Dirut PHR Jaffee Arizon Suardin Jadi Bulan-bulanan Anggota DPR: Panjenengan Pemimpin Kok Lemot Data?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee Arizon Suardin jadi bulan-bulanan sejumlah anggota Komisi VII DPR RI. Dalam rapat dengar pendapat, Senin (10/4/2023) Jaffee dicecar habis-habisan sehingga ia terkesan kehabisan kata-kata.
Rapat Komisi VII DPR kemarin diwarnai sejumlah ketegangan. Bermula dari pengusiran secara paksa terhadap Dirut PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Chalid Said Salim. Chalid dianggap telah melecehkan Komisi VII karena mangkir dalam kunjungan kerja ke Kalimantan pada 7 Februari silam. Chalid lantas diperintahkan keluar dari ruang rapat. Permintaan maafnya tak mengobati kemarahan para wakil rakyat.
Rapat pun kembali dilanjutkan. Yang hadir di jejeran bangku depan tinggal Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Wiko Migantoro dan Direktur PT PHR Jaffee Arizon Suardin.
BERITA TERKAIT: Dirut PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee Arizon Suardin Kabarnya Dicopot, Tinggal Tunggu Pelaksanaan RUPS
Giliran Jaffee yang berbicara. Ia diberi kesempatan memaparkan perkembangan terbaru Blok Rokan, blok migas terbesar di Indonesia yang sejak 9 Agustus 2021 lalu digarap oleh PHR setelah masa konsesi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) habis dan kontraknya tak diperpanjang pemerintahan Jokowi.
Baru ngomong beberapa kalimat dan pemaparannya belum selesai, Jaffee langsung dicecar. Siapa lagi kalau bukan oleh anggota Komisi VII, M Nasir. Politisi Partai Demokrat yang dikenal keras dan kasar berbicara ini langsung bertanya kepada Jaffee.
"Pak Dirut, mana dokumen data yang pernah saya minta dulu. Kok sampai sekarang tak dikasih juga. Sekarang sudah rapat, mana datanya?" tanya Nasir.
BERITA TERKAIT: Ini Sosok Calon Pengganti Dirut PT PHR Jaffee Arizon Suardin yang Kabarnya Dicopot, Siang Tadi Diusir Anggota DPR dari Rapat
Jaffee pun sempat terdiam. Rupanya, Nasir beberapa waktu lalu saat kunjungan kerja ke Riau pernah meminta data perkembangan operasional Blok Rokan. Termasuk data kontraktor pelaksana kegiatan, anggaran yang sudah dikucurkan dan jumlah anak perusahaan BUMN yang bercokol di Blok Rokan.
"Mana datanya? Sudah berapa lama? Kok gak selesai-selesai," sergah Nasir lagi seperti disiarkan dalam tayangan TV Parlemen, Senin kemarin.
Jaffee pun terlihat agak ragu menjawab.
"Nanti kami serahkan Pak. Dalam meeting ini belum bisa kami serahkan," jawab Jaffee.
"Jadi, kalau begitu apa yang mau kami dalami dalam rapat ini. Ini kan yang anda paparkan hanya soal rencana-rencana saja. Kami butuh datanya untuk kami dalami, jadi jelas," cecar Nasir lagi.
Jaffee kembali menyebut data tersebut akan diserahkan nantinya. Namun, Nasir terus menagih.
Kebuntuan pun terjadi. Hingga akhirnya pimpinan rapat Sugeng Suparwoto yang merupakan Komisi VII DPR mencoba menengahi. Sugeng bertanya apakah data yang dimaksud Nasir bisa diserahkan Jaffee sambil rapat berjalan, sehingga waktu tak habis tanpa kepastian.
"Kami upayakan, Pak," jawab Jaffee.
Tapi, Nasir tetap menagihnya. Ia heran mengapa data yang diminta tak selesai-selesai diserahkan.
"Tapi udahlah. Pokoknya nanti selesai rapat serahkan. Kalau gak diserahkan bisa keluar," kata Nasir.
Serangan keras terhadap Jaffee pun berlanjut benerapa menit kemudian saat sesi tanya jawab.
Lagi-lagi, Nasir mencecar Jaffee. Kali ini Nasir mempertanyakan soal berapa anak perusahaan BUMN yang diberikan pekerjaan tanpa melalui mekanisme tender (penunjukkan langsung). Jaffee terlihat gelagapan.
"Berapa banyak itu anak perusahaan BUMN. Yang main PL (penunjukan langsung, red). Mana datanya. Coba kasih tunjuk mana datanya," sergah Nasir.
Jaffee pun terlihat berkoordinasi dengan anak buahnya. Berkali-kali ia menoleh ke belakang meminta pasokan data.
Sementara Nasir terus menagih data tersebut. Menurut Nasir, ulah anak perusahaan BUMN di Blok Rokan sangat istimewa. Ia menyebut anak perusahaan BUMN itu tak punya modal. Proyek yang diperoleh lewat PL justru diserahkan ke kontraktor lain.
"Itu namanya makan keringat orang lain aja. Anak perusahaan BUMN hanya urus administrasi, bikin penawaran harga sendiri. Lalu dikerjakan oleh kontraktor lain. Apa ini namanya bukan korupsi? Rantai bisnisnya jadi panjang," kata Nasir.
Lagi-lagi Nasir menagih data soal berapa jumlah perusahaan BUMN yang mendapat proyek di Blok Rokan. Ia juga meminta berapa nilai proyek yang diperoleh anak perusahaan BUMN tersebut.
"Mana, mana datanya. Coba jelaskan, mana datanya, udah selesai?" tanya Nasir lagi.
Jaffee lantas menoleh lagi ke belakang berkoordinasi dengan anak buahnya. Namun data belum ia paparkan. Hingga akhirnya, Jaffe menyebut ada sebanyak 385 kontrak pekerjaan di Blok Rokan, dimana sebanyak 45 kontrak dikerjakan oleh anak perusahaan. Jaffee pun menyebut dari sebanyak 196 perusahaan mitra PHR di Blok Rokan, 19 di antaranya merupakan anak perusahaan BUMN.
"Coba mana datanya. Nanti serahkan ya," kata Nasir yang lagi-lagi membuat Jaffee harus menoleh ke belakang menerima info dari anak buahnya.
Gandung, Anggota Komisi VII lainnya pun mengungkapkan kekecewaan terhadap Jaffee. Ia menilai sebagai pucuk pimpinan di PHR, Jaffee yang populer dipanggil Pak Buyung tidak menguasai data.
"Saya kecewa sekali melihat Dirut PHR. Sedikit-sedikit lihat ke belakang. Sama sekali gak menguasai data. Ditanya ini, lihat ke belakang. Ditanya itu, juga lihat ke belakang. Pemimpin yang gak menguasai data," cecar Gandung.
Gandung menilai, seorang pemimpin sekaliber Dirut PHR harusnya bisa menguasai data. Ia juga aneh sikap PHR yang tertutup dalam memberikan data.
"Kalau sudah berkali-kali diminta data tapi gak dikasih, pasti ada masalahnya," kata Gandung.
Gandung pun kembali mengungkap kekesalannya kepada Jaffee. Lagi-lagi soal sikap Jaffee yang kerap menoleh ke belakang berbicara dengan anak buahnya.
"Anda ini top manajemen. Kok lemot data. Gak main-main jabatan sampeyan. Panjenengan itu performance-nya sebagai pemimpin. Jangan lemot data gitu," kritik Gandung.
Dicecar bertubi-tubi, Jaffee pun hanya terdiam. Terlihat dia menulis di atas notepad yang ada mejanya. Rapat pun langsung dialihkan ke pembahasan lain. (R-01)