Bantah Tuduhan Terima Uang dari PT Adimulia Agrolestari, Kuasa Hukum Kakanwil BPN Riau: Kita Hormati Peradilan Hukum, Bukan Peradilan Opini!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir menghormati proses hukum dan tahapan persidangan kasus dugaan suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari yang tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Meski demikian, segala informasi dan dinamika fakta persidangan yang berkembang selayaknya ditempatkan menurut asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
"Kami mencermati dan terus mengikuti dinamika persidangan perkara tersebut. Proses hukum yang sedang berlangsung kami hormati, terlebih perkara ini ditangani oleh institusi KPK. Namun kami berharap kepada semua pihak dan publik untuk mengedepankan praduga tak bersalah dengan tidak melakukan peradilan opini. Kita hormati proses yang berlangsung lewat peradilan hukum tersebut," kata Alfian SH, MH, kuasa hukum Kakanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir kepada SabangMerauke News, Jumat (18/2/2022).
BERITA TERKAIT: Suap PT Adimulia Agrolestari ke Bupati Kuansing Andi Putra Diduga Dibungkus Istilah Pinjaman, Hakim: Ada Perikatan Utangnya, Gak?
Alfian merespon soal disebut-sebutnya nama kliennya dengan tuduhan menerima aliran dana dari PT Adimulia Agrolestari (AA) sebesar Rp 1,2 miliar. Klaim tudingan tersebut disampaikan oleh terdakwa Sudarso yang merupakan General Manager PT AA, dua pekan lalu. Dalam persidangan Kamis (17/2/2022) kemarin, Komisaris PT AA, Frank Widjaya kembali mengonfirmasi keterangan Sudarso soal pemberian uang tersebut yang diduga terkait dengan pengurusan perpanjangan HGU perusahaan.
Alfian menegaskan, persidangan perkara tersebut terbuka untuk umum. Setiap orang bisa saja memberikan keterangan sebagai hak hukumnya masing-masing.
BERITA TERKAIT: Suap HGU PT Adimulia Agrolestasi: Kepala BPN Kampar Sutrilwan Sebut Uang Rp 75 Juta Bantuan untuk Perbaiki Plafon Kantor
Namun, pihaknya akan mencermati keterangan para saksi dan terdakwa yang menyeret nama kliennya, apakah sebagai fakta kebenaran atau hanya sekadar tuduhan tak berdasar yang berujung fitnah.
"Semua orang bisa bicara apa saja dalam memberikan keterangan di persidangan. Namun itu memiliki konsekuensi hukum menyangkut kebenaran atas keterangan yang disampaikan itu. Dalam posisi tertuduh, klien kami telah membantah tuduhan tersebut sebagai fitnah yang tidak berdasar. Tapi itulah namanya persidangan, nanti pastinya akan diuji apakah benar atau tidak," tegas Alfian.
BACA JUGA: HIPMI: Pindahkan Tender Proyek Blok Rokan ke Riau, Janji Jokowi Ekonomi Daerah Tumbuh!
Alfian menjelaskan kalau pihaknya tengah mengkaji kemungkinan melakukan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang telah merugikan nama baik dari kliennya tersebut. Namun, langkah hukum yang akan dilakukan masih menunggu selesainya proses persidangan agar lebih objektif dan faktual.
"Tentu kami telah melakukan kajian soal langkah hukum akibat keterangan yang disampaikan pihak-pihak terkait dalam persidangan yang telah merugikan nama baik dari klien kami. Tapi, kita akan ikuti sampai akhir persidangan," jelas Alfian.
BACA JUGA: Penjarah Hutan Riau Jangan Berlindung di UU Cipta Kerja, Ini Defenisi 'Keterlanjuran' Menurut Hukum
Nama Kakanwil ATR/ BPN Riau, Syahrir diseret oleh Sudarso, terdakwa kasus suap PT AA kepada Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra. Selain itu, sejumlah pejabat Kanwil BPN Riau, BPN Kampar, Dinas Perkebunan Riau dan Pemkab Kuansing juga disebut menerima sejumlah uang dari PT AA terkait proses perpanjangan HGU perusahaan. Para pejabat tersebut memang mengaku menerima uang, namun telah mengembalikannya ke KPK setelah geger kasus ini pada 18 Oktober 2021 lalu.
BERITA TERKAIT: Suap HGU PT Adimulia Agrolestari Tersangka Bupati Kuansing: Pegawai BPN Dikabarkan Ramai-ramai Kembalikan Uang ke KPK!
Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir sebelumnya telah membantah keterangan yang awalnya disampaikan Sudarso tersebut. Ia justru menyebut pengakuan Sudarso itu sebagai fitnah.
"Saya tidak ada menerima uang. Itu fitnah. Pekerjaan saja belum selesai kok," kata Syahrir dua pekan lalu di depan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
BERITA TERKAIT: Sekda Kuansing Agusmandar Terima Uang dari PT Adimulia Agrolestari, Sidang Suap HGU ke Bupati Andi Putra
Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra dalam ekspos perkara di KPK disebut telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari janji hadiah uang keseluruhan sebesar Rp 1,5 miliar. Diduga pencairan uang tahap kedua sebesar Rp 250 juta gagal diberikan ke Andi Putra karena Sudarso lebih dulu tertangkap pada 18 Oktober lalu.
Uang yang sudah dicairkan sebesar Rp 250 juta diduga diperintahkan oleh Komisaris yang juga owner PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya diperintahkan untuk disetor kembali ke rekening perusahaan hari itu juga. Surat dakwaan jaksa KPK menyebut pemberian uang kepada Andi Putra diketahui dan seizin Frank Wijaya.
Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebut Sudarso telah memberikan janji dan uang kepada Andi Putra. Ia didakwa dua pasal alternatif yakni pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kronologis Dugaan Kasus Suap
Surat dakwaan jaksa KPK memuat kronologis terjadinya awal mula dugaan suap kepada Bupati Kuansing, Andi Putra. Pemberian uang berawal dari pendekatan Sudarso kepada Andi Putra. Disebutkan kalau Sudarso sudah lama mengenal Ketua DPD II Partai Golkar Kuansing tersebut, tepatnya saat Andi masih menjadi anggota DPRD Kuansing.
Pengurusan izin perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari juga sudah melalui konsultasi dengan Kakanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir. Dalam sebuah rapat pada September lalu di sebuah hotel di Pekanbaru, pihak Kanwil ATR/ BPN Riau dan Panitia B yang mengurusi soal dokumen persyaratan HGU menemukan adanya persyaratan yang belum lengkap. Yakni soal pembangunan kebun plasma KKPA sedikitnya 20 persen dari luasan HGU perusahaan.
Lokasi kebun PT Adimulia Agrolestari sebelumnya seluruhnya berada di Kabupaten Kampar. Namun sejak 2019 lalu, lokasi kebun sebagian masuk ke Kabupaten Kuansing. Ini akibat perubahan tata batas kedua kabupaten tersebut. Sebagian areal kebun yang akan habis masa konsesi HGU-nya berada di Desa Suka Maju dan Desa Beringin Jaya, Kabupaten Kuansing.
Adapun total luasan areal HGU perusahaan sesuai dengan HGU nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 seluas 3.952 hektar. Masa konsesi akan habis pada 8 Agustus 2024 mendatang.
PT Adimulia pun mencari jalan keluar. Sudarso melobi agar Bupati Andi mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan plasma/ KKPA di Kabupaten Kampar. Tujuannya agar perusahaan tak lagi membangun kebun KKPA di Kuansing. Bupati memang memiliki kewenangan untuk menetapkan lokasi kebun plasma/ KKPA tersebut.
Upaya pendekatan kepada Bupati Andi Putra pun dilakukan intensif oleh Sudarso. Ia kerap melakukan komunikasi langsung maupun telepon dengan Bupati Andi. Hasil pertemuan kemudian dilaporkan Sudarso kepada bos pemilik perusahaan (benefecial owner) yakni Frank Wijaya yang juga merupakan komisaris PT Adimulia Agrolestari.
Hasil pertemuan dan komunikasi dengan Bupati Andi Putra yakni kesediaannya menerbitkan surat rekomendasi persetujuan lokasi kebun KKPA di Kabupaten Kampar, namun dengan imbalan uang.
"Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar," demikian kutipan dakwaan jaksa KPK.
Disebutkan dalam surat dakwaan tersebut, pada September 2021, Andi Putra diduga meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar. Meski sepakat memberikan uang, namun, Frank Wijaya menyetujui penyerahan uang secara bertahap.
Tahap pertama pemberian uang sebesar Rp 500 juta. Sudarso memerintahkan anak buahnya bernama Syahlevi Andra untuk membawa uang sebesar Rp 500 juta pada 27 September 2021 ke rumahnya di Kelurahan Maharatu, Marpoyan Damai, Pekanbaru. Penyerahan uang kemudian dilakukan Syahlevi kepada Bupati Andi Putra melalui supirnya bernama Deli Iswanto.
Surat dakwaan KPK juga menyebut bahwa tahap pertama pencairan uang suap langsung diikuti oleh masuknya surat dari PT Adimulia kepada Bupati Andi Putra. Surat tertanggal 12 Oktober 2021 itu berisi permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari, David Vence Turangan.
Masuknya surat tersebut juga diiringi dengan permintaan uang lanjutan dari Bupati Andi Putra.
"Atas pengajuan surat tersebut, kemudian Bupati Andi Putra kembali menagih kepada terdakwa (Sudarso, red) sisa uang dari yang dijanjikan sebesar Rp1,5 miliar," tulis surat dakwaan KPK.
Namun, lagi-lagi Frank Wijaya keberatan menyerahkan uang sekaligus. Sudarso lantas menyarankan agar Frank mencairkan uang secara bertahap. Hingga akhirnya disepakati adanya penyerahan uang kepada Bupati Andi sebesar Rp 250 juta.
Pada 18 Oktober 2021 pagi, Sudarso meminta Syahlevi Andra selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp 250 juta tersebut. Hari itu juga Bupati Andi Putra menghubungi Sudarso menanyakan permintaan uang. Bupati Andi disebut meminta Sudarso datang ke rumah Bupati Andi.
Sudarso datang bersama Paino dan Yuda Andika ke rumah Bupati Andi di Jalan Sisingamangaraja No. 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Usai pertemuan di rumah Bupati Andi Putra, penyidik KPK kemudian menciduk Sudarso tepatnya di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah.
"Kemudian terdakwa (Sudarso) diamankan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi," tulis ringkasan surat dakwaan KPK.
Kabar penangkapan Sudarso oleh KPK pun diketahui oleh Frank Wijaya. Ia lantas memerintahkan Syahlevi Andra untuk menyetorkan kembali uang yang semula akan diberikan kepada Bupati Andi Putra sebesar Rp 250 juta ke rekening PT Adimulia Agrolestari.
Akibat perbuatannya tersebut, Sudarso didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Bupati Andi Putra selaku tersangka penerima dijerat pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)