Agak Laen! Pemohon Inver PPTPKH Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan di Pelalawan Banyak Warga Luar Daerah, Diduga Ada Nama Penduduk Lokal Dicatut
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Terungkap fakta baru terkait pengajuan usulan inventarisasi dan verifikasi (Inver) kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan di Kabupaten Pelalawan. Sejumlah nama pemohon yang merupakan pemilik kebun sawit ilegal untuk 'dilepaskan' dari kawasan hutan, terindentifikasi merupakan warga dari luar daerah (di luar Kabupaten Pelalawan).
Padahal syarat permohonan program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH), subjek (pemohon) wajib berdomisili di kawasan setempat paling singkat 5 tahun lamanya. Potensi terjadinya penerbitan dokumen domisili kependudukan pemohon Inver PPTPKH secara "diam-diam" pun kini mengemuka.
Temuan tersebut terungkap dari data pengajuan Inver PPTPKH yang diperoleh SabangMerauke News, akhir pekan lalu. Berdasarkan peta usulan Inver PPTPKH di Desa Sotol, Kecamatan Langgam, ditemukan banyak nama yang identik dengan nama orang-orang yang tinggal di perkotaan, bukan masyarakat kampung setempat.
Di desa tersebut, luasan lahan yang diajukan Inver PPTPKH mencapai 370 hektare lebih. Berdasarkan hasil ploting peta, nama-nama yang dicantumkan sebagai pengelola kebun sawit dalam kawasan hutan tersebut tidak mencerminkan sebagai warga lokal. Namun identik dengan nama dari etnis tertentu.
Selain itu, sumber media ini menyebut adanya nama warga kampung yang diduga dicatut sebagai pemohon Inver PPTPKH.
"Warga yang saya konfirmasi namanya masuk sebagai pemohon mengaku sama sekali tidak mengetahui. Artinya, ada dugaan kuat namanya dicatut untuk kepentingan permohonan Inver PPTPKH," kata seorang warga lokal yang tak ingin disebut namanya.
Media ini masih belum mendapat konfirmasi dari Pemkab Pelalawan dan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) soal temuan banyaknya warga luar daerah yang menjadi pemohon Inver PPTPKH.
Sebelumnya, Bupati Pelalawan Zukri membantah ada cukong yang ikut menumpangi surat permohonan Inver PPTPKH yang diajukannya ke Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah IX Sumatera di Pekanbaru. Ia kukuh menyebut usulan lahan yang diajukan untuk PPTPKH demi membantu masyarakat mendapatkan status legal lahan, secara khusus pada kebun sawit dalam kawasan hutan.
Saat dikonfirmasi soal temuan banyaknya nama-nama pemohon Inver PPTPKH dari warga luar daerah, Zukri yang dikonfirmasi akhir pekan lalu tidak memberikan respon.
Inver PPTPKH adalah satu tahapan dalam melakukan penyelesaian penguasaan lahan hutan yang dikuasai secara tidak sah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan sebagaimana telah diganti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
Belakangan, Menteri LHK menerbitkan Surat Keputusan Nomor P.7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Menteri LHK Siti Nurbaya juga telah menerbitkan Keputusan Nomor: SK.6132/MENLHK-PKTL/PPKH/PLA.2/3/2024 tentang Peta Indikatif Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) Revisi III. Peta indikatif ini menjadi rujukan data objek Inver PPTPKH.
Kebijakan PPTPKH memberi kesempatan kepada masyarakat kecil, khususnya petani rakyat yang mengelola lahan hutan paling banyak seluas 5 hektare untuk mendapatkan status legal lahan. Syarat lainnya yakni pengelolaan lahan oleh petani telah dilakukan paling singkat 20 tahun yang dikelola secara terus menerus oleh warga yang bertempat tinggal di kawasan hutan setempat (penduduk lokal setempat).
Sebelumnya diwartakan, Bupati Pelalawan Zukri mengajukan surat permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan seluas 33,6 ribu hektare kebun sawit agar dimasukkan dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Surat Zukri tersebut ditujukan kepada Ketua Tim Inver PPTPKH Provinsi Riau, cq Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian LHK. Surat itu terbit pada 12 Juli 2024 lalu bernomor: 800/Sekre/DPMPTSP/2024/220.
Desak KPK Awasi Ketat-Menteri LHK Buka Data
Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan pengawasan ketat terhadap proses inventarisasi dan verifikasi (Inver) kebun sawit seluas 33,6 ribu hektare dalam kawasan hutan yang diajukan Bupati Pelalawan Zukri. Kebun sawit dalam jumlah jumbo tersebut diajukan Bupati Zukri masuk dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Ditengarai, proses pengajukan Inver PPTPKH tersebut diduga ditumpangi oleh cukong lahan kebun sawit dalam kawasan hutan yang bertameng petani gurem setempat.
Ketua Umum PMRI, Khoirul Basar SH menegaskan, pihaknya membaca di media massa soal hiruk pikuk proses Inver PPTPKH yang terjadi di Pelalawan. Atas informasi tersebut, kata Khoirul, KPK mestinya melakukan upaya deteksi agar program PPTPKH dilakukan tepat sasaran, efektif dan berkeadilan bagi rakyat kecil.
Menurutnya, KPK harus bergerak melakukan monitoring dalam setiap tahapan Inver PPTPKH yang sedang berlangsung. Penelisikan dilakukan mulai dari tahap pengajuan, proses Inver, pengolahan data dan rekomendasi serta terbitnya keputusan akhir dari pemerintah pusat atas status lahan hutan tersebut.
Khoirul menyinggung soal program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) khususnya di bidang sumber daya alam (SDA) yang akhir-akhir tidak terasa gebrakannya. Menurutnya, sumber daya kehutanan merupakan aset vital yang tak boleh jatuh ke tangan oknum atau segelintir elit ekonomi dan politik.
"KPK harus segera memonitor dan mengawal proses Inver PPTPKH hingga tuntas. Jangan sampai ada kepentingan cukong yang lolos dalam program PPTPKH. Karena ini sangat rentan akan potensi korupsi," tegas Khoirul Basar.
Mantan Presiden Mahasiswa Universitas Riau (Unri) ini mengingatkan bahwa PPTPKH sebagai bagian integral dari Reforma Agraria harus dilakukan dengan cermat. Soalnya, reforma agraria bukan sekadar bagi-bagi lahan hutan, namun yang paling pokok yakni apakah subjek penerima lahan merupakan masyarakat yang layak, yakni warga sekitar hutan yang memang merupakan petani gurem dan miskin.
"Bukan sebaliknya Reforma Agraria ditunggangi sebagai alat kapitalisasi hutan oleh sekelompok orang yang selama ini sudah menikmati hutan secara ilegal. Akses dan legalisasi lahan harusnya untuk masyarakat kecil dan yang memang berdomisili di sekitar kawasan hutan. Bukan orang dari luar daerah atau luar provinsi yang cuma menumpuk kekayaan di Riau," tegas Khoirul.
Khoirul juga meminta Menteri LHK Siti Nurbaya memerintahkan Tim Inver PPTPKH agar membuka data subjek (pengelola) dan objek lahan hutan yang dimohonkan. Hal tersebut sebagai bentuk transparansi yang konkret, sehingga publik dan lintas masyarakat sipil bisa melakukan pengawasan dan pengawalan atas proses Inver PPTPKH yang sedang berlangsung.
"Kami minta kepada Ibu Menteri LHK agar memerintahkan anak buahnya membuka data Inver PPTPKH tersebut. Jangan nanti setelah disahkan dan muncul keputusan, baru memunculkan masalah baru," kata Khoirul.
Ia juga meminta agar Bupati Pelalawan Zukri membuka data subjek dan objek Inver PPTPKH yang diajukannya ke Ketua Tim Inver PPTPKH. Sebagai pihak yang mengajukan Inver PPTPKH, harusnya Bupati Zukri tidak memiliki beban membuka data-data tersebut ke publik.
"Agar publik dapat mengetahui apakah data yang diajukan itu valid dan kredibel. Apalagi Bupati Pelalawan sudah membantah adanya cukong dalam pengajuan Inver PPTPKH tersebut. Maka silahkan buka saja datanya agar transparan dan tidak memunculkan kecurigaan publik," tegas Khoirul.
Khoirul menegaskan, PMRI sebagai entitas generasi muda Melayu Riau, tak ingin masyarakat tempatan menjadi penonton di negeri sendiri. Hak atas lahan dan hutan harus diberikan sebesar-besarnya kepada warga tempatan, secara khusus masyarakat adat di sekitar wilayah hutan.
"PMRI mengetuk hati para pemimpin di Riau agar menggunakan hati nurani dan memiliki kepedulian yang konkret terhadap masyarakat adat. Karena bagi masyarakat adat, tanah adalah kehidupan mereka. Jadi jangan sekadar lips service belaka," kata Khoirul.
Potensi Patgulipat Lahan Hutan
Diwartakan sebelumnya, permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan kebun sawit dalam kawasan hutan seluas 33,6 ribu hektare yang diajukan Bupati Pelalawan Zukri kepada Kementerian LHK terus menuai tanda tanya publik. Sejumlah kalangan menengarai adanya dugaan kepentingan cukong kebun sawit dalam kawasan hutan yang memanfaatkan permohonan tersebut.
Surat permohonan Inver Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) yang diteken Bupati Zukri ternyata direspon secara kilat alias super cepat oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
Hanya dalam tempo 4 hari setelah surat permohonan diterbitkan oleh Bupati Zukri, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Kementerian LHK, Sofyan langsung meresponnya dengan menerbitkan Surat Tugas kepada Tim Inver untuk turun ke lapangan.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh SabangMerauke News, surat permohonan Bupati Pelalawan Zukri terbit pada tanggal 12 Juli 2024. Surat itu bernomor: 800/Sekre/DPMPTSP/2024/2020 yang ditujukan kepada Ketua Tim Inver PPTPKH Provinsi Riau cq Kepala (BPKHTH) Wilayah XIX Kementerian LHK, Sofyan.
Jika dilihat dari penomoran surat tersebut, maka draft surat diajukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Pelalawan. Saat ini, Kepala DPMPTSP Pelalawan dijabat oleh Budi Surlani.
Rekam jejak Budi Surlani pernah bertugas sebagai Kabid Planologi dan Kebun di Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan. Budi belum dapat dikonfirmasi soal keterlibatannya dalam pengajuan permohonan Inver PPTPKH lahan kebun sawit seluas 33,6 ribu ha tersebut.
Tak butuh waktu lama, Kepala BPKHTL Wilayah XIX Kementerian KLHK, Sofyan langsung merespon surat permohonan Bupati Zukri tersebut. Sofyan meneken Surat Tugas berisi daftar nama-nama personel yang ditugaskan melakukan Inver PPTPKH di Kabupaten Pelalawan. Informasi terbaru, saat ini Sofyan tidak lagi menjabat sebagai BPKHTL Wilayah XIX. Ia sudah diganti oleh seseorang bernama Fernando.
Surat Tugas yang ditandatangani Sofyan itu terbit pada tanggal 16 Juli 2024, atau hanya berselang 4 hari sejak Bupati Zukri mengajukan permohonan. Adapun surat tugas yang diterbitkan Sofyan bernomor: ST.133/BPKHTL.XIX/SDHTL/07/2024.
"Memberikan tugas kepada nama terlampir, untuk melaksanakan perjalanan dinas dalam rangka kegiatan Inventarisasi dan Verifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan di Kabupaten Pelalawan sebagaimana tercantum pada daftar lampiran," demikian cuplikan isi surat tugas yang ditandangani oleh Sofyan tersebut.
Dalam Surat Tugas tersebut, tercantum jadwal pelaksanaan Inver PPTPKH dimulai pada 23 Juli dan berakhir 15 Agustus 2024. Dengan demikian, masa kerja tim yang ditugaskan melaksanakan Inver PPTPKH di Pelalawan sudah selesai. Saat ini, dokumen hasil Inver masih ditelaah oleh Tim Inver.
Berselang dua hari setelah menerbitkan Surat Tugas, Sofyan kembali membuat surat berisi instruksi kerja kepada tim yang ditugaskan pada tanggal 18 Juli 2024. Surat itu bernomor: INS.014/BPKHTL.XIX/SDHTL/7/2024 tentang Pelaksanaan Inver PPTPKH di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau Tahun 2024. Surat Instruksi Kerja tersebut berisi semacam petunjuk teknis kepada Tim Inver yang ditugaskan ke Pelalawan.
Pihak BPKHTL Wilayah XIX belum memberikan pernyataan soal pelaksanaan Inver PPTPKH tersebut. Seorang pejabatnya belum memberikan keterangan saat dikonfirmasi sejak kemarin.
Sebelumnya, Sekretaris Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, Herban Heryandana menyatakan, pihaknya akan memerintahkan supaya Tim Inver terus meningkatkan ketelitian dan cermat melakukan telaah data Inver.
"Terima kasih informasinya. Akan kami perintahkan supaya Tim Inver terus meningkatkan ketelitian dan cermat melakukan telaahan sesuai dengan aturan perundangan," terang Herban dalam pesan singkat via WhatsApp yang diterima SabangMerauke News, Selasa (3/9/2024) kemarin.
Dipertanyakan Tokoh Adat Kerajaan Pelalawan
Wajir Tengku Besar Kerajaan Pelalawan Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad mempertanyakan proses permohonan Inver lahan dalam luasan jumbo yang diajukan oleh Bupati Zukri tersebut. Menurutnya, Pemkab dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) harus transparan dan membuka data-data subjek (pihak) yang mengklaim sebagai penguasa/ pengelola lahan yang dimohonkan Inver PPTPKH.
Menurut Wan Ahmad, pihaknya sebagai pucuk batin sama sekali tidak mengetahui pihak-pihak (subjek) yang diajukan masuk dalam Inver PPTPKH oleh Bupati Zukri ke KLHK. Ia menduga ada wali-wali (elit kampung) yang menerbitkan surat keterangan domisili kepada sejumlah orang untuk mengesankan seakan-akan mereka adalah sebagai warga lokal yang mengelola lahan hutan tersebut.
"Kami sebagai Wajir Tengku Besar Kerajaan Pelalawan yang merupakan pucuk segala batin dan penghulu-penghulu di Kerajaan Pelalawan kaget dan heran. Kami sama sekali tidak dilibatkan, sehingga kami mempertanyakan siapa subjek yang mengklaim sebagai penguasa lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare itu," kata Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmad kepada SabangMerauke News, Sabtu (31/8/2024).
Ia menegaskan, Pemkab Pelalawan dan KLHK melalui Tim Inver PPTPKH harus membuka ke publik data subjek penguasa 33 ribu hektare lahan hutan yang diajukan Inver. Sebab, dalam praktiknya saat ini banyak bermunculkan surat atau dokumen klaim kepemilikan yang justru hanya menjadikan masyarakat sebagai label atau kemasan luar. Ada dugaaan dokumen klaim lahan hutan diatur oleh kelompok cukong lahan.
"Namun kami menduga kalau masyarakat hanya dijadikan tameng. Pada saat yang sama kami menduga ada dugaan semacam pengaturan oleh cukong-cukong yang mengatasnamakan masyarakat. Oleh karena itu, subjek Inver ini harus dibuka ke publik, agar bisa dipastikan bahwa subjek-nya adalah masyarakat adat lokal tempatan," kata Wan Ahmad.
Wan Ahmad mendesak agar proses Inver PPTPKH yang sedang berlangsung segera dihentikan lebih awal, sebelum data subjek dan objek lahan diungkap ke publik.
"Kami minta KLHK, Tim Inver dan Pemkab Pelalawan menghentikan proses yang berlangsung, sebelum data subjek dan objek Inver lahan dibuka ke publik. Agar banyak pihak mengawasi," kata Wan Ahmad.
Menurutnya, jika subjek Inver PPTPKH lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare lahan itu tidak tepat sasaran, maka ketimpangan sosial makin tajam terjadi. Masyarakat lokal akan menjadi penonton dan tetap miskin di tanah airnya sendiri.
Padahal, kata Wan Ahmad, semangat awal program PPTPKH adalah dalam rangka mengatasi kesenjangan kepemilikan atau pengelolaan lahan di tengah masyarakat, sekaligus memastikan kepastian hukum terhadap lahan yang dikelola.
"Tetapi jika PPTPKH ini tak tepat sasaran atau diduga hanya untuk kepentingan cukong, maka keadilan agraria hanya omong kosong. Justru kesenjangan kepemilikan lahan makin tajam dan menyuburkan kemiskinan, sekaligus menggusur akses warga lokal terhadap lahan dan hutan," tegas Wan Ahmad.
Ia menegaskan dukungannya terhadap Yayasan Riau Madani yang konsisten dalam memperjuangkan pelestarian hutan di Riau, secara khusus di Pelalawan. Dua gugatan hukum atas kebun sawit dalam kawasan hutan di Pelalawan sangat bermakna strategis dalam mengungkap aktor-aktor yang menguasai hutan secara ilegal. Bahwa ternyata penguasa kebun sawit dalam kawasan hutan di Pelalawan didominasi kalangan cukong, bukan rakyat kecil.
"Kami juga mendesak KLHK untuk segera mengeksekusi dua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atas perkara lingkungan yang diajukan oleh Yayasan Riau Madani tersebut. Sebelum dua putusan pengadilan itu dieksekusi, maka jangan lakukan kebijakan apa pun. Fokus saja melakukan eksekusi putusan," tegas Wan Ahmad.
Yayasan Riau Madani Sebut Bupati Lakukan Dugaan Pembohongan Publik
Bupati Pelalawan Zukri mengajukan permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) kebun sawit dalam kawasan hutan mencapai 33,6 ribu hektare (ha) masuk dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH). Salah satu objek yang dimohonkan yakni areal kebun sawit seluas 1.200 ha yang berada di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Pengajuan kebun sawit di TNTN sebagai objek Inver PPTPKH ini dikritik keras oleh Yayasan Riau Madani. Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH menyebut Bupati Pelalawan telah mengangkangi putusan hukum dan atas tindakannya itu berpotensi kuat melanggar Undang-undang tentang Administrasi Pemerintahan.
Alasannya, kebun sawit seluas 1.200 ha di TNTN tersebut telah digugat oleh Yayasan Riau Madani dan sudah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah). Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya memerintahkan agar Menteri LHK, Dirjen Gakkum KLHK dan Kepala Balai TNTN untuk segera mengeksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN) yang dimenangkan oleh Yayasan Riau Madani tersebut.
BERITA TERKAIT: Jangan Ngeles! Tak Ada Lagi Celah Bagi KLHK Mengelak Eksekusi Kebun Sawit 1.200 Ha di Hutan Konservasi TNTN yang Digugat Yayasan Riau Madani
Belakangan, dalam sebuah video wawancara yang ditayangkan di channel YouTube Jelajah Riau Televisi pada Kamis (5/9/2024) kemarin, Bupati Zukri mengaku tidak pernah disurati soal putusan hukum atas gugatan Yayasan Riau Madani tersebut.
"Kalau soal ada putusan hukum, saya pun belum pernah disurati terkait putusan-putusan hukum yang mungkin ada digugat LSM tertentu," kata Zukri dikutip dari tayangan YouTube Jelajah Riau Televisi, Jumat (6/9/2024).
Zukri mengklaim tidak ada larangan jika lahan di TNTN diajukan sebagai objek Inver PPTPKH.
"Kalau misalnya dituding mengajukan dalam TNTN, saya pikir kalau mengajukan tidak ada masalah, karena tidak dilarang dalam UU Cipta Kerja tentang keterlanjuran itu," kata Zukri.
Menurut Zukri, dirinya sebagai kepala daerah hanya mengajukan permohonan dengan alasan ingin menolong rakyat.
"Yang dibilang 1.200 hektare, kalau menurut Balai tidak ini, itu kan kewenangannya di mereka, tidak ada di kita," kata Zukri dalam video wawancaranya.
Pernyataan Bupati Zukri yang menyebut dirinya tidak pernah disurati terkait putusan hukum di TNTN itu, memantik persoalan baru. Surya Darma menyebut Bupati Zukri diduga melakukan pembohongan publik.
Loh kok, bisa?
Menurut Surya Darma, Bupati Pelalawan Zukri tak bisa mengelak dan mengaku tidak pernah disurati terkait putusan pengadilan soal kebun sawit seluas 1.200 ha di TNTN tersebut. Karena faktanya, Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) telah pernah menyuratinya pada 6 Mei 2024 lalu.
Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro dengan nomor surat: S.23/T.29/TU/KSA.2.5/B/01/2024. Adapun perihal surat yang tercantum yakni 'Sosialisasi Putusan Gugatan TUN Yayasan Riau Madani'.
Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Desa Bagan Limau untuk mengundang sejumlah kelompok tani yang diklaim sebagai pengelola kebun sawit di TNTN tersebut.
Namun, surat tersebut nyatanya juga ditembuskan oleh Kepala Balai TNTN kepada Bupati Pelalawan.
"Kami sarankan kepada Bupati Pelalawan agar hati-hati dalam memberikan pernyataan ke publik, karena itu berpotensi sebagai pembohongan publik. Silahkan dicek dulu surat dari Kepala Balai TNTN soal sosialisasi putusan TUN yang sudah kami menangkan itu," kata Surya Darma.
Media ini pun pernah menerbitkan berita tentang kegiatan sosialisasi putusan TUN terkait kebun sawit seluas 1.200 ha di TNTN tersebut pada 8 Mei 2024 lalu.
BERITA TERKAIT: Agak Laen! Yayasan Riau Madani Curiga KLHK Sedang Bermain Drama Soal Kebun Sawit 1.200 Hektare di TNTN: Kok Tiba-tiba Muncul Kelompok Tani?
Surya menduga, pernyataan Bupati Zukri yang mengaku tidak pernah disurati tentang adanya putusan hukum terhadap kebun sawit di TNTN hanya dalih belaka.
"Kami meminta Bupati Pelalawan untuk mencabut pernyataannya tersebut. Kami juga mendesak agar Bupati Pelalawan mencabut permohonan Inver PPTPKH yang diajukannya pada objek gugatan kami di TNTN yang sudah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap," tegas Surya Darma.
Tuding Kangkangi 2 Putusan Hukum Inkrah
Sebelumnya diwartakan, Bupati Pelalawan Zukri mengajukan surat permohonan inventarisasi dan verifikasi (Inver) lahan seluas 33,6 ribu hektare kebun sawit agar dimasukkan dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Surat Zukri tersebut ditujukan kepada Ketua Tim Inver PPTPKH Provinsi Riau, cq Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian LHK. Surat itu terbit pada 12 Juli 2024 lalu bernomor: 800/Sekre/DPMPTSP/2024/220.
Adapun lahan yang diajukan permohonan tersebut mayoritas merupakan kebun kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Tim Inver PPTPKH bahkan telah menindaklanjuti surat permohonan Bupati Zukri itu dengan turun ke lapangan.
Terbitnya surat Bupati Zukri itu memantik tanda tanya besar dan kritikan keras dari Yayasan Riau Madani. Langkah Zukri dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang yang berpotensi kuat telah melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Musababnya, lahan yang diajukan Zukri untuk dilakukan Inver PPTPKH tersebut, diduga ada berada di dua lokasi yang merupakan objek gugatan hukum Yayasan Riau Madani. Bahkan, dua putusan pengadilan terhadap dua objek lahan sawit dalam kawasan hutan yang digugat Yayasan Riau Madani itu, telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Kami menengarai ada hal-hal yang janggal, aneh dan menggelikan terkait surat Bupati Pelalawan tersebut. Bupati harus mencabut kembali suratnya karena berpotensi kuat melabrak Undang-undang tentang Administrasi Pemerintahan," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Jumat (30/8/2024).
Adapun dua gugatan hukum Yayasan Riau Madani yang putusannya telah inkrah tersebut yakni, perkara di PTUN Pekanbaru Nomor 36/G/TF/2022/PTUN.PBR jo putusan PT TUN Medan Nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN jo putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor: 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 8 Desember 2023. Dalam putusan di tiga tingkatan pengadilan tersebut, gugatan Yayasan Riau Madani dikabulkan oleh majelis hakim.
Dalam perkara ini, Yayasan Riau Madani menggugat Kepala Balai TNTN (Tergugat I), Dirjen Penegakan Hukum LHK (Tergugat II) dan Menteri LHK (Tergugat III). Yayasan Riau Madani dalam gugatannya mempersoalkan keberadaan 1.200 hektare kebun sawit di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Para tergugat dinilai telah melakukan praktik pembiaran sehingga TNTN yang merupakan sorotan internasional dengan mudahnya bisa disulap menjadi kebun sawit.
Perkara ini telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 22 Maret 2024 lalu oleh Ketua PTUN Pekanbaru. Menteri LHK dkk bahkan telah diperintahkan oleh Ketua PTUN Pekanbaru untuk segera mengeksekusi putusan sesuai dengan amarnya. Namun sampai saat ini eksekusi tak kunjung dilakukan.
Salah satu bunyi amar putusan perkara ini berbunyi "Mewajibkan untuk melakukan penegakan hukum terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektare beserta sarana penunjangnya, dengan melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
"Lantas kenapa Bupati Zukri justru mengajukan permohonan Inver PPTPKH terhadap objek gugatan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut? Sudah jelas-jelas putusannya adalah agar dilakukan penegakan hukum. Ini sangat ironi dan tak masuk akal," tegas Surya Darma.
Sementara, lahan sawit dalam kawasan hutan kedua yang diajukan Zukri masuk dalam permohonan Inver PPTPKH, diduga merupakan objek gugatan Yayasan Riau Madani dalam perkara Nomor: 05/Pdt.G/LH/2018/PN Plw.
Perkara ini mempersoalkan kebun sawit seluas 348,8 hektare yang berada dalam kawasan hutan. Dua pihak yang digugat yakni Kaston Pangaribuan (Tergugat I) diduga sebagai pengelola kebun sawit dan Kementerian LHK (Tergugat II).
Dalam putusan perkara tersebut, majelis hakim PN Pelalawan mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani. Salah satu bunyi amar putusannya yakni "Menghukum Tergugat untuk menyerahkan objek sengketa seluas 348,8 hektare berikut dengan seluruh tanaman kelapa sawit dan bangunan yang ada di atasnya kepada negara (Kementerian LHK cq. UPT KPHP Pelalawan/Kesatuan Pengelolalaan Hutan (KPH) Sorek".
Perkara ini pun telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak September 2018 silam. Kaston Pangaribuan tidak mengajukan banding atas putusan PN Pelalawan.
Bahkan, putusan perkara tersebut segera akan dilakukan eksekusi. Ketua PN Pelalawan telah menerbitkan surat penetapan Nomor: 3/Pdt.Eks/2024 tertanggal 26 Agustus yang diawali dengan panggilan Aanmaning. Kaston dan Kementerian KLHK Cq UPT KPH Sorek telah disurati PN Pelalawan untuk menghadiri panggilan Aanmaning pada Selasa, 3 September 2024 mendatang.
Melanggar UU Administrasi Pemerintahan
Langkah Bupati Pelalawan Zukri yang mengajukan permohonan Inver PPTPKH pada lahan yang menjadi objek gugatan dan sudah memiliki putusan hukum berkekuatan hukum tetap dinilai telah melabrak Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Bupati Zukri diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dalam rumusan Pasal 17 ayat 2 huruf c dan Pasal 18 ayat 3 huruf b Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam Pasal 18 ayat 3 huruf b tertuang rumusan tindakan pejabat pemerintahan yang terkategori bertindak sewenang-wenang. Yakni apabila pejabat pemerintahan tersebut mengambil keputusan atau tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selengkapnya bunyi Pasal 18 ayat 3 huruf b, yakni: "Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat 2 huruf c, apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap".
Surya Darma menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2024 tentang Administrasi Pemerintahan, maka tindakan Bupati Pelalawan Zukri bisa masuk dalam kategori melakukan tindakan yang sewenang-wenang. Akibat dari tindakannya tersebut, Bupati Zukri bisa dikenai sanksi administrasi kategori berat sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat 3.
Adapun bentuk sanksi administrasi berat yang bisa dijatuhkan tertuang dalam Pasal 81 ayat 3 huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, yakni berupa pemberhentian tetap serta dipublikasikan di media massa.
Surya Darma menegaskan, Bupati Pelalawan Zukri harus segera mencabut kembali surat permohonannya tersebut. Selain itu, Menteri LHK melalui Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTH) Wilayah XIX Pekanbaru diingatkan secara keras tidak memproses atau tidak menindaklanjuti surat permohonan yang diajukan Bupati Zukri.
"Jika Menteri LHK melalui Kepala BPKHTH Wilayah XIX Pekanbaru menindaklanjuti surat permohonan Bupati Pelalawan, maka tindakan tersebut sama saja dengan merestui atau melanggengkan dugaan praktik penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintahan," kata Surya Darma.
"Kami akan melakukan langkah hukum jika permohonan Bupati Pelalawan itu ditindaklanjuti apalagi disetujui. Apakah kami perlu menggugat lagi Menteri LHK di ujung masa jabatannya?" pungkas Surya Darma.
Respon Bupati Zukri
Bupati Pelalawan Zukri merespon soal dugaan adanya kepentingan cukong terkait surat permohonan Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) pada lahan hutan seluas 33,6 ribu hektare yang dimohonkan masuk dalam program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH).
Zukri mengklaim tidak ada cukong di balik pengajuan lahan tersebut.
"Kalau cukong, kita pastikan tidak (ada). Kita hanya mengurus petani atau rakyat kecil saja," kata Zukri via pesan WhatsApp kepada SabangMerauke News, Selasa (2/9/2024).
Zukri menyebut kalau tugasnya sebagai kepala daerah (bupati) adalah untuk membantu masalah kebun rakyat dalam kawasan hutan bisa dituntaskan, sehingga memiliki kepastian hukum. Menurutnya, aspirasi masyarakat tersebut diajukan ke pemerintah pusat sebagai otoritas yang berwenang.
"Masalah diterima atau tidak, itulah perjuangan yang harus dilakukan pemerintah. Semuanya akan diverifikasi oleh KLHK," terangnya.
Zukri tidak merespon secara gamblang soal kesediaan Pemkab Pelalawan selaku pemohon Inver PPTPKH untuk membuka data subjek (pengelola kebun sawit dalam kawasan hutan) ke publik. Pembukaan data subjek Inver PPTPKH itu sangat penting untuk mengecek kebenaran apakah lahan itu memang dikelola rakyat petani kecil, atau justru dikuasai oleh cukong bertameng rakyat.
"Tidak ada yang kita tutupi, tidak ada kepentingan kita," kata Zukri.
Informasi terbaru yang diperoleh, diduga kuat Pemkab Pelalawan juga mengajukan Inver PPTPKH pada lahan objek sengketa antara PT Nusa Wana Raya (NWR) vs Peputra Supra Jaya (PSJ).
Putusan Mahkamah Agung memerintahkan lebih dari 2 ribu hektare kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang diduga digarap PT PSJ untuk dieksekusi dengan cara menebang tanaman kelapa sawit di atas areal tersebut. Namun, sampai saat ini masih ada sekitar 1.000 hektare lagi yang belum dieksekusi.
Lokasi dan Luas Lahan PPTPKH Pelalawan
Lantas, lahan hutan di mana saja yang diajukan Inver PPTPKH oleh Bupati Pelalawan Zukri?
Dalam suratnya, Zukri mengajukan Inver PPTPKH pada sejumlah areal hutan yang tersebar di 12 kecamatan di Kabupaten Pelalawan. Zukri menyebut lahan tersebut sebagai areal garapan masyarakat yang total luasannya mencapai 33.616,66 hektare.
Areal paling luas berada di Kecamatan Langgam, Kecamatan Pangkalan Kuras dan Kecamatan Ukui yang totalnya hampir seluas 25 ribu hektare (ha).
Berikut rincian areal yang diajukan oleh Zukri:
Kecamatan Bandar Petalangan
1. Desa Lubuk Keranji Timur: 105 ha
2. Desa Terbangiang: 210 ha
Kecamatan Bandar Seikijang
1. Desa Seikijang: 267,3 ha
Kecamatan Bunut
1. Desa Baga Laguh: 62 ha
2. Desa Keriung: 1,7 ha
3. Desa Merbau: 211,4 ha
Kecamatan Kerumutan
1. Desa Pangkalan Panduk: 31 ha
2. Desa Pangkalan Tempoi: 134,7 ha
3. Desa Mak Teduh: 53,2 ha
4. Desa Kerumutan: 704 ha
5. Desa Beringin Makmur: 151,4 ha
6. Desa Banjar Panjang: 339,8 ha
7. Desa Bukit Lembah Subur: 8,5 ha
8. Desa Lipai Bulan: 1.156 ha
Kecamatan Kuala Kampar
1. Desa Petodaan: 440,8 ha
Kecamatan Langgam
1. Desa Langgam: 481,4 ha
2. Desa Segati: 7.549,5 ha
3. Desa Sotol: 372 ha
4. Desa Pangkalan Gondai: 4.591 ha
5. Desa Penarikan: 26 ha
Kecamatan Pangkalan Kerinci
1. Desa Rantau Baru: 294,4 ha
2. Kelurahan Kerinci Barat: 330,9 ha
3. Desa Kuala Terusan: 64,9 ha
Kecamatan Pangkalan Kuras
1. Desa Palas: 260,9 ha
2. Desa Dundangan: 244 ha
3. Desa Kesuma: 4.868,4 ha
Kecamatan Pangkalan Lesung
1. Desa Sari Mulya: 28,5 ha
Kecamatan Pelalawan
1. Desa Lalang Kabung: 852,2 ha
2. Desa Pelalawan: 44,6 ha
3. Desa Sungai Buluh: 120 ha
4. Desa Telyap: 20,3 ha
Kecamatan Teluk Meranti
1. Desa Teluk Meranti: 1.019 ha
Kecamatan Ukui
1. Desa Air Hitam: 4.285,7 ha
2. Desa Bagan Limau: 1.586 ha
3. Desa Lubuk Kembang Bunga: 2.672 ha
Total: 33.616,6 hektare. (R-03)