Jokowi Ampuni 'Ratu Heroin' Merri Utami Lolos dari Regu Penembak Mati, Begini Kronologi Kasusnya
SABANGMERAUKE NEWS - Terpidana mati Merri Utami mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi Widodo (Jokowi). Hukuman Merri Utami kini menjadi penjara seumur hidup.
"(Jadi penjara) seumur hidup," kata pengacara Merri Utami, Aisya Humaida, Kamis (13/4/2023.
Berikut perjalanan kasus Merri Utami:
Ditangkap 31 Oktober 2001
Merri ditangkap pada 31 Oktober 2001 sekitar pukul 22.30 WIB di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Saat itu, petugas menemukan heroin seberat 1,1 kg di dalam tas yang dibawa Merri.
Cerita bermula ketika Merri berkenalan dengan seorang warga negara Kanada bernama Jerry di McDonald's Sarinah, Jakarta Pusat. Jerry lalu mengajak Merri pergi ke Nepal pada tanggal 16 Oktober 2001 dengan tujuan liburan.
Merri berangkat ke Nepal dari Singapura dan transit di Thailand. Sementara, Jerry telah lebih dulu berangkat. Setelah beberapa waktu di Nepal, Jerry kembali ke Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2001 dengan alasan bisnis.
Jerry meminta Merri tinggal di Nepal selama 2 minggu. Jerry sempat menelepon Merri Utami dan mengatakan bahwa tas Merri jelek dan akan dibelikan tas baru.
"Tas kamu sudah jelek, nanti aku suruh temanku bawakan tas buat kamu. Tetapi ini tas untuk barang contoh dikasih seorang customer di Jakarta," ucap Jerry seperti dalam salinan putusan yang dilansir dari website Mahkamah Agung (MA), Minggu (24/7/2016).
Kemudian pada 31 Oktober 2001, Merri pergi ke sebuah tempat hiburan di Nepal sesuai arahan Jerry. Di tempat itu, Merri berkenalan dengan 2 orang bernama Muhammad dan Badru. Keduanya lalu memberikan sebuah tas kepada Merri.
Dengan membawa tas tersebut, Merri pun kembali ke Indonesia. Petugas yang curiga dengan Merri lalu memeriksa tasnya dan ditemukan serbuk putih yang disembunyikan di dinding tas berupa 2 bungkusan bersampul kertas karton.
Diadili Mei 2002
Merri lantas diadili di Pengadilan Negeri Tangerang pada Mei 2002. Dia divonis hukuman mati sesuai dengan tuntutan jaksa. Merri yang tak terima lalu mengajukan banding.
Namun Pengadilan Tinggi Tangerang tetap menguatkan putusan PN Tangerang. Merri tetap ingin menghindari ujung senapan regu tembak dengan mengajukan kasasi. Lalu apa kata majelis hakim?
"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi atau terdakwa Merri utami binti Siswandi," ucap hakim seperti dikutip dari salinan putusan kasasi dari website MA, Minggu (24/7/2016).
Putusan itu diketok pada 10 Januari 2003 oleh ketua majelis hakim German Hoediarto yang dibantu dua hakim anggota Soedarno dan Arbijoto. Putusan itu diucapkan pada sidang terbuka pada Senin, 27 Januari 2003.
Lolos dari Eksekusi Mati Tahap III
Menjelang eksekusi mati tahap III yang akan dilaksanakan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Minggu (24/7/2016), terpidana mati Merri Utami binti Siswandi dipindah ke Lapas Kelas I Batu Nusakambangan. Merri sebelumnya mendekam di Lapas Kelas II A Wanita Kota Tangerang.
Pantauan di Dermaga Wijayapura yang merupakan akses penyeberangan menuju pulau Nusakambangan saat itu semakin tertutup dengan dipasangnya pagar besi yang menutup semua aktifitas di dalam dermaga tersebut meskipun terlihat beberapa brimob bersenjata berjaga didalam dermaga.
"Tadi sudah masuk pukul 04.30 WIB," kata salah satu sumber.
Terpidana mati Merri Utami tampak langsung masuk menggunakan mobil Transpas dan langsung diseberangkan menuju Pulau Nusakambangan dengan menggunakan kapal Pengayoman 6 dan selanjutnya menuju Lapas Batu.
Setiba di Nusakambangan, ratu heroin itu langsung menempati ruang isolasi Lapas Besi yang berada di pulau tersebut.
"Berdasarkan laporan iya (yang dipindah ke Nusakambangan) atas nama Merri Utami, dia langsung masuk ruang isolasi lapas besi untuk menjalani mepeling (masa pengenalan lingkungan)," kata Koordinator Lapas se-Nusakambangan kala itu, Abdul Aris, Minggu (24/7/2016).
Eksekusi mati tahap III dilakukan pada Jumat (29/7/2016) pukul 00.45 WIB di lapangan tembak Limus Buntu, di belakang Pospol Nusakambangan.
Empat terpidana yang dieksekusi yaitu Freddy Budiman (WNI), Michael Titus (WN Nigeria), Humprey Ejike (WN Nigeria), dan Seck Osmane (WN Afrika Selatan).
Sebenarnya masih ada 10 terpidana mati lainnya yang telah dimasukkan ke ruang isolasi. Namun entah mengapa kemudian, jaksa eksekutor menunda pelaksanaan eksekusi 10 terpidana itu. Salah satu di antara 10 terpidana mati itu adalah Merri Utami.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) saat itu, Noor Rachmad, memastikan bahwa masih ada terpidana mati lainnya yang akan dieksekusi di kemudian hari. Namun Noor tidak menyebut detail kapan eksekusi berikutnya dilakukan.
"Untuk periode berikutnya, tentu tunggu saatnya nanti kami akan sampaikan," kata Noor saat jumpa pers di Dermaga Wijaya Pura, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016) pukul 02.23 WIB.
"Sampai hari ini kami belum mengetahui (kapan eksekusi sisanya) yang jelas rencana memang seperti yang disampaikan kajian-kajikan kami putuskan sementara ini 4 yang dieksekusi," ucap Noor melanjutkan.
Jokowi Terima Surat Permohonan Grasi
Pada 29 Juli 2016, surat permohonan grasi Merri Utami masuk ke Kementerian Sekretariat Negara. Namun, Presiden Jokowi kala itu belum memberikan sikap terhadap permohonan Merri yang lolos dari eksekusi mati tahap III itu.
Informasi yang diterima detikcom dari internal Istana Kepresidenan, Rabu (10/8/2016), berkas permohonan grasi Merri Utami masuk ke Kemensesneg pada 29 Juli 2016. Mensesneg Pratikno langsung meneruskan permohonan itu ke Jokowi.
Meski sudah menerima berkas permohonan grasi dari Merri Utami, Jokowi belum bersikap. Pasalnya, Presiden masih menunggu surat pertimbangan dari Mahkamah Agung terkait permohonan grasi ini.
Anak Merri Utami Temui KSP
November 2021, anak Merri Utami, Devy Christa, mendatangi Kantor Staf Presiden, Jakarta. Devy datang untuk menyerahkan surat permohonan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar mengabulkan grasi ibunya.
"Tadi di dalam kita masuk diterima dengan baik, kita menyerahkan surat terbuka dari saya untuk mendorong Presiden mengabulkan grasi ibu saya," ujar Devy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (1/11/2021).
Tak hanya membawa surat, Devy juga membawa beberapa kerajinan tangan karya Merri Utami berupa lukisan rajut dan tempat tisu terbuat dari mote. Dia mengatakan karya-karya itu dibuat oleh ibunya semasa mendekam di penjara.
"Ada beberapa karya Mama di dalam. Ada lukisan karya dan mote tempat tisu, tempat buah," tambahnya.
Menurutnya, karya-karya milik Merri yang ia serahkan ke Istana diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengabulkan permohonan grasi yang diajukan ibunya. Sebab, karya-karya itu menjadi bukti bahwa sang ibunda berkelakuan baik selama menjalani hukuman di penjara.
"Harapannya, beliau mempertimbangkan kasus ibu saya, mempertimbangkan semuanya. Di sisi lain ibu saya korban, terus juga 20 tahun terakhir kayaknya mustahil ya. Hukuman 20 tahun itu hukuman yang seperti apa, dan untuk mendorong grasi juga," kata Devy.
Devy didampingi oleh tim kuasa hukum LBH Masyarakat, yakni Afif Abdul Qoyim dan Aisyah. Mereka menyerahkan surat tersebut ke Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani yang didelegasikan melalui Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP Ruhaini Dzuhayatin.
"Kami juga didampingi bersama Devy anaknya Merri Utami yang secara langsung juga akan menyampaikan kepada perwakilan Istana atau Jokowi agar memahami situasi yang sudah 20 tahun dipenjara tanpa ada kepastian," kata kuasa hukum Merri Utami, Afif Abdul Qoyim, di kawasan Kantor Kemensetneg, Jakarta Pusat, Senin (1/11/2021).
Jokowi Kabulkan Grasi Merri Utami
Pengacara menyebut Merri Utami telah mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Merri Utami mendapatkan pengampunan menjadi hukuman penjara seumur hidup.
"(Jadi penjara) seumur hidup," kata pengacara Merri Utami, Aisya Humaida, kepada detikcom, Kamis (13/4/2023).
Aisya menyebut tim pengacara mendapatkan informasi pengabulan grasi itu dari Merri pada akhir Maret lalu. Sementara surat diterbitkan pada 13 Maret 2023.
"Tanggal 24 Maret itu informasi Merri pada kami. Kalau suratnya tanggal 13 Maret," tutur dia.
Aisya mengapresiasi pengurangan hukuman Merri Utami menjadi penjara seumur hidup. Namun dia berharap masa tahanan yang telah dijalani selam 22 tahun dipertimbangkan.
"Kami mengapresiasi pengurangan hukuman dari mati menjadi seumur hidup, namun kami menyayangkan tidak ada pertimbangan penjara 22 tahun yang telah dijalani. Harapan kami, terutama MU, mendapat perubahan hukuman yang bisa diketahui batas waktunya," jelasnya. (*)