Profil PT Rifansi Dwi Putra, Perusahaan Beken yang Terseret Kasus Tanah Urug Diduga Ilegal untuk Tapak Sumur Minyak Blok Rokan
SabangMerauke News, Pekanbaru - PT Rifansi Dwi Putra mendadak jadi objek pemberitaan media. Penyebabnya, perusahaan ini disebut-sebut terlibat dalam penggunaan tanah urug (tanah timbun) diduga ilegal dari dua perusahaan yang menjadi pemasok tanah untuk tapak (wellped) sumur minyak di Blok Rokan yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), pasca PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) habis kontrak pada 9 Agustus 2021 lalu.
Dua perusahaan pertambangan tanah yakni PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) disebut oleh Inspektur Tambang Kementerian ESDM Provinsi tidak memiliki izin lengkap alias beroperasi ilegal. Kedua perusahaan adalah rekanan PT Rifansi yang menjadi vendor PT PHR, bahkan sejak Blok Rokan masih dikelola oleh PT Chevron (CPI).
Dilihat dari situs resmi perusahaan, PT Rifansi terbilang keren dan beken. Ini bukan perusahaan kecil kacangan, namun memiliki segudang pengalaman mengerjakan proyek, khususnya berkaitan di sektor migas dalam skala besar. Perusahaan ini disebut memiliki empat kantor yang berada di Duri, Bengkalis, Pekanbaru, Balikpapan dan Jakarta.
BERITA TERKAIT: PT Pertamina Hulu Rokan Pakai Tanah Urug Dari Perusahaan Tambang Diduga Ilegal
PT Rifansi yang berdiri sejak 1997 dikenal kerap menggarap proyek-proyek di lingkungan PT Chevron, raksasa migas yang memilih hengkang dari Blok Rokan. Hingga kini, kontrak Rifansi dengan PT PHR masih berlanjut meneruskan pekerjaan yang pernah diberikan oleh PT Chevron.
Perusahaan ini dipimpin oleh Ricky Sinambela selaku Presiden Direktur PT Rifansi Dwi Putra. Namun, sejak kasus dugaan tanah urug ilegal ini mengemuka, Ricky tak kunjung memberikan pernyataan dan klarifikasi tentang posisi perusahaan dalam kasus tersebut. SabangMerauke News telah beberapa kali mengonfirmasi Ricky via pesan Whatsapp, namun tak kunjung dibalasnya.
BERITA TERKAIT: Demo Tanah Timbun Sumur Minyak Blok Rokan Diduga Ilegal di Kantor Pertamina: Copot Dirut PHR, Putuskan Kontrak PT Rifansi Dwi Putra!
Dalam situsnya, perusahaan memampangkan deretan proyek yang pernah digarap. Antara lain work unit rate (konstruksi) di PT Chevron Pacific Indonesia sejak 2010 hingga 2020 lalu dengan masa 3 kali kontrak berturut-turut. Juga turut dalam pekerjaan Operation Maintenance and Support Service pada 2013-2017 lalu dengan dua kali kontrak oleh PT CPI.
PT Rifansi juga merupakan kontraktor yang menangani urusan limbah dan transportasi PT CPI. Ia memenangi dua kali kontrak untuk kegiatan Waste Handling and Transportation pada 2016 hingga 2021 lalu.
BERITA TERKAIT: Heboh Tanah Urug Ilegal untuk Tapak Minyak Sumur Blok Rokan, Diduga PT Rifansi Dwi Putra Pindah Lokasi Penggalian Tanah
Kaliber perusahaan ini kian melambung saat ikut serta dalam pengerjaan proyek pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai dan Bangkinang yang digarap oleh PT Hutama Karya Infrastruktur (HKi). Belakangan, perusahaan keluarga ini juga memenangi proyek jasa transportasi (Transportation Service) di PT Pertamina Hulu Makaham untuk 3 kontrak pada 2019 hingga 2023 mendatang.
Sebagai perusahaan kelas nasional, perusahaan ini mengklaim memiliki nilai-nilai dan budaya kerja yang unggul yakni etika, integritas, kejujuran dan keadilan sebagai jantung perusahaan.
BERITA TERKAIT: Gunakan Tanah Urug Diduga Ilegal Untuk Tapak Sumur Minyak dari PT Rifansi Dwi Putra, Ini Kata Manajemen PHR
Sayangnya, nama besar perusahaan ini sepertinya 'tergelincir' pada urusan tanah urug diduga ilegal yang isunya kini kian melebar.
Manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) telah merespon soal pasokan tanah urug pembangunan sumur minyak dari mitra kerjanya PT Rifansi Dwi Putra yang diduga berasal dari perusahaan penambangan tanah beroperasi tanpa izin (ilegal). Meski demikian, PHR belum mengambil langkah konkret terhadap mitra kerjanya tersebut, termasuk belum menjatuhkan sanksi.
Dalam pernyataan tertulis yang dikirim VP Corporate Affairs PT PHR wilayah kerja Blok Rokan, Sukamto Tamrin menyatakan, anak perusahaan BUMN tersebut mewajibkan semua mitra kerja mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal pengadaan tanah urug.
"Kami mewajibkan semua mitra kerja untuk setiap kontrak barang/ jasa di lingkungan PHR WK Rokan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal pengadaan tanah urug," terang Sukamto Tamrin kepada SabangMerauke News, Kamis (13/1/2022) lalu.
Pakar hukum pidana, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH menilai kasus usaha pertambangan ilegal yang menjerat PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) mestinya diusut secara pidana. Tak hanya untuk kedua perusahaan tersebut, namun pihak lain sebagai pengguna tanah urug (tanah timbun) yang diduga ilegal itu juga bisa diseret secara hukum.
"PT Rifansi Dwi Putra dan PT PHR dapat dikenakan sebagai penadah," terang Dr Muhammad Nurul Huda dalam keterangan tertulis kepada SabangMerauke News, Jumat (14/1/2022) lalu.
Nurul Huda mendesak aktivitas penambangan tanah ilegal diusut oleh aparat hukum, khususnya kepolisian. Termasuk soal potensi adanya kerugian negara akibat tidak menerima pemasukan keuangan negara dari kegiatan penambangan tanah diduga ilegal yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut.
"Pelakunya mesti diusut secepat mungkin. Jika dibiarkan bisa berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk itu, harus ada upaya yang tegas dari penegak hukum untuk menindaknya," tegas Nurul Huda.
Adapun undang-undang yang bisa dikenakan terhadap perusahaan tersebut yakni pasal 160 Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
"PT Rifansi Dwi Putra dan PT Pertamina Hulu Rokan tak bisa lepas dari kasus ini. Harus juga ikut mempertanggungjawabkannya secara hukum. Aparat mestinya bertindak. Bisa dijerat sebagai penadah," tegas Nurul yang merupakan Direktur Eksekutif Formasi Riau ini.
Sebelumnya, Inspektur Tambang Kementerian ESDM Riau menyebut bahwa dua perusahaan yakni PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) diduga melakukan aktifitas pertambangan ilegal di Kecamatan Tanah Putih. Kedua perusahaan memasok tanah urug kebutuhan lokasi tapak sumur bor minyak Blok Rokan yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), BUMN anak perusahaan PT Pertamina.
Kedua perusahaan itu diketahui merupakan pemasok untuk PT Rifansi Dwi Putra yang merupakan vendor PT Pertamina Hulu Rokan dalam penyiapan lokasi tapak sumur minyak. (*)