajukan oleh Edi Basri. Putusan MA tersebut semakin memperkuat dua putusan hukum sebelumnya yang sudah diketuk oleh Pengadilan Negeri (PN) Kampar dan Pengadilan Tinggi (PT) Riau.
Adapun putusan kasasi tersebut teregister dengan nomor 5540K/Pdt/2024. Putusan kasasi ditetapkan pada Senin, 16 Desember lalu dengan bunyi amar: Ditolak.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Dharma SAg, SH, MH membenarkan terbitnya putusan MA yang menolak kasasi Edi Basri tersebut.
"Ya, kita sudah menerima informasi soal putusan kasasi itu lewat laman e-court. Putusannya yakni menolak kasasi yang diajukan pemohon yakni Edi Basri," kata Surya Darma, Kamis (19/12/2024).
Surya Darma menyampaikan apresiasi atas putusan majelis kasasi MA tersebut. Putusan itu kian memperkuat spirit perjuangan Yayasan Riau Madani dalam memperjuangkan keberadaan hutan di Indonesia dan Riau khususnya. Ia menilai putusan kasasi itu sangat sensitif terhadap upaya penyelamatan hutan dan lingkungan (pro natura).
"Tentu Yayasan Riau Madani mensyukuri putusan kasasi MA tersebut. Ini membuktikan bahwa gugatan yang kami layangkan benar adanya," kata Surya Darma.
Edi Basri belum dapat dikonfirmasi soal putusan MA yang menolak permohonan kasasinya.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Riau juga telah menolak banding yang diajukan oleh Edi Basri. Putusan PT Riau menguatkan putusan PN Kampar nomor:17/Pdt.G/LH/2023/PN.Bkn tanggal 20 November 2023.
Putusan banding PT Riau teregister dengan nomor: 10/PDT-LH//2024/PT.PBR tertanggal 29 Februari 2024. Putusan ditetapkan oleh trio majelis hakim banding yang diketuai oleh Drs Arifin SH, MH serta anggota majelis yakni Abdul Hutapea SH, MH dan Petriyanti SH, MH.
Dengan terbitnya putusan tersebut, maka kebun sawit seluas 180 hektare yang dikelola Edi Basri berada di Desa Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung, Kampar, Provinsi Riau diperintahkan untuk dipulihkan kembali sesuai fungsi awal kawasan hutan.
Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang telah mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani tanggal 20 November 2023 lalu. Adapun gugatan didaftarkan pada 15 Februari 2023 silam dengan nomor dengan nomor 17/Pdt-G/LH/2023/PN Bangkinang.
Yayasan Riau Madani yang konsisten dan aktif melakukan gugatan hukum di bidang lingkungan hidup, secara khusus di sektor kehutanan ini, menggugat Edi Basri sebagai tergugat. Sementara PT Arara Abadi diseret sebagai turut tergugat I dan Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Republik Indonesia ditarik sebagai turut tergugat II. Yayasan Riau Madani mempersoalkan keberadaan kebun sawit seluas 180 hektare di Kampar yang berada dalam kawasan hutan.
Dalam amar putusannya pada pokok perkara, trio majelis hakim Andry Simbolon SH, MH dkk mengabulkan gugatan penggugat Yayasan Riau Madani untuk seluruhnya. Majelis hakim menyatakan tergugat konvensi telah melakukan perbuatan melawan hukum. Soalnya, status objek sengketa yakni kebun sawit seluas 180 hektare itu, berdasarkan titik koordinat yang dibuktikan dalam persidangan adalah merupakan kawasan hutan.
Atas dikabulkannya gugatan tersebut, maka tergugat diperintahkan untuk memulihkan objek sengketa yakni kawasan hutan yang telah ditanami kelapa sawit.
"Menghukum tergugat konvensi untuk memulihkan objek sengketa seluas ± 180 hektare terletak di Desa Bencah Kelubi Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar Provinsi Riau," demikian putusan hakim PN Bangkinang.
Selain itu, hakim juga menghukum tergugat konvensi untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta setiap harinya kepada negara apabila tergugat konvensi lalai melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
"Menghukum turut tergugat I konvensi dan turut tergugat II konvensi untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," tegas majelis hakim.
UU Cipta Kerja yang Inkonstitusional Dikesampingkan
Putusan PN Bangkinang dan PT Riau ini dinilai telah menjadi bukti bahwa dalih keterlanjuran dan pengampunan atas keberadaan kebun sawit dalam kawasan hutan tanpa izin yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja, telah dapat dikesampingkan.
Soalnya, UU Cipta Kerja telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai UU yang inkonstitusional bersyarat. Ironisnya, meski UU Cipta Kerja telah dinyatakan MK inkonstitusional, namun pemerintah justru tetap nekat menerbitkan turunan peraturan yang mengatur tentang penyelesaian penguasaan kawasan hutan tanpa izin lewat jalur pengenaan sanksi denda administrasi.
Adapun turunan UU Cipta Kerja tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Lewat beleid itulah, pemerintah saat ini ingin melakukan pemutihan dan pengampunan atas penguasaan hutan tanpa izin, secara khusus bagi kelompok dan korporasi kebun kelapa sawit.
Bahkan, atas dasar PP Nomor 24 Tahun 2021 itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah melakukan pendataan dan inventarisasi kebun sawit dalam kawasan hutan untuk dimasukkan ke dalam kebijakan pengampunan atau pemutihan.
"Bagaimana mungkin undang-undang yang telah dinyatakan inkonstitusional dijadikan rujukan dalam menerbitkan peraturan pemerintah sebagai aturan teknis pelaksanaan UU tersebut. Ini sangat tidak logis dan tidak memiliki kepastian hukum," pungkas Surya Darma. (R-03)