Bawaslu Sebut Ada Kebohongan Publik KPU Pekanbaru dalam Pengumuman Coklit, KPU Riau Singgung Hukum Pidana dan ITE
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pernyataan Ketua Bawaslu Kota Pekanbaru Indra Khalid Nasution yang menilai telah terjadi pembohongan publik dengan diumumkannya proses coklit (pencocokan dan penelitian) pemilih Pemilu 2024 tuntas 100 persen oleh KPU Pekanbaru, kembali direspon KPU. Ketua KPU Riau Ilham Yasir bahkan menyebut ada konsekuensi pidana dari pernyataan Indra Khalid tersebut.
Menurut Ilham, diksi pembohongan publik sangat serius dan bukan pilihan kata yang biasa-biasa saja. Tapi ada aspek pidana yakni di KUHPidana maupun Undang-undang ITE.
"Yang mendalilkan ada punya kewajiban membuktikan. Karena itu perlu kami luruskan biar tidak menjadi opini di publik seolah-olah tuduhan itu benar adanya," kata Ilham, Sabtu (8/4/2023).
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Kota Pekanbaru Indra Khalid Nasution menyebut bahwa masih ada Pantarlih yang belum melaksanakan coklit ke rumah warga. Anehnya, KPU Pekanbaru justru mendapat penghargaan terbaik dari KPU Riau dan Coklit dinyatakan selesai 100 persen.
"Di lapangan kami menemukan presentasi coklit yang cenderung dipaksakan untuk selesai 100 persen di akhir batas coklit. Padahal masih ada Pantarlih belum melaksanakan coklit ke rumah warga," kata Indra di Pekanbaru, Kamis (6/4/2023) kemarin.
Dengan klaim pelaksanaan coklit yang tuntas, KPU Riau lantas memberi penghargaan kepada KPU Pekanbaru serta KPU kabupaten/ kota lainnya. Indra Khalid Nasution mengatakan laporan 100 persen e-Coklit oleh KPU Kota Pekanbaru tidak sepenuhnya benar. Soalnya masih ditemukan beberapa warga yang belum ter-coklit serta ditemukan banyaknya data pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Ilham mengklaim tidak mungkin ada kebohongan publik yang dilakukan oleh KPU Kota Pekanbaru. Menurutnya, proses pelaksanaan pleno rekapitulasi pemutakhiran Data Pemilih Sementara (DPS) yang dilakukan KPU Pekanbaru bersifat berjenjang dan ditempuh terbuka serta transparan.
Ilham Yasir merasa khawatir pernyataan Ketua Bawaslu Pekanbaru tersebut bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap tahapan Coklit saat ini.
"Jika ada data yang tidak benar disajikan KPU, sehingga memunculkan tudingan pembohongan publik, mestinya rekan-rekan di bagian pengawasan (Bawaslu, red) secara berjenjang mengoreksinya," terang Ilham, Sabtu(8/3/2023).
Ilham menegaskan, proses Coklit dilakukan KPU, PPK, PPS dan Pantarlih di lapangan. Dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan Bawaslu maupun parpol peserta pemilu.
Ia mengatakan jika Bawaslu mendapati fakta berbeda, seharusnya dilakukan komunikasi ke KPU. Tidak langsung main tuding, tanpa ada sandingan data yang benar versi Bawaslu.
Tahapan Coklit, kata Ilham, merupakan pekerjaan massif dan massal yang rawan kecurangan. Hal ini harus dicegah dan diawasi sehingga publik selaku pemilih dan partai politik peserta pemilu mendapatkan jaminan kepastian data yang baik dan benar digunakan di Pemilu 2024.
Namun Ilham mengajak agar jajarannya di KPU maupun mitranya Bawaslu bersikap proporsional.
Sebelumnya, Koordinator Divisi Perencanaan dan Data KPU Riau, Abdul Rahman mengklaim penghargaan e-Coklit diberikan secara terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penghargaan menurut Abdul, diberikan sebagai bentuk apresiasi untuk menghargai kerja-kerja e-Coklit berdasarkan kecepatan KPU kabupaten/ kota dalam menginput semua data-data Coklit-nya ke dalam aplikasi e-Coklit.
"Syarat primer-nya adalah unggah ke e-Coklit harus mencapai 100 persen jumlah pemilih dalam DP4," kata Abdul, Jumat (7/4/2023).
KPU Provinsi Riau memberikan penghargaan percepatan penggunaan e-Coklit kepada 5 KPU kabupaten/ kota yang mampu menyelesaikan unggah 100 persen coklit DP4 ke e-Coklit. Yakni penghargaan terbaik 1 untuk Kota Dumai, terbaik 2 Kota Pekanbaru, terbaik 3
Kabupaten Kepulauan Meranti, terbaik 4 Kabupaten Kuantan Singing dan terbaik 5 untuk KPU Kabupaten Rokan Hilir.
Menurut Abdul, Kota Dumai mendapat penghargaan terbaik 1 karena data unggahnya sinkron 100 persen DP4. Sedangkan KPU Kota Pekanbaru dan KPU Kepulauan Meranti memiliki nilai yang sama di mana terdapat satu jenis data pemilih yang tidak sinkron, namun jumlah DP4 Kota Pekanbaru jauh lebih banyak dari Kepulauan Meranti sehingga dianggap kerjanya lebih berat dan sulit.
"Dengan pertimbangan ini KPU Pekanbaru mendapatkan posisi terbaik 2 dan Kepulauan Meranti terbaik 3," jelasnya lagi. (CR-01)