Sejarah dan Tradisi Hari Raya Nyepi Umat Hindu
SABANGMERAUKE NEWS - Hari Raya Nyepi yang dirayakan Umat Hindu setiap Tahun Baru Saka, kali ini akan berlangsung pada Rabu (22/3/2023). Selama proses pelaksanaan Hari Raya Nyepi, umat Hindu dilarang melakukan beberapa aktivitas.
Provinsi Bali yang penduduknya mayoritas beragama Hindu, juga bakal merayakan Nyepi. Larangan melakukan aktivitas bertujuan supaya kekhusyukan ibadah umat Hindu tidak terganggu.
Mereka yang merayakan Nyepi menjadikan momentum tersebut untuk mengevaluasi diri dan memohon kepada Sang Hyang Widhi untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
Nyepi berasal dari kata sepi (artinya sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan pada kalender Caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Dalam perhitungan kalender Caka, satu tahun memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa.
Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi (tiap 1 januari), Tahun Baru Caka di Bali dimulai dengan menyepi dan melaksanakan catur brata penyepian dan tidak ada aktivitas seperti biasa alias dilarang dan dihentikan selama hari raya Nyepi berlangsung.
Hari raya Nyepi tercipta berdasarkan cerita dari kitab suci Weda yang menceritakan di mana pada awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan.
Pada saat itu banyak terjadi pertikaian antar suku-suku bangsa (Suku Caka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) dengan kondisi menang dan kalah yang silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku pada akhirnya menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama itu.
Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Caka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Caka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Caka, pada bulan Maret tahun 78 masehi.
Berkat kepemimpinan Raja Kaniskha I yang berhasil menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda. Untuk memperingati hal baik yang terjadi dibawah kepemimpinan Raja Kaniskha I maka terciptalah Hari Suci Nyepi. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung (alam semesta/macrocosmos).
Fakta Menarik Hari Raya Nyepi
Seperti hari raya keagamaan lainnya, Hari Suci Nyepi juga memiliki ciri khas tersendiri dan berbagai rangakaian kegiatan yang harus dilakukan selama hari raya berlangsung. Nah, berikut ini berbagai fakta menarik seputar Hari Suci Nyepi yang kamu perlu ketahui:
1. Harus Sunyi selama 24 Jam
Setiap penganut agama Hindu pada saat hari raya Nyepi wajib untuk tetap sunyi selama 24 jam. Ini dilakukan dengan tidak menyalakan lampu, listrik, berbicara, berangkat kerja atau sekolah dan hal-hal lainnya yang bisa menimbulkan suara atau menunjukkan tanda kehidupan selama hari raya berlangsung.
Aktivitas sunyi ini dilakukan karena hari raya Nyepi ini dipercaya memiliki tujuan untuk mengelabui setan-setan yang ada, dengan berpura-pura untuk “tidak ada kehidupan” selama seharian penuh agar setan-setan pembawa bencana atau petaka dapat pergi.
2. Istilah untuk Larangan yang Tidak Boleh dilakukan di Hari Suci Nyepi
Terdapat beberapa peraturan dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh umat Hindu selama hari raya Nyepi, yaitu:
Amati Geni
Aturan ini bersifat larangan. Semua umat Hindu yang merayakan Nyepi dilarang menyalakan api, cahaya, dan listrik, atau menunjukkan sifat amarah seperti nyala api.
Amati Lelanguan
Amati Lelanguan merupakan larangan bagi siapa pun untuk bepergian, melakukan kegiatan foya-foya atau bersenang ria secara berlebihan.
Biasanya, aturan ini diikuti dengan berpuasa penuh selama Hari Raya Nyepi.
Amati Karya
Aturan wajib saat Nyepi berikutnya adalah Amati Karya yang berarti tidak boleh bekerja selama perayaan Nyepi.
3. Berbagai Ritual di Hari Raya Nyepi
Ritual Nyepi dimulai dari pukul 06.00 pagi hingga 06.00 pagi keesokan harinya sesuai hitungan waktu setempat. Di Bali sendiri, sebagai kota dengan penganut agama Hindu terbanyak di Indonesia pelaksanaan Nyepi lebih khidmat lagi karena semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Sama seperti perayaan hari raya keagamaan lainnya, Nyepi juga memiliki rangkaian kegiatan yang wajib di lakukan umat Hindu yaitu berikut ini baik sebelum hari raya Nyepi dan sesudahnya:
Melasti
Upacara ini dilakuka tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis.
Pada hari itu, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau untuk dibersihkan atau disucikan.
Bagi umat Hindu, laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan dipercaya dapat menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Kemudian, di sekitar laut atau danau itu pula umat Hindu akan melakukan sembahyang bersama.
Di Bali sendiri, ada Pantai Sanur, Pantai Klotok, dan Pantai Candidasa yang sering dijadikan tempat untuk prosesi Melasti.
Upacara Buta Yadnya
Satu hari sebelum Nyepi yaitu pada 'tilem sasih kesanga' (bulan mati ke-9), seluruh umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya.
Makna dari upacara Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat. Dikalangan masyarakat Hindu, Buta Kala dianggap akan menimbulkan penyakit, malapetaka, dan kematian.
Saat upacara Buta Yadnya, seluruh masyarakat dari segala tingkatan akan mengambil salah satu caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya.
Upacara Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian atau pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya.
Caru yang ada di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah sembilan tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (warna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak.
Ngerupuk/Pengerupukan (Pawai Ogoh-ogoh)
Prosesi tawur atau pecaruan biasanya diikuti oleh upacara pengerupukan (ngerupuk). Dibagian ini, umat Hindu akan melakukan beberapa ritual.
Di antaranya adalah menyebar nasi tawur, mengobori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Di Bali, pengerupukan biasa dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling desa dan kemudian dibakar di atas api unggun. Tujuannya sama yaitu untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar. Biasanya, ogoh-ogoh digambarkan berupa boneka raksasa yang terbuat dari kertas dan bambu.
Hari Raya Nyepi
Keesokan harinya yaitu pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya.
Pada hari ini, suasana akan terasa seperti kota mati. Tidak ada kesibukan aktivitas pada umumnya. Di hari ini, umat Hindu akan melaksanakan 'Catur Brata' Penyepian.
Catur Brata Penyepian meliputi 3 aturan Hari Raya Nyepi, yakni amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), dan amati lelanguan (tidak berfoya-foya).
Dalam Catur Brata Penyepian ini ada beberapa hal yang biasa dilakukan umat Hindu, yaitu:
Brata: mengekang hawa nafsu seperti berpuasa.
Yoga: hubungan jiwa dengan paramatma/Tuhan.
Tapa: latihan ketahanan menderita.
Samadi: manunggal kepada Tuhan yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin.
Semua itu menjadi kewajiban bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.
Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Caka/Hari Suci Nyepi adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada 'pinanggal ping kalih' (tanggal 2) sasih kedasa (bulan ke-10). Pada hari ini, Tahun Baru Nyepi sudah memasuki hari kedua. Umat Hindu akan melakukan Dharma Santi (silaturahmi), dari siang hingga sore hari.
Dharma Santi dilakukan dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang semua manusia di seluruh penjuru Bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Karena itu, setiap manusia hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan, serta hidup damai dan rukun.
Omed-omedan
Bersamaan dengan hari Ngembak Geni, ada tradisi unik turun-temurun bernama Omed-omedan yang hanya bisa ditemui di daerah Sesetan, Denpasar. Tradisi Omed-omedan biasanya diikuti oleh para pemuda-pemudi setempat yang belum menikah dari usia 17 hingga 30 tahun.
Omed-omedan dimulai dengan sembahyang bersama. Lalu, akan dibagi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Kedua kelompok ini akan berdiri berhadapan. Nantinya, kedua kelompok ini tarik-menarik, berpelukan, dan berciuman pipi sambil disiram air oleh semua masyarakat yang hadir.
Namun sebelum itu, semua peserta Omed-omedan diwajibkan mengikuti upacara atau sembahyang di Pura Banjar.
Mebuug-buugan
Tradisi Mebuug-buugan juga dilakukan oleh warga Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Tradisi ini diambil dari kata 'buug', artinya tanah atau lumpur untuk membersihkan diri saat menyambut tahun yang baru.
Sesuai namanya, dalam tradisi Mebuug-buugan, setiap orang akan mengotori badan mereka dengan lumpur. Jadi bisa dibilang, ini seperti perang lumpur. Perang lumpur ini boleh diikuti oleh kaum laki-laki maupun perempuan dari semua usia.
Setelah kotor-kotoran dengan lumpur, semua peserta akan berjalan menuju pantai di bagian Barat untuk membersihkan diri. Meski terkesan aneh, tradisi Mebuug-buugan sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih dilestarikan, setelah sempat terhenti selama 60 tahun dan mulai ramai lagi pada tahun 2015.