Mengenal Pajak Karbon yang Sudah 3 Kali Molor Diterapkan di Indonesia
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Keputusan pemerintah yang akhirnya menunda implementasi pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara disesalkan banyak pihak.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ikut memberikan perhatian kepada penerapan kebijakan pajak karbon di Indonesia yang sampai saat ini belum juga diterapkan. Pajak karbon ini sangat menarik mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap perubahan iklim.
“Sudah setahun lalu pajak karbon akan ditetapkan, akan tetapi sampai saat ini memang masih tarik-ulur, karena memang ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Barangkali juga masyarakat masih banyak yang belum paham,” kata Kepala Pusat Riset Kependudukan BRIN Nawawi, Sabtu (28/10/2023).
Awalnya pemerintah merencanakan implementasi pajak karbon pada April 2022, namun ditunda sampai Juli 2022 dan ditunda lagi sampai sekarang.
Peneliti Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler BRIN Deden Djoenudin menuturkan jika berkaca dari negara-negara yang telah menerapkan pajak karbon, maka fungsi regulasi mampu menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca dan akan mendatangkan manfaat ekonomi.
Selain mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik, negara memperoleh pendanaan lingkungan hidup, sehingga ada alokasi dana untuk menunjang kegiatan dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan.
Menurut Deden, kasus yang terjadi di Indonesia kemungkinan ada secara spesifik. Hal itu terkait dengan tantangan dan kesiapan infrastruktur untuk penerapan pajak karbon itu sendiri.
Terdapat tiga tujuan pajak karbon, yaitu instrumen untuk mengubah perilaku dari pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon, mendukung penurunan emisi, dan mendorong inovasi serta investasi.
Oleh karena itu, perusahaan ataupun pelaku ekonomi harus menyesuaikan teknologi yang diterapkan selama ini.
"Jika semula menghasilkan emisi yang tinggi, maka dengan adanya pajak, perusahaan tersebut menyesuaikan teknologinya, sehingga proses produksi yang digunakan bisa menjadi rendah emisi karbon," papar Deden.
Lebih lanjut dia menyampaikan ada tiga prinsip penerapan pajak karbon. Pertama, adil, yaitu menggunakan prinsip polluters-pay-principle yang melakukan pencemaran yang harus menanggung beban pajak karbon agar tidak dibebankan kepada pelaku ekonomi yang memang tidak melakukan emisi.
Kedua adalah terjangkau, yaitu memperhatikan aspek keterjangkauan demi kepentingan masyarakat luas.
Lalu, prinsip terakhir adalah bertahap dengan memperhatikan kesiapan sektor agar tidak memberatkan masyarakat.
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya menunda penerapan pajak karbon. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penerapan pajak karbon akan berlaku pada 2025.
Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon. (*)