Hari Ini Batas Akhir Lapor SPT Pajak Tahunan, Simak Cara dan Syaratnya
SABANGMERAUKE NEWS - Batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak (WP) orang pribadi jatuh pada hari ini, Jumat (31/3/2023).
Hal tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo.
"Benar, batas akhir untuk wajib pajak (WP) orang pribadi adalah 31 Maret, kalau WP Badan 30 April," ujarnya, Jumat (31/3/2023).
Setiap wajib pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) harus melaporkan SPT tahunan sebelum batas akhir selesai.
Wajib pajak yang tidak lapor atau terlambat lapor SPT tahunan, maka dapat dikenakan sanksi.
Cara lapor SPT tahunan wajib pajak orang pribadi
Cara lapor SPT tahunan bagi wajib pajak orang pribadi dapat dilakukan secara online menggunakan e-Filling di laman djponline.pajak.go.id.
Sebelum itu, wajib pajak perlu mengetahui jenis formulir yang akan digunakan untuk mengisi SPT. Hal ini karena setiap formulir SPT Tahunan memiliki cara pengisian yang berbeda. Adapun formulir SPT tahunan untuk orang pribadi terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Formulir 1770 SS: Formulir 1770 SS merupakan jenis formulir SPT tahunan untuk wajib pajak pribadi dengan penghasilan kurang dari atau sama dengan Rp 60 juta per tahun. Jenis formulir SPT tahunan ini diperuntukkan kepada karyawan yang bekerja hanya pada satu perusahaan dan sudah bekerja minimal satu tahun.
2. Formulir 1770 S: Formulir 1770 S adalah jenis formulir SPT tahunan untuk wajib pajak pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 60 juta per tahun. Jenis SPT tahunan ini diperuntukkan pada orang pribadi yang bekerja di dua perusahaan atau lebih dalam kurun waktu satu tahun.
3. Formulir 1770: Sedangkan formulir 1770 adalah jenis formulir SPT tahunan yang digunakan oleh wajib pajak orang pribadi dengan status pekerja sebagai pemilik usaha.
Berikut adalah cara untuk lapor SPT tahunan wajib pajak orang pribadi melalui e-Filing dan e-Form.
1. Formulir 1770 SS melalui e-Filing Siapkan dokumen pengisian formulir 1770 SS, yaitu bukti potong dari perusahaan tempat WP bekerja
- Kunjungi laman pajak.go.id lalu tekan "LOGIN"
- Isikan NPWP, password, dan kode keamanan. Jika sudah, klik "LOGIN"
- Setelah masuk ke dashboard perpajakan, klik menu "Lapor" dan klik menu "e-Form"
- Pastikan perangkat yang digunakan sudah terinstal IBM Viewer Klik "Buat SPT"
- Wajib pajak akan diberi beberapa pertanyaan untuk dijawab
- Klik "SPT 1770 S"
- Isi data formulir seperti tahun pajak, status SPT normal, dan klik "Kirim Permintaan"
- Sistem akan mengunduh e-Form dan buka dokumen yang sudah diunduh
- Isi Bagian A pada Lampiran 2 dengan data penghasilan final
- Isikan daftar harta yang dimiliki di akhir tahun pada Bagian B Lakukan penyesuaian pada Bagian C berdasarkan data utang terkini dan tahun sebelumnya
- Isikan daftar susunan anggota keluarga pada Bagian D dan klik "Selanjutnya"
- Isikan penghasilan Neto dalam negeri yang bukan final pada Bagian A
- Isikan penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak pada Bagian B
- Isikan pemotongan atau pemungutan PPh dari bukti potong pada Bagian C
- Lengkapi data identitas
- Isikan anguran bulanan pada poin D.14
- Lampirkan dokumen pada bagian D
- Isikan tanggal pembuatan SPT
- Masukkan kode verifikasi yang dikirimkan melalui email dan klik "Submit"
- WP akan menerima Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) atas SPT yang dilaporkan ke email.
Sanksi telat lapor SPT tahunan
Sanksi akan diberikan kepada setiap warga negara Indonesia (WNI) yang tidak membayar dan tidak melaporkan SPT tahunannya.
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Berikut ini, sanksi jika telat lapor SPT tahunan:
1. Sanksi administrasi
Berdasarkan aturan dalam pasal 7 ayat 1 UU KUP, sanksi administrasi merupakan sanksi yang diberikan dalam bentuk denda.
Denda yang dikenakan bila telat lapor SPT tahunan untuk wajib pajak orang pribadi sebesar Rp 100.000. Sedangkan sanksi administrasi yang dikenakan untuk wajib pajak badan yang tidak melapor SPT tahunan sebesar Rp 1.000.000.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia.
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pembayaran sanksi denda tersebut dapat dilakukan setelah Kantor Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau keterlambatan pelaporan SPT Tahunan.
2. Sanksi pidana
Selain sanksi administrasi, seseorang yang telat dalam melapor SPT tahunan juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Sanksi pidana ini akan diberikan bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak melapor pajak.
Di mana sanksi pidananya bisa dalam bentuk kurungan penjara dan denda sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 1 UU KUP. Berdasarkan ketentuan tersebut, sanksi pidana dapat diberikan kepada setiap orang yang dengan sengaja:
1. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
3. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
5. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, di mana Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
7. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain.
8. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11).
9 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Adapun sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun.
Selain itu, akan didenda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (*)