Kiprah Politik dan Harta Kekayaan Sukarmis, Bupati Kuansing 2 Periode yang Jadi Tersangka Korupsi Hotel Kuansing
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Di ujung karir politiknya, mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) dua periode Sukarmis berurusan dengan hukum. Ia ditetapkan menjadi tersangka korupsi pembangunan Hotel Kuansing, salah satu proyek unggulannya saat menjabat Bupati Kuansing sejak 2006 silam.
Penyidik pidana khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing pun langsung menahan Sukarmis dan dititipkan di Lapas Teluk Kuantan, Jumat (3/5/2024) siang tadi. Penahanan Sukarmis berlaku untuk 20 hari ke depan, terhitung tanggal 3 Mei 2024 sampai dengan 22 Mei 2024.
BERITA TERKAIT: Sukarmis Tersangka Korupsi Hotel Kuansing Langsung Ditahan Kejaksaan, Ini Isi Surat Kemendagri yang Pernah Ingatkan Soal Proyek 3 Pilar
Kepala Kejari Kuansing, Nurhadi Puspandoyo menyatakan, berdasarkan hasil audit, kerugian negara dalam perkara yang menjerat Sukarmis sebesar Rp 22.637.294.608 (Rp 22,63 miliar).
"Telah terpenuhi dua alat bukti yang cukup, kemudian hasil audit perhitungan kerugian negara sebesar Rp 22,63 miliar. Sehingga tim penyidik menetapkan S (Sukarmis) sebagai tersangka," tegas Nurhadi.
BERITA TERKAIT: Mantan Bupati Kuansing Sukarmis Jadi Tersangka Korupsi Proyek Hotel, Langsung Ditahan Kejaksaan
Penyidik pidana khusus Kejari Kuansing mengenakan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Adapun ancaman hukuman untuk Pasal 2 ayat (1) paling singkat pidana penjara selama 4 tahun paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
BERITA TERKAIT: Mantan Bupati Sukarmis Tersangka Korupsi Hotel Kuansing Langsung Ditahan Kejaksaan, Kerugian Negara Tembus Rp 22 Miliar
Sementara ancaman hukuman untuk pasal 3 pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta.
Sepak Terjang Sukarmis
Sukarmis merupakan salah satu politisi senior Partai Golkar di Provinsi Riau. Mengawali karir politiknya, ia pernah menjadi anggota DPRD dan Ketua DPRD Kabupaten Kuansing. Sosoknya dikenal merakyat dan tampil sederhana.
Ia pertama kali terpilih sebagai Bupati Kuansing dalam Pilkada 2005 silam. Saat itu ia berpasangan dengan Mursini, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Belakangan keduanya pecah kongsi.
Pada Pilkada Kuansing 2010, Sukarmis kembali bertarung, berpasangan dengan Zulkifli. Keduanya menjabat sampai tahun 2016.
Setelah Sukarmis lengser, Mursini terpilih menjadi Bupati Kuansing di Pilkada Kuansing 2015 berpasangan dengan Halim. Nasib Mursini juga tak baik. Ia menjadi pesakitan kasus korupsi dan divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor di PN Pekanbaru dalam perkara korupsi APBD.
Kembali ke sosok Sukarmis, pria kelahiran 16 Juni 1956 ini, usai tak lagi menjabat Bupati Kuansing, kembali terjun ke panggung politik legislatif. Ia terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Riau pada Pemilu 2019 silam lewat Partai Golkar dari daerah pemilihan Kuansing-Indragiri Hulu.
Dalam Pemilu 14 Februari 2024 silam, Sukarmis mencoba naik kelas mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI dari daerah pemilihan Riau II meliputi Kabupaten Kuansing, Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
Sayang, kali ini keberuntungan tak memihak padanya. Ia kurang suara, koleganya Yulisman yang saat ini menjabat Ketua DPRD Riau, justru meraih suara terbanyak melenggang ke Senayan.
Trah Politik Lokal
Sukarmis juga sukses mewariskan trah politik kepada anak-anaknya. Anaknya bernama Andi Putra berhasil terpilih menjadi Bupati Kuansing pada Pilkada 2020 silam. Andi berpasangan dengan Suhardiman Amby, eks politikus Partai Hanura yang kini menjabat Ketua DPC Partai Gerindra Kuansing.
Sayangnya, karir politik Andi Putra tidak mulus. Ia terjerat kasus korupsi. Hanya beberapa bulan usai dilantik, Andi Putra tertangkap dalam serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang digencarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2021 lalu.
Andi oleh Mahkamah Agung dinyatakan terbukti bersalah menerima suap atau gratifikasi dari PT Adimulia Agrolestari, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ingin mengurus perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) kebunnya di Kuansing.
Usai ditangkap KPK, jabatan Bupati Kuansing pun beralih ke Suhardiman Amby hingga saat ini.
Darah politik juga mengalir ke Adam, anak Sukarmis. Saat ini Adam merupakan Ketua DPRD Kuansing, merangkap Ketua DPD II Partai Golkar Kuansing.
Adam yang bergelar doktor (S3) ini merupakan salah satu Ketua DPRD termuda di Indonesia. Umurnya saat ini baru 32 tahun.
Harta Kekayaan Sukarmis
Berdasarkan penelusuran SabangMerauke News, Sukarmis tercatat melaporkan harta kekayaannya terakhir kali pada 16 Maret 2023 untuk periode laporan tahun 2022. Sementara, laporan kekayaan terbaru miliknya tahun 2024 belum diunggah di laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) versi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam laporan harta kekayaannya, Sukarmis diketahui memiliki sebanyak 21 aset berupa tanah dan bangunan. Seluruhnya berada di Kabupaten Kuansing. Adapun total nilai aset tanah dan bangunannya itu mencapai Rp 5,88 miliar.
Koleksi garasi Sukarmis terdiri atas 4 unit kendaraan roda empat (mobil) dan satu unit sepeda motor. Total nilainya sebesar Rp 1,74 miliar.
Ia memiliki mobil Range Rover tahun 2006 senilai Rp 550 juta dan Kijang Innova tahun 2016 senilai Rp 300 juta.
Selain itu Sukarmis juga mengoleksi mobil Toyota Fortuner tahun 2017 senilai Rp 360 juta. Termasuk mobil Pajero Sport tahun 2019 seharga Rp 525 juta.
Namun, jumlah uang kas dan setara kas milik Sukarmis terbilang kecil, hanya sebesar Rp 40 juta.
Total kekayaan Sukarmis yang dilaporkannya mencapai Rp 7,66 miliar.
Kluster Dugaan Korupsi Proyek 3 Pilar
Penetapan Sukarmis sebagai tersangka korupsi Hotel Kuansing ini dinilai sebagai puncak dari sengkarut proyek Hotel Kuansing yang telah dibidik Kejari Kuansing sejak tahun 2020 silam. Kala itu, Kajari Kuansing masih dijabat oleh Hadiman. Ia gencar mengusut dugaan penyelewengan proyek Hotel Kuansing.
Belakangan Hadiman dimutasi menjadi Kajari Mojokerto, Jawa Timur. Pada Maret 2023 lalu, Hadiman, jaksa berdarah Aceh itu, bertugas sebagai Asisten Pidana Khusus Kejati Sumatera Barat.
Berdasarkan penelusuran SabangMerauke News, pada September 2021 silam, Hadiman pernah menyebut akan menerbitkan surat penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan pembangunan Hotel Kuansing.
Pernyataan itu muncul pasca-divonisnya dua pejabat Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dalam kasus korupsi pengadaan ruang pertemuan interior Hotel Kuansing oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru pada Kamis (27/8/2021) silam.
Keduanya yakni mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing, Fachrudin divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Sementara, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut, Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Hasil perhitungan ahli, kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp 5 miliar lebih.
Hadiman kala itu menyebut, penyelidikan akan difokuskan pada penggunaan dana pembangunan Hotel Kuansing disebut-sebut telah mencapai Rp 45 miliar.
Pembangunan fisik Hotel Kuansing dilakukan pada tahun anggaran 2014 APBD Kuansing. Pada tahun 2013 anggaran untuk pembebasan lahan hotel sudah dikucurkan yakni sebesar Rp 12,5 miliar. Dan di tahun 2015, pembangunan dilanjutkan dengan pengadaan ruang pertemuan interior hotel senilai Rp 12,5 miliar lagi.
Kepala Kejari Kuansing sejak 10 Maret 2022 dijabat oleh Nurhadi Puspandoyo menggantikan Hadiman. Sebelumnya, Nurhadi merupakan Kajari Kaur di Bintuhan, Provinsi Bengkulu.
Di era Nurhadi, kasus Hotel Kuansing kembali dilanjutkan. Sejumlah pihak, pejabat dan mantan pejabat Pemkab Kuansing telah diperiksa. Yang terbaru, Sukarmis ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan, Jumat siang ini.
Pernah Diingatkan Kemendagri
Pembangunan Hotel ini sendiri sejak awal diduga sudah bermasalah. Ini diketahui saat Kementerian Dalam Negeri pada 22 November 2013 silam pernah mengirimkan sepucuk surat kepada Gubernur Riau.
Kemendagri melayangkan surat tersebut untuk menjawab surat yang dikirim Pemkab Kuansing, saat itu Bupati dijabat oleh Sukarmis, ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri.
Surat Pemkab Kuansing ke Mendagri bernomor 050/Bappeda-S/568 tertanggal 2 Oktober 2013. Dalam suratnya, Pemkab berkonsultasi ke Kemendagri soal Program 3 Pilar Pembangunan Kabupaten Kuansing. Adapun Program 3 Pilar tersebut meliputi pembangunan Hotel Kuansing, Pasar Tradisional Berbasis Modern dan Universitas Islam Kuantan Singingi (Uniks).
Dalam surat itu, Pemkab Kuansing meminta penjelasan dari Kemendagri tentang penganggaran, mekanisme dan tata kelola Program 3 Pilar tersebut.
Sebulan setelah surat Pemkab Kuansing dilayangkan, Kemendagri melalui Sekretaris Ditjen Keuangan Daerah, Budi Antoro membalas surat tersebut. Balasan surat dikirimkan ke Gubernur Riau Cq Sekdaprov Riau sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Kemendagri meminta agar Gubernur Riau memfasilitasi permasalahan tersebut sebagai bagian dari fungsi pembinaan dan pengawasan keuangan daerah. Surat itu bernomor 900/1673/Keuda dengan sifat segera tanggal 22 November 2013.
Berdasarkan surat tersebut, Kemendagri menilai bahwa pembangunan Hotel Kuansing adalah bagian dari investasi daerah untuk mendapatkan manfaat ekonomi daerah. Rujukannya adalah Permendagri nomor 52 tahun 2012 tentang Pengelolaan Investasi Daerah.
Merujuk Permendagri tersebut, pembangunan Hotel Kuansing hanya dapat dianggarkan melalui penyertaan modal dalam pengeluaran pembiayaan di APBD Kuansing. Oleh karena itu, sebelum dana pembangunan tersebut dianggarkan, maka seharusnya terlebih dahulu ditetapkan Perda tentang Penyertaan Modal.
Prosedur inilah yang diduga tidak ditempuh dan dipenuhi oleh Pemkab Kuansing. Bupati dan DPRD Kuansing saat itu diduga langsung menganggarkan dana pembangunan fisik, termasuk pembebasan lahan dan pengadaan ruang pertemuan Hotel Kuansing, tanpa melalui perda penyertaan modal. Ketentuan ini tercantum dalam pasal 71 Permendagri nomor 13 tahun 2006 yang telah diubah beberapa kali menjadi Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sebuah laporan menyebut terjadi dugaan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan pembangunan Hotel Kuansing, karena tidak didahului pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemda Kuansing baru membentuk Perda Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD pada 25 November 2015, setelah pembangunan hotel selesai dilakukan. Pembangunan hotel tersebut semestinya melalui BUMD dalam bentuk penyertaan modal.
Perda Kuansing Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD merupakan payung hukum pembentukan BUMD di lingkungan Pemda Kuansing. Dalam pasal 4 perda itu, disebutkan BUMD yang akan didirikan yakni untuk mengelola pasar rakyat dan perhotelan. Namun, hingga saat itu BUMD yang dimaksud tak kunjung dibentuk.
Belakangan, proyek monumental 3 Pilar Pemkab Kuansing tersebut menuai masalah dan mangkrak. Bangunan Hotel Kuansing selama bertahun-tahun tak kunjung dioperasionalkan, hingga menjadi gedung tua tak berpenghuni. Sama halnya dengan Pasar Modern yang dibangun pun sempat teronggok bertahun-tahun lamanya. (R-03)