KPK Didesak Tangkap Seluruh PNS di Riau Penerima 'Amplop' dari PT Adimulia Agrolestari, Fakta Terungkap di Persidangan
SabangMerauke News, Pekanbaru - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menangkap dan memproses hukum seluruh aparatur sipil negara (ASN/ PNS) yang diduga kuat telah menerima uang dari PT Adimulia Agrolestari. Langkah tegas dan berkeadilan dari KPK dinantikan publik untuk memberi efek jera pada kasus-kasus agraria yang kerap dikeluhkan rakyat.
"KPK harus tangkap dan proses hukum mereka yang menerima uang dari perusahaan tersebut (PT Adimulia Agrolestari). Tidak ada pengecualian, besar kecilnya. Mereka diduga telah turut serta menerima gratifikasi dari sesuatu yang dilarang keras oleh hukum," kata Direktur Formasi Riau, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH kepada SabangMerauke News, Kamis (20/1/2022).
BERITA TERKAIT: Sekda Kuansing Agusmandar Terima Uang dari PT Adimulia Agrolestari, Sidang Suap HGU ke Bupati Andi Putra
Ikhwal adanya pemberian 'amplop' dari PT Adimulia Agrolestari terungkap dalam persidangan kasus suap HGU terdakwa Sudardo, General Manager perusahaan tersebut di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (19/1/2022) kemarin. Tiga orang saksi mengaku telah menerima uang dari perusahaan, namun telah dikembalikan melalui KPK setelah kasus suap ini terungkap. Para penerima uang terdiri dari pegawai Pemkab Kuansing maupun pegawai BPN di jajaran Provinsi Riau.
BERITA TERKAIT: Bagi-bagi Uang PT Adimulia Agrolestari, Pejabat BPN Riau Kena 'Siram', Ini Rincian Uangnya Sampai Bupati Kuansing Jadi Tersangka Suap HGU
Informasi lain juga menyebut kalau pengembalian uang sudah dilakukan sejumlah pegawai BPN ke KPK.
"Orang-orang BPN sudah mengembalikan uang ke KPK. Mereka pada ketakutan sekarang," kata sumber SabangMerauke News, Rabu (19/1/2022).
Jaksa penuntut KPK, Meyer Volmar Simanjuntak belum menjelaskan soal adanya pengembalian uang oleh sejumlah pihak terkait kasus suap PT Adimulia Agrolestari.
BERITA TERKAIT: Ternyata Cuma Segini Uang yang Diterima Sekda Kuansing Agusmandar dari PT Adimulia Agrolestari, Terungkap di Sidang Suap HGU
"Abang ikuti sajalah nanti persidangannya. Akan diketahui nanti siapa-siapa saja," kata Meyer kepada SabangMerauke News di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, kemarin.
Nurul Huda menjelaskan pengembalian uang diduga gratifikasi tidak menghilangkan unsur pidana perbuatan yang sudah terjadi. Lagipula, Undang-undang Tipikor memberikan batasan waktu 30 hari untuk pengembalian uang 'haram'.
"Jangan dikembalikan baru setelah kasus disidik oleh KPK. Ada batasan 30 hari setelah penerimaan terjadi. Karena itu, KPK haruslah bertindak tanpa pandang buluh," tegas Nurul Huda.
BERITA TERKAIT: Cerita Lengkap Suap Bupati Kuansing Andi Putra dari PT Adimulia Agrolestari: Bos Perusahaan Sepakat Beri Rp 1,5 Miliar
Menurutnya, para penerima gratifikasi dapat ditindak dengan penerapan pasal 12B angka 1 ayat a dan b.
"Ancaman hukumannya paling singkat 4 tahun dan paling lama seumur hidup dan denda paling banyak Rp 1 miliar," tegas Nurul.
Refman Basri, penasihat hukum Sudarso menolak menanggapi soal aksi tebar uang oleh kliennya yang merupakan petinggi PT Adimulia Agrolestari. Ia hanya menyebut kalau kliennya merupakan korban dalam kasus rasuah ini.
"Nantilah aku tanya dulu soal itu (bagi-bagi uang, red). Klien saya kan korban sebenarnya," kata Refman usai sidang.
Sudarso merupakan General Manager PT Adimulia Agrolestari yang menjadi terdakwa dalam kasus suap ini. Selain itu, Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Diwartakan kemarin, PT Adimulia Agrolestari diduga kuat menggencarkan aksi bagi-bagi uang ke sejumlah pejabat pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Negara (BPN) Riau. Diduga aksi tebar uang untuk memuluskan perpanjangan hak guna usaha (HGU) perusahaan yang akan habis pada 2024 mendatang.
Ikhwal aksi tebar uang ini terungkap dalam persidangan lanjutan dengan terdakwa General Manajer PT Adimulia Agrolestari, Sudarso di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (19/1/2022). Lima orang saksi dimintai keterangannya. Tiga di antaranya mengaku mendapat uang dari PT Adimulia Agrolestari.
Ketiga orang yang mengaku mendapat uang tersebut yakni mantan Kepala Kantor Pertanahan/ BPN Kampar, Sutrilwan yang diduga kuat telah menerima uang sebesar Rp 75 juta. Kini, Sutrilwan disebut menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Kanwil BPN Riau.
Nama lain yang disebut menerima uang 'jajan' dari perusahaan yakni Kepala Seksi Pendaftaran dan Penetapan Hak Kantor Pertanahan/ BPN Kuansing, Ibrahim Dasuki. Ia disebut oleh jaksa KPK menerima uang sebesar Rp 3 juta.
Sementara, Plt Sekda Kabupaten Kuansing, Agusmandar disebut kecipratan uang sebesar Rp 15 juta. Ketiga orang tersebut telah mengembalikan uang pemberian PT Adimulia Agrolestari ke KPK, setelah geger perkara yang menetapkan Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra sebagai tersangka suap.
Andi Putra sendiri dalam ekspos perkara di KPK disebut telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari janji hadiah uang keseluruhan sebesar Rp 1,5 miliar. Diduga pencairan uang tahap kedua sebesar Rp 250 juta gagal diberikan ke Andi Putra karena Sudarso lebih dulu tertangkap pada 18 Oktober lalu.
Uang yang sudah dicairkan sebesar Rp 250 juta diduga diperintahkan oleh Komisaris yang juga owner PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya diperintahkan untuk disetor kembali ke rekening perusahaan hari itu juga. Surat dakwaan jaksa KPK menyebut pemberian uang kepada Andi Putra diketahui dan seizin Frank Wijaya.
Pemberian uang kepada Pelaksana Tugas (Plt) Sekdakab Kuansing Agusmandar dilakukan saat rapat ekspos yang digelar Kanwil BPN/ ATR Riau di Prime Park Hotel, Jalan Sudirman, Pekanbaru pada 3 September 2021 lalu. Rapat dipimpin dan atas dasar undangan Kepala Kanwil Kementerian ATR/BPN Riau Syahrir. Syahrir sudah 3 kali diperiksa oleh penyidik KPK.
Amplop berisi uang Rp 3 juta diterima oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Penetapan Hak Kantor Pertanahan/ BPN Kuansing, Ibrahim Dasuki saat hadir dalam rapat ekspos berjudul perpajangan HGU PT Adimulia tersebut.
Sementara, pemberian uang kepada mantan Kepala Kantor Pertanahan/ BPN Kampar, Sutrilwan yang kini disebut menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Kanwil BPN Riau sebesar Rp 75 juta diduga terjadi beberapa waktu jauh sebelum rapat ekspos.
Jaksa KPK kepada SabangMerauke News menyebut pemberian uang kepada Sutrilwan dilakukan pada saat pemecahan sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari. Semula PT Adimulia hanya mengantongi sertifikat hak guna usaha (HGU) kebun sawit dengan nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 seluas 3.952 hektar di Kabupaten Kampar. HGU itu berlaku selama 30 tahun atau akan berakhir pada 8 Agustus 2024 mendatang.
Namun, pada tahun 2019 terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dengan Kabupaten Kuansing. Ini mengakibatkan terjadi pemecahan sertifikat HGU karena sebagian besar areal kebun PT Adimulia Agrolestari telah beralih menjadi wilayah Kabupaten Kuansing.
Adapun sertifikat yang dipecah menjadi sertifikat HGU nomor 10009 seluas 874,3 hektar, sertifikat HGU nomor 10010 seluas 105,6 hektar dan sertifikat HGU nomor 10011 seluas 256,1 hektar. Ketiga sertifikat tersebut diterbitkan pada 14 Oktober 2020 dengan lokasi baru di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing.
"Pemberian uang ke saudara STW (Sutrilwan, red) saat pemecahan sertifikat tersebut. Uangnya sudah dikembalikan melalui KPK," kata jaksa penuntut KPK kepada SabangMerauke News.
Refman Basri, penasihat hukum Sudarso enggan mengomentari soal aksi tebar uang oleh kliennya yang merupakan petinggi PT Adimulia Agrolestari. Ia hanya menyebut kalau kliennya merupakan korban dalam kasus rasuah ini.
"Nantilah aku tanya dulu soal itu (bagi-bagi uang, red). Klien saya kan korban sebenarnya," kata Refman usai sidang.
Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebut Sudarso telah memberikan janji dan uang kepada Andi Putra. Ia didakwa dua pasal alternatif yakni pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kronologis Kasus Suap
Surat dakwaan jaksa KPK memuat kronologis terjadinya awal mula suap tersebut pada 18 Oktober 2021 lalu. Pemberian uang berawal dari pendekatan Sudarso kepada Andi Putra. Disebutkan kalau Sudarso sudah lama mengenal Ketua DPD II Partai Golkar Kuansing tersebut, tepatnya saat Andi masih menjadi anggota DPRD Kuansing.
Pengurusan izin perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari juga sudah melalui konsultasi dengan Kakanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir. Dalam sebuah rapat pada September lalu di sebuah hotel di Pekanbaru, pihak Kanwil ATR/ BPN Riau dan Panitia B yang mengurusi soal dokumen persyaratan HGU menemukan adanya persyaratan yang belum lengkap. Yakni soal pembangunan kebun plasma KKPA sedikitnya 20 persen dari luasan HGU perusahaan.
Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau, Syahrir menyarankan agar Sudarso meminta rekomendasi persetujuan penempatan kebun plasma/ KKPA di Kabupaten Kampar dari Bupati Kuantan Singingi Andi Putra. Diduga tidak ada aturan tentang syarat ini, karena sebelumnya PT Adimulia Agrolestari telah membangun kebun plasma di Kabupaten Kampar.
Lokasi kebun PT Adimulia Agrolestari sebelumnya seluruhnya berada di Kabupaten Kampar. Namun sejak 2019 lalu, lokasi kebun sebagian masuk ke Kabupaten Kuansing. Ini akibat perubahan tata batas kedua kabupaten tersebut. Sebagian areal kebun yang akan habis masa konsesi HGU-nya berada di Desa Suka Maju dan Desa Beringin Jaya, Kabupaten Kuansing.
Adapun total luasan areal HGU perusahaan sesuai dengan HGU nomor 00008 tanggal 8 Agustus 1994 seluas 3.952 hektar. Masa konsesi akan habis pada 8 Agustus 2024 mendatang.
PT Adimulia pun mencari jalan keluar. Sudarso melobi agar Bupati Andi mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan plasma/ KKPA di Kabupaten Kampar. Tujuannya agar perusahaan tak lagi membangun kebun KKPA di Kuansing. Bupati memang memiliki kewenangan untuk menetapkan lokasi kebun plasma/ KKPA tersebut.
Upaya pendekatan kepada Bupati Andi Putra pun dilakukan intensif oleh Sudarso. Ia kerap melakukan komunikasi langsung maupun telepon dengan Bupati Andi. Hasil pertemuan kemudian dilaporkan Sudarso kepada bos pemilik perusahaan (benefecial owner) yakni Frank Wijaya yang juga merupakan komisaris PT Adimulia Agrolestari.
Hasil pertemuan dan komunikasi dengan Bupati Andi Putra yakni kesediaannya menerbitkan surat rekomendasi persetujuan lokasi kebun KKPA di Kabupaten Kampar, namun dengan imbalan uang.
"Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar," demikian kutipan dakwaan jaksa KPK.
Disebutkan dalam surat dakwaan tersebut, pada September 2021, Andi Putra diduga meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar. Meski sepakat memberikan uang, namun, Frank Wijaya menyetujui penyerahan uang secara bertahap.
Tahap pertama pemberian uang sebesar Rp 500 juta. Sudarso memerintahkan anak buahnya bernama Syahlevi Andra untuk membawa uang sebesar Rp 500 juta pada 27 September 2021 ke rumahnya di Kelurahan Maharatu, Marpoyan Damai, Pekanbaru. Penyerahan uang kemudian dilakukan Syahlevi kepada Bupati Andi Putra melalui supirnya bernama Deli Iswanto.
Surat dakwaan KPK juga menyebut bahwa tahap pertama pencairan uang suap langsung diikuti oleh masuknya surat dari PT Adimulia kepada Bupati Andi Putra. Surat tertanggal 12 Oktober 2021 itu berisi permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari, David Vence Turangan.
Masuknya surat tersebut juga diiringi dengan permintaan uang lanjutan dari Bupati Andi Putra.
"Atas pengajuan surat tersebut, kemudian Bupati Andi Putra kembali menagih kepada terdakwa (Sudarso, red) sisa uang dari yang dijanjikan sebesar Rp1,5 miliar," tulis surat dakwaan KPK.
Namun, lagi-lagi Frank Wijaya keberatan menyerahkan uang sekaligus. Sudarso lantas menyarankan agar Frank mencairkan uang secara bertahap. Hingga akhirnya disepakati adanya penyerahan uang kepada Bupati Andi sebesar Rp 250 juta.
Pada 18 Oktober 2021 pagi, Sudarso meminta Syahlevi Andra selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp 250 juta tersebut. Hari itu juga Bupati Andi Putra menghubungi Sudarso menanyakan permintaan uang. Bupati Andi disebut meminta Sudarso datang ke rumah Bupati Andi.
Sudarso datang bersama Paino dan Yuda Andika ke rumah Bupati Andi di Jalan Sisingamangaraja No. 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Usai pertemuan di rumah Bupati Andi Putra, penyidik KPK kemudian menciduk Sudarso tepatnya di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah.
"Kemudian terdakwa (Sudarso) diamankan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi," tulis ringkasan surat dakwaan KPK.
Kabar penangkapan Sudarso oleh KPK pun diketahui oleh Frank Wijaya. Ia lantas memerintahkan Syahlevi Andra untuk menyetorkan kembali uang yang semula akan diberikan kepada Bupati Andi Putra sebesar Rp 250 juta ke rekening PT Adimulia Agrolestari.
Akibat perbuatannya tersebut, Sudarso didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Bupati Andi Putra selaku tersangka penerima dijerat pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Persidangan kasus ini akan membuka cerita dan fakta lanjutan yang lebih menarik sekaligus dramatis. (*)