Perusahaan BUMN Dapat Proyek PL di Blok Rokan Tapi Tak Punya Modal Lalu Dikerjakan Kontraktor Lain, DPR: Bongkar Modus Sinergi BUMN!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Komisi VII DPR RI kembali membongkar dalil Sinergi BUMN yang diterapkan di Blok Rokan, Riau. Praktik penunjukkan langsung (PL) sejumlah anak perusahaan BUMN untuk mengerjakan proyek di ladang minyak terbesar di Indonesia tersebut dinilai aneh dan sarat korupsi.
"Ini namanya aja sinergi BUMN. Tapi tahukah bahwa Sinergi BUMN itu ada korupsi," kata anggota Komisi VII DPR, Muhammad Nasir dalam rapat bersama jajaran Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Senin lalu yang disiarkan lewat channel YouTube TV Parlemen.
Nasir dalam rapat tersebut mencecar Dirut PHR, Jaffee Arizon Suardin. Politisi Partai Demokrat itu mempertanyakan kebijakan penunjukkan langsung (PL) sejumlah anak perusahaan BUMN, sejak Blok Rokan dikelola PHR yang merupakan anak usaha PHE (Sub Holding Upstream).
Awalnya, Nasir mempertanyakan berapa nilai kegiatan kontrak tahunan yang ada di Blok Rokan. Jaffee menjelaskan kalau sepanjang tahun 2022, nilai investasi mencapai 530 juta USD. Sementara nilai biaya operasional menembus 1,5 miliar USD.
Nasir lantas menanyakan lebih lanjut tentang berapa jumlah anak perusahaan BUMN yang mendapat pekerjaan di Blok Rokan. Namun, Jaffee tidak bisa menjawabnya. Berkali-kali ditagih, Jaffee tak bisa memberikan penjelasan.
Terlihat Jaffee berkoordinasi dengan anak buahnya yang duduk tepat di belakangnya. Namun ditunggu-tunggu beberapa saat, data jumlah anak perusahaan BUMN yang diberi pekerjaan di Blok Rokan tak bisa disampaikan oleh Jaffee. Hal ini membuat sejumlah anggota DPR yang lain pun ikut gerah karena Jaffee kewalahan memaparkan data.
"Bapak kok lemot data," sahut Gandung, anggota Komisi VII DPR lainnya.
Setelah dicecar, Jaffee menyebut dari sebanyak 381 kontrak di Blok Rokan, ada 45 kontrak yang dikerjakan anak perusahaan BUMN. Sementara, dari total 196 perusahaan mitra PHR, sebanyak 19 di antaranya adalah merupakan anak perusahaan BUMN.
Nasir pun lantas mempertanyakan berapa anak perusahaan BUMN yang mendapat proyek dengan penunjukkan langsung. Lagi-lagi Jaffee tak bisa menjawabnya. Namun, untuk pengerjaan rig sumur baru baru, Jaffee menyebut kalau PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) ikut mendapatkan pekerjaan.
Dalam situs resmi Pertamina, disebut kalau PDSI merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina (Persero) yang telah beroperasi selama lebih dari sepuluh tahun. Perusahaan ini bergerak dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi pengeboran minyak dan gas bumi, serta panas bumi. PDSI juga memberikan pelayanan service pengeboran yang terintegrasi.
Munculnya nama PDSI tersebut kembali ditanyakan oleh Nasir apakah mendapat proyek dengan mekanisme penunjukkan langsung.
"Ia, Pak," jawab Jaffee.
"Kenapa ditunjuk langsung," tanya Nasir lagi.
"Itu dalam rangka sinergi BUMN," jawab Jaffee.
Jawaban Jaffee ini pun langsung disambar Nasir yang dikenal keras menyoroti Blok Rokan. Menurut Nasir, anak perusahaan BUMN yang mendapat PL di Blok Rokan tidak memiliki modal kerja. Justru kata Nasir, pekerjaan yang diperoleh PDSI diserahkan kepada kontraktor lain yang memiliki modal dan alat kerja lengkap.
"Ini kan namanya ngemplang-ngemplang. Cari keuntungan dari keringat orang lain. Apa masih ada preman dan tukang palak di BUMN ini sekarang," cerca Nasir.
Menurut Nasir, seharusnya proyek dikerjakan secara langsung oleh perusahaan yang mendapat pekerjaan, bukan dialihkan ke kontraktor lain. Dengan pola tersebut, maka rentang bisnis (supply chain) proyek makin panjang sehingga berbiaya tinggi.
"Ini kan korupsi namanya. Seharusnya langsung saja dikerjakan oleh perusahaan yang mampu itu. Anak perusahaan BUMN jangan cuma ngurusin administrasi, tapi pekerjaan diserahkan ke kontraktor lain," ketus Nasir.
Nasir juga menyebut anak perusahaan BUMN dengan dalil sinergi BUMN disuruh membuat penawaran dengan harga sendiri. Namun kenyataannya, setelah pekerjaan didapat, proyek dikerjakan oleh pihak ketiga lainnya.
"Ini membuka ruang korupsi. Apakah ini sistem yang dibangun BUMN membangun korupsi sebesar-besarnya di BUMN?" tanya Nasir.
"Gak benar ini. Ngemplang uang dari keringat orang lain. Gak ada hukum Pertamina, yang ada di Indonesia hukum cuma satu, yaitu hukum, undang-undang," tegas Nasir.
Nasir menegaskan, Komisi VII DPR harus membentuk panitia kerja (panja) untuk menelisik sengkarut proyek di PHR dan PHE. Ia ingin jargon sinergi BUMN dibongkar tuntas.
"Bongkar sinergi BUMN. Apa isinya? Anak perusahaan BUMN gak punya modal ini. Ditunjuk, disuruh buat harga sendiri, kajian apa nih. Cuma bahasa ini aja dibuat sinergi BUMN. Anak perusahaan BUMN, anak durhaka nih, kok dikasih PL terus," kata Nasir.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Diah Nurwitasari pun merasa kaget dan prihatin dengan mekanisme PL yang terjadi di Blok Rokan.
"Ini namanya memperpanjang mata rantai proyek. Harusnya dipersingkat. Saya prihatin kalau praktik seperti ini terjadi. Jangan-jangan bukan hanya di PHR, tapi di PHE juga. Makanya saya setuju dibentuk panja," kata Diah.
Mendapat kritikan keras sejumlah anggota DPR, Dirut PHR Jaffee Arizon tak bisa berkomentar apa pun. Hingga rapat usai, Jaffee tak kunjung menyerahkan daftar anak perusahaan BUMN yang mendapat proyek, khususnya lewat penunjukan langsung (PL) di Blok Rokan.
"Kapan itu datanya. Kapan diserahkan, saya tunggu ya," kata Nasir.
Pihak PT PDSI belum memberikan klarifikasi soal tudingan Nasir tersebut. (R-03)