Demo Tanah Timbun Sumur Minyak Blok Rokan Diduga Ilegal di Kantor Pertamina: Copot Dirut PHR, Putuskan Kontrak PT Rifansi Dwi Putra!
SabangMerauke News, Jakarta - Isu tanah urugan (tanah timbun) ilegal yang digunakan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk tapak sumur minyak bergulir panas. Sekelompok orang yang menamakan dirinya Mahasiswa Riau Egaliter Menggugat (MERIAM) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Aksi ini sebagai desakan untuk pengusutan tuntas kasus tanah galian (uragan) ilegal yang diduga digunakan mitra kerja (kontraktor) PHR yakni PT Rifansi Dwi Putra.
BERITA TERKAIT: PT Pertamina Hulu Rokan Pakai Tanah Urug Dari Perusahaan Tambang Diduga Ilegal
Sebelumnya, Inspektur Tambang Provinsi Riau Kementerian ESDM menyebut bahwa dua perusahaan yakni PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) diduga melakukan aktifitas pertambangan ilegal. Kedua perusahaan memasok tanah urug kebutuhan lokasi tapak sumur bor minyak PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di wilayah kerja Migas Blok Rokan, Provinsi Riau.
Kedua perusahaan itu diketahui merupakan pemasok untuk PT Rifansi Dwi Putra yang merupakan vendor PT Pertamina Hulu Rokan dalam penyiapan lokasi tapak sumur minyak.
BERITA TERKAIT: Gunakan Tanah Urug Diduga Ilegal Untuk Tapak Sumur Minyak dari PT Rifansi Dwi Putra, Ini Kata Manajemen PHR
Koordinator Lapangan MERIAM, Amin AR mendesak PHR melakukan peninjauan ulang terkait kerjasama dengan PT Rifansi Dwi Putra (RDP).
“Mendesak PT PHR memutuskan kerjasama dengan PT RDP agar dalam proses pemboran PT PHR terhindar dari menggunakan tanah urugan yang kami duga ilegal. Karena berdasarkan informasi per 30 Desember 2021 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rokan Hilir telah menutup lokas pertambangan Galian C yang tanahnya digunakan untuk urugan proses pembo, karena PT BTP belum ada izin lingkungan,” Amin AR dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Kamis sore tadi.
MERIAM juga mendesak pimpinan BUMN PT Pertamina mencopot Dirut PT PHR karena diduga lalai mengawasi kinerja kontraktor yang diduga menggunakan tanah urug ilegal.
"Meminta pimpinan Pertamina mencopot Dirut PT PHR karena diduga telah terjadi kongkalingking dengan Pemkab Rohil, karena pada tanggal 5 Januari 2022 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Rohil memasang garis batas menghentikan kegiatan di lokasi PT BTP di Kepenghuluan Manggala Sakti. Diduga pada 6 Januri 2022, PT BTP beroperasi kembali, hal ini diduga karena PT PHR menyurati Pemkab Rokan Hilir," jelas Amin.
MERIAM juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Dirut PT PHR, Bupati Rokan Hilir dan Kadis DLH Rohil karena diduga telah kongkalingkong yang mana penambangan tanah urug di Rohil diduga belum ada izin semestinya. Namun lanjut Amin, diduga karena adanya permintaan tanah urug dari PHR kepada Bupati Rohil maka Kadis DLH Rohil mengizinkan kegiatan pertambangan tanah urug dilanjutkan meskipun sempat ditutup DLH Rohil.
VP Corporate Affairs PT PHR wilayah kerja Blok Rokan, Sukamto Tamrin belum memberikan komentar soal tudingan aksi MERIAM di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta ini.
Diwartakan sebelumnya, Manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) merespon soal pasokan tanah urug pembangunan sumur minyak dari mitra kerjanya PT Rifansi Dwi Putra yang diduga berasal dari perusahaan penambangan tanah beroperasi tanpa izin (ilegal). Meski demikian, PHR belum mengambil langkah konkret terhadap mitra kerjanya tersebut.
Dalam pernyataan tertulis yang dikirim VP Corporate Affairs PT PHR wilayah kerja Blok Rokan, Sukamto Tamrin menyatakan, anak perusahaan BUMN tersebut mewajibkan semua mitra kerja mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal pengadaan tanah urug.
"Kami mewajibkan semua mitra kerja untuk setiap kontrak barang/ jasa di lingkungan PHR WK Rokan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal pengadaan tanah urug," terang Sukamto Tamrin kepada SabangMerauke News, Kamis (13/1/2022).
Ia juga menyatakan kalau tingkat kepatuhan mitra kerja terhadap peraturan perundang-undangan merupakan salah satu butir penilaian kinerja mitra kerja.
"Tingkat kepatuhan mereka (mitra kerja, red) merupakan salah satu butir penilaian kinerja pihak mitra kerja" jelasnya singkat.
Saat dikonfirmasi apakah PHR akan menjatuhkan sanksi terhadap mitra kerja yang diduga melanggar ketentuan perundang-undangan, Sukamto belum memberikan penjelasan.
Diwartakan sebelumnya, Inspektur Tambang Provinsi Riau Kementerian ESDM menyebut bahwa dua perusahaan yakni PT Bahtera Bumi Melayu (BBM) dan PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) diduga melakukan aktifitas pertambangan ilegal.
Kedua perusahaan memasok tanah urug kebutuhan lokasi tapak sumur bor minyak PT Pertamina Hulu Rokan di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan di Provinsi Riau.
Kedua perusahaan itu diketahui merupakan pemasok untuk PT Rifansi Dwi Putra yang merupakan vendor PT Pertamina Hulu Rokan dalam penyiapan lokasi sumur bor tersebut.
SabangMerauke News belum dapat mengonfirmasi PT Rifansi Dwi Putra ikhwal masalah ini.
PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu diduga kuat melakukan kegiatan operasi pengurugan tanah pada saat mereka memiliki Izin Usaha Pertambangan yang masih berstatus eksplorasi dan bukan berstatus operasi produksi.
Sebagaimana diketahui, pasal 160 Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara menyatakan bahwa setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar. (*)