Para Mualaf yang Terlupakan di Dusun Keridi Kepulauan Meranti, Mereka Merindukan Suara Azan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Fendri sangat terharuh menceritakan pengalamannya. Pria yang lebih populer disapa Fefen ini ternyata baru saja kembali dari kunjungan dakwah di Dusun Keridi, Desa Batin Suir, Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti.
Di desa ujung Indonesia berbatasan laut ke Malaysia itu, Fefen yang merupakan Koordinator Badan Waqaf Alquran (BWA) Kabupaten Kepulauan Meranti merasa malu pada dirinya sendiri. Loh, kenapa?
Begini kisahnya.
Pada 8 Februari 2023 lalu, Fefen mendapat panggilan telepon dari seorang temannya bernama Dani yang bercerita ada sebuah dusun tempatnya mengajar. Di sana, tepatnya di SD Negeri 10 Lukun, ada sebanyak 40 siswa, 18 orang di antaranya beragama Islam dan ingin mengadakan peringatan Isra Mi'raj. Namun pihak sekolah mengaku tidak memiliki biaya untuk mengundang penceramah sebagai pengisi tausiah.
"Dani bertanya kepada saya, apakah bisa mengisi kajian di sana, namun tidak ada amplopnya," kata Fefen menirukan pertanyaan temannya Dani.
Mendengar pertanyaan Dani, dirinya merasa tergugah. Ia teringat kisah Rasulullah yang berdakwah dilempari batu, sehingga tidak ada alasan baginya menolak tawaran itu, meskipun tidak ada uang lelah.
Fefen pun menyanggupinya. Tidak menunggu lama, tepatnya 9 Februari, Fefen bersama tiga orang rekannya, bergerak menuju Dusun Batang Buah dengan membawa 1 kotak Al Qur'an dari BWA. Setelah menempuh 30 menit perjalanan menggunakan sepeda motor, dilanjut naik perahu kecil selama 1 jam, mereka akhirnya hampir tiba di lokasi tujuan. Akses ke dusun itu hanya bisa dicapai menggunakan perahu.
Setelah 30 menit berjalan kaki lagi, akhirnya ia bersama temannya sampai di SD Negeri 10 dan disambut ramah oleh anak-anak di sana.
Saat melihat ada seorang anak perempuan tidak memakai hijab, Fefen lalu bertanya.
"Kenapa tak pakai jilbab, Nak? tanya Fefen.
Dengan polosnya anak itu menjawab "Saya agama Budha, Pak Ustadz".
Lalu Fefen kembali bertanya apakah orang tuanya tidak marah jika ia hadir di acara Islam.
Kembali dengan suara kecilnya anak itu menjawab, jika ia sangat rindu dengan suara azan. Sang bocah mengatakan sudah sangat lama tak terdengar suara adan di musala dekat kampungnya.
"Mendengar jawaban anak itu, saya tanpa sadar meneteskan air mata. Bagaimana tidak, seorang anak non muslim bisa merindukan suara azan," tutur Fefen.
Mualaf Tak Dibina
Dikatakan Fefen, dulunya di dusun tersebut ada pembinaan mualaf. Namun karena tak ada pembinaan lanjutan, banyak warga mualaf yang kembali ke aktifitas lama agama mereka tanpa meninggalkan Islam.
Saat membagikan Al Quran, anak-anak di sana berebutan dan bertanya apa isi dalam kotak yang dibawanya.
Anak itu juga menceritakan jika dulu di kampungnya ada orang yang membagikan Al Quran, sehingga rata-rata mereka ada yang sudah bisa membacanya. Namun saat ini mereka mengaku tidak bisa lagi membaca Al Quran.
"Kalau dulu di kampung kami pernah juga orang membagikan Al-Quran, tapi rata-rata orang kampung kami tidak bisa baca Al-Quran, jadi macam tak berguna Pak Ustadz," kata anak tersebut.
"Sekali lagi kami tertampar dengan ucapan anak itu, malu kami sebagai manusia yang mengaku sebagai pengemban dakwah tapi ada suatu desa yang sangat membutuhkan dakwah yang kami tidak tahu," ucap Fefen.
Diceritakan lagi oleh Fefen, saat memberikan tausiah agama, banyak anak yang terlihat serius mendengarkan apa yang disampaikannya, tidak terkecuali siswa yang non muslim.
"Tausiah kami laksanakan di kelas, anak yang ngobrol bersama saya tadi pun juga ada dan paling semangat dan kusyuk mendengarkan kisah Isra Mi'raj yang saya sampaikan. Di dalam kelas tersebut mayoritas adalah non muslim, dan yang membuat saya bahagia adalah saya dapat kesempatan mendakwahkan Islam kepada mereka," ujar Fefen.
Menjelang tengah hari, Fefen bersama temannya pamit untuk kembali pulang dan itu harus disegerakan. Soalnya, air sungai akan surut dan kapal tidak akan bisa keluar.
"Soalnya kami tidak ada persiapan untuk menginap," tuturnya.
"Sebelum pulang saya berjanji kepada anak-anak dan warga di sana bahwa saya akan datang lagi dengan pasukan yang lebih banyak. Banyak dari anak-anak tadi yang ikut mengantarkan kami ke kapal," tuturnya lagi.
BWA Kembali Datang
Pada 9 April lalu atau tepatnya 18 Ramadan, BWA kembali menyambangi dusun tersebut. Kali ini tim membawa 35 paket sembako dan pakaian bekas layak pakai.
Diungkapkan Fefen, perjalanan kali ini menggunakan kapal pompong milik Suardi, Kepala SDN 10 yang sering digunakannya untuk membawa para guru mengajar di dusun tersebut.
"Selain membawa sembako untuk dihadiahkan ke saudara mualaf di sana, kami juga melakukan pembinaan agama," tutur Fefen.
Tidak adanya pembinaan agama Islam di dusun tersebut membuat warga muslim di sana tidak bisa melaksanakan tuntunan agama sesuai syariat.
Menurut penuturan Amir, salah seorang RW, para mualaf tidak mendapat pembinaan. Amir sangat mendukung langkah dakwah BWA dan berharap dilakukan berkelanjutan.
Pada malam harinya, tim BWA menggelar salat Isya berjamaah dan dilanjutkan dengan salat tarawih bersama. Ternyata malam itu merupakan salat tarawih perdana, padahal bulan Ramadan sudah memasuki dua pekan.
"Setelah kami cari tahu kenapa tidak ada warga yang datang, rupanya kebanyakan dari mereka bukan tidak mau salat, namun tidak tahu bacaan salat dan tidak tahu mengaji. Air mata saya pun menetes," ucap Fefen.
Setelah melaksanakan salat tarawih berjamaah, tim BWA memberikan pengarahan terkait agenda ke depannya yang akan dilaksanakan setelah lebaran.
"InsyaAllah setelah lebaran kami akan rutin melakukan pembinaan di sana. Mulai dari mengajar mengaji, salat menyelenggarakan jenazah dan memahamkan merekat terkait syariat Islam secara kaffah supaya iman mereka kokoh," pungkasnya. (R-01)