3 Terdakwa Korupsi Proyek Jalan Lingkar Bengkalis Diadili, Didakwa Rugikan Negara Rp 59,6 Miliar
SabangMerauke News, Pekanbaru - Pengadilan Tipikor Pekanbaru menggelar sidang perdana kasus korupsi proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis, Selasa (18/1/2022). Tiga orang terdakwa menjadi pesakitan dalam kasus ini yang berkas perkaranya didakwa secara terpisah.
Ketiganya yakni Tirta Adhi Kazmi yang merupakan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) Dinas PUPR Bengkalis, Didiet Hadianto selaku Project Manager PT Wika-Sumindo Joint Operation dan Firjan Taufa alias Topan bekerja sebagai staf marketing/ pemasaran BUMN PT Wijaya Karya (Wika).
BERITA TERKAIT: Korupsi Proyek Jalan di Bengkalis, KPK Sita Rp 36 Miliar dari Tersangka Petrus Edy Susanto
Dalam persidangan tersebut, jaksa KPK menyatakan akibat perbuatan ketiga terdakwa secara bersama-sama, negara telah dirugikan sebesar Rp 59,6 miliar. Uang tersebut diduga mengalir ke sejumlah pihak, baik kontraktor maupun pejabat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkalis.
Pada kasus dugaan korupsi proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis senilai Rp 420 miliar ini, KPK sudah menetapkan sejumlah tersangka lainnya. Di antaranya pengusaha bernama Petrus Edy Susanto. Selain itu, I Ketut Suarbawa yang merupakan Manajer Wilayah 2 (Propinsi Riau, Kepri dan Sumatra Barat) PT Wika juga sudah berstatus tersangka.
Tiga orang tersebut didakwa dengan dakwaan primair pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP, subsidair pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
KPK dalam ringkasan dakwaan perkara menyebut kerugian negara dari proyek multiyears anggaran 2013-2015 ini merugikan negara sebesar Rp 59,6 miliar lebih.
Berdasarkan informasi yang dirilis di SIPP PN Pekanbaru, Kamis (13/1/2022), sejumlah orang dan korporasi turut menikmati aliran uang haram tersebut. Penelusuran SabangMerauke News, kerugian negara dari proyek tersebut diduga mengalir ke sejumlah pihak. Antara lain tersangka Tirtha Adhi Kazmi yang diduga mendapat uang sebesar Rp 400 juta. Selain itu, ada nama mantan Kadis PUPR Bengkalis, M Nasir yang kecipratan sebesar Rp 2 miliar.
Seorang bernama Tarmizi tertulis menerima sebesar Rp 70 juta. Uang tersebut juga mengalir juga ke anggota Tim Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak (P3K) proyek tersebut.
Seorang lain bernama Ngawidi bersama anggota tim Pemeriksa dan Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) disebut menerima sebesar Rp 500 juta. Ada juga nama Maliki yang merupakan Kasubag Keuangan Dinas PUPR Bengkalis ditulis menerima Rp 12 juta dan Ady Chandra selaku bendahara pengeluaran menerima sebesar Rp 2,5 juta.
Seorang bernama Tajul Mudaris dan Tim Eskalasi Harga disebutkan menerima sebesar Rp 70 juta.
Adalah Petrus Edy Susanto yang merupakan orang yang diduga telah diperkaya paling besar dalam kasus ini. Pengusaha yang sudah menjadi tersangka ini disebut diperkaya sebesar Rp 33,9 miliar.
Petrus disebut meminjam perusahaan PT Sumatera Indah Indonesia (PT Sumindo) dari Muhammad Saleh Pane. Namun karena nilai kemampuan dasar (KD) dari PT Sumindo untuk mengerjakan proyek multiyears masih kurang, Petrus menghubungi koleganya Bambang Saptadi.
Bambang adalah Manajer Wilayah 1 (Propinsi Aceh-Sumatra Utara) PT Wijaya Karya (PT Wika). Lewat Bambang, Petrus dikenalkan dengan I Ketut Suarbawa yang merupakan Manajer Wilayah 2 (Propinsi Riau, Kepri dan Sumatra Barat) PT Wika.
Hingga akhirnya terjadi kerjasama atau joint operation antara PT Sumindo dengan PT Wika dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT Wika dengan PT Sumindo. KSO ini kemudian memenangkan lelang yang diduga sudah diatur lebih awal diduga oleh mantan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh.
Ringkasan dakwaan jaksa KPK juga menyebut PT Wijaya Karya (Wika) telah diperkaya sebesar Rp 22,6 miliar. Adapun total kerugian negara atau perekonomian negara dalam proyek ini berdasarkan hasil audit BPK RI mencapai Rp 59,6 miliar. (*)