Heboh Tanah Urug Ilegal untuk Tapak Minyak Sumur Blok Rokan, Diduga PT Rifansi Dwi Putra Pindah Lokasi Penggalian Tanah
SabangMerauke News, Pekanbaru - Geger temuan Inspektur Tambang Kementerian ESDM Riau soal penambangan ilegal oleh dua perusahaan mitra PT Rifansi Dwi Putra di Kabupaten Rokan Hilir memunculkan spekulasi miring. Diduga, aktivitas lokasi penggalian telah berpindah dari Kecamatan Tanah Putih kini ke Kecamatan Bangko Pusako.
Sumber media menyebut sejak dilakukannya inspeksi lapangan oleh Kementerian ESDM dan Polda Riau, sejumlah peralatan kerja yakni alat berat dan truk bergeser ke daerah Balam di kilometer 16, Gang Janda, Desa Bangko Bakti Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rohil.
BERITA TERKAIT: Demo Tanah Timbun Sumur Minyak Blok Rokan Diduga Ilegal di Kantor Pertamina: Copot Dirut PHR, Putuskan Kontrak PT Rifansi Dwi Putra!
Belum diketahui soal perizinan penggalian tanah di lokasi baru ini. SabangMerauke News telah mengonfirmasi pimpinan sekaligus owner PT Rifansi Dwi Putra, Ricki Sinambela terkait temuan informasi awal ini. Ricki belum membalas pesan singkat via WhatsApp yang dikirimkan SabangMerauke News siang ini.
"Aparat hukum dan Pemda Rohil seharusnya memeriksa dugaan lokasi baru pengerugan tanah ini. Jangan sampai lokasi baru ini juga ilegal dan perusahaan yang beraktivitas tidak memiliki izin lengkap. Jangan diabaikan karena ini menyangkut lingkungan," kata pakar hukum pidana, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH, Sabtu (15/1/2022).
BERITA TERKAIT: PT Pertamina Hulu Rokan Pakai Tanah Urug Dari Perusahaan Tambang Diduga Ilegal
Sebelumnya, Inspektur Tambang Kementerian ESDM Riau menyebut bahwa dua perusahaan yakni PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) diduga melakukan aktifitas pertambangan ilegal di Kecamatan Tanah Putih. Kedua perusahaan memasok tanah urug kebutuhan lokasi tapak sumur bor minyak Blok Rokan yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), BUMN anak perusahaan PT Pertamina.
BERITA TERKAIT: Gunakan Tanah Urug Diduga Ilegal Untuk Tapak Sumur Minyak dari PT Rifansi Dwi Putra, Ini Kata Manajemen PHR
Kedua perusahaan itu diketahui merupakan pemasok untuk PT Rifansi Dwi Putra yang merupakan vendor PT Pertamina Hulu Rokan dalam penyiapan lokasi tapak sumur minyak.
Pakar hukum pidana, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH menilai kasus usaha pertambangan ilegal yang menjerat PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) mestinya diusut secara pidana. Tak hanya untuk kedua perusahaan tersebut, namun pihak lain sebagai pengguna tanah urug (tanah timbun) yang diduga ilegal itu juga bisa diseret secara hukum.
Diwartakan sebelumnya, PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) diduga kuat adalah pemasok tanah urug untuk PT Rifansi Dwi Putra. Selanjutnya, PT Rifansi Dwi Putra diduga menggunakannya untuk menimbun tapak (wellped) sumur minyak wilayah kerja Blok Rokan yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
"PT Rifansi Dwi Putra dan PT PHR dapat dikenakan sebagai penadah," terang Dr Muhammad Nurul Huda dalam keterangan tertulis kepada SabangMerauke News, Jumat (14/1/2022).
Nurul Huda mendesak aktivitas penambangan tanah ilegal diusut oleh aparat hukum, khususnya kepolisian. Termasuk soal potensi adanya kerugian negara akibat tidak menerima pemasukan keuangan negara dari kegiatan penambangan tanah diduga ilegal yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut.
"Pelakunya mesti diusut secepat mungkin. Jika dibiarkan bisa berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk itu, harus ada upaya yang tegas dari penegak hukum untuk menindaknya," tegas Nurul Huda.
Adapun undang-undang yang bisa dikenakan terhadap perusahaan tersebut yakni pasal 160 Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
"PT Rifansi Dwi Putra dan PT Pertamina Hulu Rokan tak bisa lepas dari kasus ini. Harus juga ikut mempertanggungjawabkannya secara hukum. Aparat mestinya bertindak. Bisa dijerat sebagai penadah," tegas Nurul yang merupakan Direktur Eksekutif Formasi Riau ini. (*)