Pemerintah Tarik Utang Rp 224 Triliun Hingga Maret, Menkeu Sebut Bagian Strategi
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pembiayaan utang sampai dengan Maret 2023 mencapai Rp 224,8 triliun. Hal ini terlihat dari Catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi tersebut setara dengan 32,3 persen alokasi pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2023, yakni sebesar Rp 696,3 triliun.
Jika dilihat lebih rinci, pembiayaan utang itu utamanya berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 224,8 triliun, sementara pinjaman sebesar Rp 7,2 triliun.
"Pembiayaan melalui penerbitan utang mencapai Rp 224,8 triliun atau 32,3 persen (target APBN 2023)," ujar Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (17/4/2023).
Adapun realisasi nilai pembiayaan utang itu melesat 49,8 persen dibanding periode Maret tahun lalu, sebesar Rp 150,1 triliun.
Pesatnya pertumbuhan utang itu merupakan hasil dari strategi penerbitan SBN di awal tahun dengan jumlah yang cukup banyak, atau lebih dikenal dengan istilah front loading.
Sri Mulyani menjelaskan, langkah front loading diambil pemerintah dengan mempertimbangkan kondisi global, yang masih diwarnai oleh tingkat suku bunga acuan tinggi dan diproyeksi berlangsung lama.
"Kita melakukan front loading karena kita mengantisipasi tadi kenaikan suku bunga yang higher for longer," katanya.
"Jadi kita ambil posisi sebelum terjadinya kenaikan suku bunga," tambahnya.
Meskipun tumbuh pesat, Sri Mulyani memastikan, realisasi pembiayaan utang pemerintah pada periode kuartal pertama tahun ini masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam APBN tahun anggaran 2023.
"(Realisasi pembiayaan) ini naik dibandingkan tahun lalu. Namun karena memang staregei untuk menjaga buffer bagi pemerintah," tuturnya.
Bendahara negara menegaskan, pemerintah akan tetap mengendepankan prinsip kehati-hatian dalam melakukan penarikan utang, dan mengelolanya secara bijaksana.
"Dengan tetap menjaga prudent, fleksibilitas, dan akuntabilitas, serta pragmatis, karena situasi global yang mengalami dinamika luar biasa, kita menjaga dari sisi policy pembiayaan terutama penerbitan surat utang secara hati-hati," pungkasnya. (*)