Kisah Pencopotan Kapolri Soekanto, Merasa Dikhianati 7 Perwira Polisi
SABANGMERAUKE NEWS - Hari itu, 17 Desember 1959. Hari terakhir Soekanto menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Soekanto menghadiri serah terima jabatan tidak menggunakan pakaian dinas. Dia memilih menggunakan pakaian sipil.
"Soekanto tidak bersedia memakai baju dinas karena dirinya telah diberhentikan dengan tidak hormat yang diartikan dirinya sudah tidak diperlukan lagi sebagai anggota polisi," seperti dikutip dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto.
Soekanto diantar M. Jasin ke tempat pelaksanaan serah terima jabatan yang dilakukan secara terbatas di lingkungan Departemen Kepolisian. Ketika ingin menandatangani Berita Acara Serah Terima Jabatan, Soekanto kembali menunjukkan kekecewaannya.
Soekanto menolak menandatangani Berita Acara jika masih tertera tulisan Menteri Muda Kepolisian atau Kepala Kepolisian Negara (KKN). Akhirnya ditambahkanlah kata 'bekas' agar Soekanto mau membubuhkan tanda tangannya.
Saat diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan, Soekanto hanya menggunakannya secara singkat. "Teguhkan dalam iman, dan bangunkan kembali Korps Kepolisian seperti sedia kala," ungkap Soekanto.
Pengkhianatan 7 Perwira Polisi
Kekecewaan Soekanto diberhentikan sebagai Menteri Muda Kepolisian/Kepala Kepolisian negara disebabkan adanya pengkhianatan.
Ceritanya, pada 11 Desember 1959, Soekanto mendapatkan telepon dari Kepala Staf Angkatan Bersenajata (KSAB), Nasution. Dia mengatakan,ada 7 anggota kepolisian menghadap dan meminta agar Soekanto diganti.
Mendengar pengakuan Nasution, Soekanto terkejut. Lantas bertanya kepada Nasution mengenai nama-nama ke-7 anggota polisi yang menghadapnya.
"Siapa saja mereka?" tanya Soekanto.
"Enoch Danoebrata, Soemeru, Sutarto, Soeparto, Soekahar, Soetjipto Danoekoesoemo, dan Poerwata," jawab Nasution.
Setelah mendengar nama-nama tersebut, raut wajah Soekanto berubah.
"Raut mukanya berubah karena dari nama-nama itu ada yang sangat dekat dengan dirinya, bahkan selama ini dianggap sebagai anaknya sendiri," kenang Toeti Soebadi dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto.
Menghadap Bung Karno
Setelah itu, ke-7 perwira tersebut menghadap Presiden Sukarno. Alasan mereka, Soekanto sudah tidak bisa diajak bicara.
Terjadi kesalahpahaman antara Soekanto dan ke-7 perwira. Soekanto merasa tujuan mereka menghadap Presiden agar dirinya diberhentikan sebagai Menteri Muda Kepolisian.
Ini berbeda dengan pengakuan Soetjipto Danoekoesoemo.
Menurutnya, ke-7 perwira menghadap presiden untuk menyampaikan agar dilakukan retolling dalam tubuh kepolisian sesuai semangat kembali kepada UUD 1945. (*)