Heboh Pemkab Meranti Ngutang Rp 100 Miliar ke Bank, Ini Aturan Lengkap Tentang Pinjaman Daerah
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Geger Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti mengutang ke bank sebesar Rp 100 miliar masih menjadi perbincangan publik. Apalagi, Plt Bupati Kepulauan Meranti Asmar sempat menyebut kalau Kantor Bupati telah dijadikan agunan pinjaman sewaktu Bupati non aktif Muhammad Adil berkuasa. Kini, Adil telah mendekam di sel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai ditahan atas kasus suap pada Jumat (7/4/2023) lalu.
Tudingan Asmar yang baru hampir sepekan menduduki kursi nomor satu di Negeri Sagu itu ternyata tidak tepat. Ia kemudian menyebut kalau yang menjadi agunan adalah Kantor Dinas PUPR Meranti. Namun belakangan, pihak perbankan yang memberi pinjaman menyebut tidak ada aset Pemkab Meranti yang dijadikan agunan.
Sebenarnya, apakah pemerintah daerah mengutang (mencari pinjaman) haram hukumnya? Mengapa negara (pemerintah pusat) sampai punya utang ribuan triliun?
Regulasi Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah pembiayaan utang daerah yang diikat dalam suatu perjanjian pinjaman dan bukan dalam bentuk surat berharga, yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain, sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Sebenarnya, kebijakan mengajukan pinjaman oleh pemerintah daerah tidaklah dilarang. Bahkan, pemerintah pusat telah menerbitkan regulasi khusus mengatur soal pinjaman daerah.
Ada sejumlah aturan yang mengatur tentang pinjaman daerah. Antara lain terdapat di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Secara lebih rigid diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah. Ada lagi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah, pengelolaan pinjaman daerah mesti memenuhi prinsip taat pada perundang-undangan, transparan, akuntabel, efesien dan efektif serta kehati-hatian.
Pinjaman daerah dilakukan harus merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
Meski dibolehkan melakukan pinjaman daerah, namun pemerintah daerah dilarang menjadikan pendapatan atau aset daerah sebagai jaminan pinjaman. Hal tersebut tertuang secara jelas dalam pasal 4 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah. Selengkapnya berbunyi "Pendapatan dan/ atau barang milik daerah tidak dapat dijadikan jaminan pinjaman daerah.
Larangan lain yakni daerah tidak boleh melakukan pinjaman langsung kepada luar negeri. Daerah juga tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.
Syarat Pinjaman Daerah
Ada beragam syarat lain yang diatur dalam pinjaman daerah. Yakni daerah tersebut harus memenuhi batas maksimal jumlah kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan pasal 7 ditetapkan nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman daerah ditetapkan paling sedikit 2,5.
Sementara itu, sumber pinjaman daerah dapat berasal dari pemerintah pusat, daerah lain, lembaga keuangan bank (LKB), lembaga keuangan bukan bank (LKBB) dan juga masyarakat berupa obligasi daerah.
Jenis dan Penggunaan Pinjaman Daerah
Ada tiga jenis pinjaman daerah meliputi pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman ini dilakukan dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dengan kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lain yang seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran berjalan.
Sementara, pinjaman jangka menengah harus dikembalikan atau dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang mengajukan pinjaman.
Pinjaman jangka menengah digunakan untuk membiayai kegiatan sarana atau prasarana pelayanan publik di daerah yang tidak menghasilkan penerimaan daerah.
Pinjaman jangka panjang pengembaliannya lebih dari satu tahun anggaran yang seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman.
Pinjaman jangka panjang digunakan untuk membiayai infrastruktur dan atau kegiatan investasi berupa kegiatan pembangunan sarana dan prasarana untuk penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan pemerintah daerah.
Dalam pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah disebutkan kalau jenis pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapat persetujuan dari DPRD. Persetujuan itu dilakukan bersamaan dengan pembahasan kebijakan umum anggaran (KUA)-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD.
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah juga mengatur soal sanksi terhadap pelanggaran pinjaman yang dilakukan daerah. Di antaranya penundaan atau pemotongan dana alokasi umum (DAU) dan DBH.
Kronologi Pinjaman Pemkab Meranti
Jika dilihat dari kilas balik tahun lalu, sebenarnya pinjaman Pemkab Meranti sebesar Rp 100 miliar tersebut diproses secara terbuka dan sesuai mekanisme. Bahkan, DPRD Kepulauan Meranti ikut memberi persetujuan pinjaman dengan disahkannya APBD Perubahan 2022 pada Senin, 29 September 2022 silam.
Pengesahan APBD Perubahan itu berlangsung dalam rapat paripurna ke-3 masa sidang pertama tahun 2022 di Ruang Paripurna Gedung DPRD Kepulauan Meranti yang dipimpin oleh Ketua DPRD Fauzi Hasan didampingi Wakil Ketua DPRD Kepulauan Meranti, H Khalid Ali, dan Iskandar Budiman serta dihadiri sejumlah anggota DPRD.
Dari pemerintah daerah hadir langsung saat itu Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, Sekretaris Daerah Bambang Suprianto, para asisten dan seluruh pimpinan OPD dan instansi vertikal lainnya.
Juru bicara Badan Anggaran DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti Dedi Yuhara Lubis dalam laporannya di forum paripurna saat itu menyebut pendapatan daerah dalam RAPBD Perubahan 2022 sebesar Rp1.179.642.848.812. Ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 205.348.842.017 dan Pendapatan Transfer sebesar Rp974.294.006.795.
Sementara itu, belanja daerah dalam RAPBD Perubahan tahun anggaran 2022 sebesar Rp1.311.134.269.713. Sedangkan pembiayaan daerah RAPBD sebesar Rp 132.791.420.901. Adapun pembiayaan tersebut terdiri dari
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) Tahun aebelumnya sebesar Rp 32.791.420.901 san penerimaan pinjaman daerah sebesar Rp100.000.000.000.
Dedi Yuhara juga menyebut adanya pengeluaran pembiayaan berupa pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp 3.350.000.000.
"Dari hasil kerja badan anggaran tersebut, sebenarnya soal pinjaman daerah berikut konsekuensi pembayaran bunganya telah dibicarakan dan disetujui di DPRD. Sehingga, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pinjaman tersebut. Apalagi sudah dilakukan lewat mekanisme, termasuk konsultasi dari Kemendagri," kata seorang sumber SabangMerauke News, Jumat (14/4/2023) malam.
Menurut sumber tersebut, sebenarnya soal pinjaman ini jadi heboh karena orang mengaitkannya dengan penangkapan Bupati Kepulauan Meranti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis pekan lalu.
"Karena pikiran publik digiring ke arah itu (Bupati ditangkap KPK). Sehingga semua apa yang dilakukan Bupati Adil dituduh salah semua, padahal belum tentu. Soal pinjaman daerah itu adalah hal yang lazim terjadi, apalagi dipakai untuk pembangunan infrastruktur," jelas sumber tersebut.
Biaya Pembangunan Jalan
Sebelumnya saat penandatanganan akad kredit pada Senin, 7 November 2022 di Pekanbaru, Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Suprianto menyatakan pinjaman daerah sebesar Rp 100 miliar tersebut dipakai untuk pembiayaan 4 kegiatan pembangunan jalan kabupaten yang sudah disetujui oleh DPRD Kepulauan Meranti.
Adapun keempat proyek jalan tersebut yakni Jalan Tanjung Samak-Tanjungkedabu, Jalan Telesung-Tangjungkedabu, Jalan Sei Niur-Sesap dan Jalan Perjuangan. Saat ini proyek jalan tersebut sudah dikerjakan dan hasilnya telah dinikmati masyarakat.
Sebagaimana diketahui, Bupati Kepulauan Meranti M Adil terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (6/4/2023) malam.
Setelah menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Menurut KPK, Adil setidaknya diduga terlibat dalam tiga kasus korupsi, yaitu memungut setoran dari Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), menerima suap dari jasa travel umrah dan menyuap auditor pajak agar Pemkab Meranti mendapatkan status WTP.
KPK juga menetapkan Kepala BPKAD Meranti Fitria Ningsih dan M Fahmi Aressa selaku auditor BPK Perwakilan Riau sebagai tersangka. Kemudian, 25 orang lainnya di jajaran Pemkab Meranti dan pihak swasta, turut diamankan untuk dimintai keterangan. (*)