Tahun 2050 China Bikin Perang Besar, Penasihat KSP Sebut Indonesia Butuh Komponen Cadangan
SabangMerauke News - Penasihat Senior Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Andi Widjajanto mengatakan mobilisasi Komponen Cadangan (Komcad) dilakukan sebagai pengganda kekuatan ketika menghadapi ancaman perang China.
Hal tersebut ia sampaikan ketika hadir sebagai ahli dari pemerintah dalam uji materi UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) terkait Komcad di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/1/2022).
Sebagai analis hubungan internasional, Andi mengatakan salah satu faktor yang memperkuat keberadaan Komcad adalah ketegangan antara China dan Amerika Serikat tak kunjung reda usai terpilihnya Joe Biden sebagai presiden AS.
"Sebagai analisis hubungan internasional, saya tadinya menduga bahwa dengan kemunculan Biden dari Partai Demokrat akan ada peredaan ketegangan antara China dengan Amerika Serikat. Namun nyatanya tidak, ketegangannya justru semakin tinggi," kata Andi dalam persidangan, Selasa (18/1/2022).
Andi memperkirakan ketegangan antara China dan AS masih belum berkurang pada masa yang akan datang, meskipun terjadi perubahan ideologi kepemimpinan dari Partai Republik menjadi Demokrat di AS.
Di sisi lain, kata Andi, dalam rencana strategis (Renstra) tahap kedua yang telah berlangsung pada tahun 2000 sampai 2020 China telah mempersiapkan kekuatan untuk memenangkan perang di wilayah Laut Cina Selatan.
Kemudian dalam Renstra tahap ketiga pada 2020 sampai 2050, mereka akan kembali mempersiapkan kekuatan untuk menang dalam perang di dua titik sekaligus.
"Yaitu (perang) Guam di Samudra Pasifik dan (perang) Diego Garcia di Samudera Hindia," ujar mantan Sekretaris Kabinet itu.
Oleh sebab itu, menurutnya Indonesia perlu membangun kesiapan untuk menghadapi ancaman perang tersebut secara dini. Salah satunya dengan mobilisasi Komcad sebagai pengganda kekuatan.
"Perangnya kemungkinannya akan bertambah dan Indonesia harus secara dini menyiapkan untuk itu," katanya.
"Apakah akan mengarah ke eskalasi ancaman yang semakin memperbesar peluang perang? Ya. Terutama karena ada ketegangan antar negara besar Amerika Serikat di kawasan ini," ujar Andi.
Meski begitu, Andi mengatakan Komcad yang diatur dalam UU PSDN tidak bersifat wajib militer, melainkan masih bersifat sukarela tergantung masing-masing masyarakat. Sehingga, negara tidak bisa serta merta merekrut warga sebagai Komcad apabila tidak ada persetujuan dari yang bersangkutan.
"Kalau warga negara tidak mendaftarkan diri sebagai sukarela, Kementerian Pertahanan tidak bisa merekrutnya sebagai komponen cadangan, ya. Karena sifatnya hak dan sukarela, ya tidak dibutuhkan pengaturan tentang penolakan," jelasnya.
Sebagai informasi, permohonan pengujian materiil UU PSDN diajukan empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tiga warga negara Indonesia.
Empat LSM dimaksud adalah Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Kebajikan Publik Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia.
Para Pemohon mengujikan Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN. (*)