Walikota Pekanbaru Digugat karena Tak Becus Urus Sampah, Hakim Tempuh Upaya Mediasi
SabangMerauke News, Pekanbaru - Perkara gugatan perbuatan melawan hukum antara Tim Advokasi Sapu Bersih Kota Pekanbaru melawan Wali Kota Pekanbaru, DPRD Pekanbaru dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru memasuki tahap mediasi, Kamis (13/1/2022) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Ketua Majelis Hakim Effendi menunjuk hakim mediator Daniel Ronald, satu dari empat hakim mediator di pengadilan kelas I tersebut. Katanya, Ronald peringkat empat dalam pelatihan mediator dan pernah jadi Ketua PN Ranai, untuk wilayah hukum Kabupaten Natuna dan Anambas, Kepulauan Riau.
Meski majelis hakim menunjuk mediator, kuasa hukum penggugat Noval Setiawan, sempat mengusulkan agar hakim mediator bersertifikat lingkungan menjadi mediatornya, sesuai dengan perkara yang digugat.
Effendi yang menjabat Wakil Ketua PN Pekanbaru mengaku, belum terlalu hapal latar belakang hakim di PN Pekanbaru. Tapi, menurutnya tidak jadi persoalan bila hakim mediator tidak memiliki sertifikasi tersebut. Alasannya, mediasi hanya bersifat umum. Jangka waktu mediasi diberi selama 30 hari.
“Kalau mediator berhasil mendamaikan kedua belah pihak, itu akan jadi prestasi baginya. Tapi tetap kami kembalikan pada para pihak. Kami ingin senyamannya saja,” kata Effendi.
Koalisi Sapu Bersih terdiri dari Walhi Riau dan LBH Pekanbaru menggugat Pemerintah Pekanbaru atas buruknya pengelolaan sampah. Mereka, menyoal pembatasan sampah plastik sekali pakai, timbunan sampah, pengelolaan sampah, penyediaan tempat pembuangan sementara dan pemrosesan akhir. Termasuk pengangkutan sampah melalui pihak ketiga.
Timbunan sampah berulang dari tahun ke tahun telah merusak lingkungan, jalan, mencemari udara, mengganggu keindahan kota serta mengakibatkan banjir. Ragam masalah ini, dianggap sebagai cerminan perencanaan kota yang sangat buruk oleh Wali Kota Firdaus selama dua periode.
Direktur Walhi Riau Boy Jerry Even Sembiring, saat konferensi pers, 16 Desember lalu, mengatakan gugatan tersebut atas inisiasi publik.
“Walhi Riau memfasilitasi dan membuka ruang untuk menyampaikan serta memperjuangan hak masyarakat terkait persoalan sampah yang berulang tiap tahun.”
Boy, mendesak pemerintah Pekanbaru membuka informasi dan ruang partisipasi. Sementara DPRD Pekanbaru harus menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran yang baik. Terlebih lagi, memaksa pemerintah memperbaiki masalah sampah ini. Lagi pula, Peraturan daerah tentang pengelolaan sampah saat ini belum spesifik mengatur pengendalian sampah. Lebih mirip atau mengulang penjelasan dalam UU 18/2008.
Direktur LBH Pekanbaru Andi Wijaya, menyebut salah satu penyebab menumpuknya sampah awal tahun, karena menunggu pemenang tender pengangkut sampah. Sejak 2016, Pemerintah Pekanbaru tidak belajar dari masalah tersebut. Andi, mendesak pemerintah kota menghapus kebijakan itu dan mengembalikan skema pengangkutan langsung oleh DLHK.
Andi, juga meminta pemerintah menerbitkan peraturan daerah tentang pengurangan dan pembatasan sampah plastik. Saat ini masih berupa surat edaran. Kemudian, beralih dari TPA open dumping ke sanitary landfill. Terakhir meningkatkan anggaran pengendalian sampah.
“Pengelolaan sampah lewat pihak ketiga bukti pemerintah tidak sanggup menyelesaikan masalah. Sementara retribusi sampah tidak sebanding dengan biaya pengangkutan yang dibayarkan ke pihak sawasta,” ujar Andi. (*)