Benarkah Jaffee Arizon Suardin Sosok 'Untouchable Man' di Blok Migas Rokan?
SABANGMERAUKE NEWS - Kasus kecelakaan kerja sudah menewaskan 10 buruh migas di Blok Rokan sejak dikelola PT Pertamina Hulu Rokan pada 9 Agustus 2021 silam. Kejadian terakhir, menimpa 3 pekerja PT Prasadha Pamunah Limbah Industri PPLI di instalasi tangki limbah lumpur bor CMTF Balam Selatan, Rokan Hilir pada Jumat 24 Februari pekan lalu.
Ketiga pekerja bernama Hendri, Ade dan Dedi. Para pekerja meregang nyawa karena masuk ke dalam tangki limbah berisi zat kimia mematikan tanpa menggunakan alat pengaman diri dan prosedur kerja yang memadai. Peristiwa ini menambah rentetan panjang kecelakaan kerja di Blok Rokan.
Sejumlah kasus kecelakaan kerja dan kasak kusuk bisnis di Blok Rokan menyita perhatian publik maupun elit daerah Riau. Namun, hingga kini belum pernah ada pernyataan resmi dari pemerintah pusat, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Pertamina Holding atas kejadian memilukan ini.
Pada akhir tahun lalu, pejabat elit PHR yakni Feri Sri Wibowo yang menjabat sebagai Executive Vice President Business Upstream dicopot. Ia diganti pejabat baru bernama Edwil Suzandi. Menyusul beberapa pekan setelahnya, Executive Vice President Business Support Fransjono Lazarus juga dimutasi.
Sebelumnya, aksi bongkar pasang elit pejabat di PHR sudah kerap dilakukan. Misalnya, pencopotan Vice President Procurement and Contractor Erwin Karoew dan pergantian Vice President Corporate Affairs Sukamto Tamrin.
Feri Sri Wibowo dan Fransjono Lazarus adalah dua pejabat elit setingkat di bawah Direktur Utama PHR, Jaffee Arizon Suardin. Namun, pergantian kedua pejabat itu nyatanya tak memberikan perubahan yang substantif, kecelakaan kerja justru berulang terjadi.
Kini, publik mulai bertanya-tanya tentang posisi Dirut PHR Jaffee Arizon Suardin yang masih aman-aman saja. Sejumlah pihak telah mendesaknya untuk mundur sebagai bentuk sikap ksatria atas indikasi kegagalan manajemen yang terjadi di PHR.
Siapa sebenarnya Jaffee Arizon Suardin?
Diketahui, Jaffee merupakan alumnus kampus Institut Teknologi Bandung ITB. Ia kemudian disebut melanjutkan pendidikan master dan doktoral di Texas A&M USA dengan spesialisasi Chemical Engineering.
Sekitar 2016, Jaffee kembali ke Tanah Air. Ia pun langsung menjabat sebagai Staf Ahli pada Kementerian ESDM.
Tak sampai setahun kemudian, tepatnya pada 26 Mei 2017, Jaffee dilantik menjadi Deputi Perencanaan pada SKK Migas oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan. Konon, Jaffee merupakan teman dari Archandra Tahar, mantan Menteri ESDM yang menggantikan Sudirman Said pada 27 Juli 2016 lalu.
Archandra sendiri hanya menjabat sebagai Menteri ESDM tak sampai sebulan lamanya. Pada 15 Agustus 2016, ia diberhentikan menyusul tuduhan dwi kewarganegaraan yang dimilikinya. Archandra kemudian diangkat kembali menjadi Wakil Menteri ESDM pada 14 Oktober 2016 hingga 20 Oktober 2019. Saat Archandra menjabat Wakil Menteri ESDM inilah, Jaffee dipromosi menjadi Deputi Perencanaan SKK Migas.
Secara khusus, Jaffee dinilai tidak memiliki pengalaman dan jam terbang yang memadai di dunia hulu migas. Perkenalannya dengan sektor hulu diawali saat bertugas sebagai tim transisi Blok Rokan.
Presiden Jokowi mengambil keputusan politik dengan merebut Blok Rokan dari tangan PT Chevron Pacific Indonesia CPI. Blok Rokan kemudian diserahkan ke Pertamina melalui cucu perusahaannya PT Pertamina Hulu Rokan PHR. Sejak 9 Agustus 2021 lalu, resmi sudah Blok Rokan dikelola PHR.
Sebenarnya, Jaffee bukanlah Dirut PHR yang pertama. Awalnya, PT Pertamina Persero lebih dulu mengangkat Ricardo Perdana Yudantoro sebagai Dirut PHR. Namun, pada Mei 2021 atau sekitar 3 bulan sebelum serah terima Blok Rokan dari CPI ke PHR dilakukan, Pertamina mendadak melakukan RUPSLB. Hasilnya, mencopot Yudantoro dan mengangkat Jaffee sebagai Dirut PHR yang baru.
Pengangkatan Jaffee yang populer dipanggil dengan Pak Buyung sebagai Dirut PHR kala itu sempat menuai tanda tanya. Penunjukannya disebut penuh kontroversi.
Idealnya, untuk ladang migas sebesar Blok Rokan, dibutuhkan sosok Dirut yang memiliki kemampuan handal di sektor hulu. Publik kala itu menilai sosok dari internal Pertamina lebih tepat diangkat, ketimbang Jaffee yang merupakan pejabat SKK Migas.
Buyung juga dianggap tidak mempunyai pengalaman cukup di sektor hulu migas karena baru tujuh tahun berkarir di hulu migas RI. Itupun hanya sebagai enggineer bidang keselamatan kerja (Health Safety Security Environmental/ HSSE). Kalah jauh dengan Yudantoro yang sudah melanglang buana di berbagai ladang eksplorasi dan produksi migas.
Usut punya usut, ternyata penunjukkan Jaffee alias Buyung sebagai Dirut PHR adalah permintaan Dirut Pertamina Persero, Nicke Widyawati. Ini terungkap dari surat tertanggal 30 April 2021 yang ditujukan kepada Kepala SKK Migas. Isinya meminta proses administrasi terhadap Jaffee ke PHR atas usulan dari Menteri BUMN selaku pemegang saham Pertamina.
Kala itu, Jaffee memang masih memegang jabatan Deputi Perencanaan SKK Migas. Sehingga izin dari Kepala SKK Migas Dwi Soejipto diperlukan. Sempat tersiar kabar kalau Dwi tak mengizinkan Jaffee pindah ke PHR.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan pernah menyebut penujukkan Jaffee sebagai Dirut PHR dianggap kontroversial. Pasalnya, masih banyak internal Pertamina yang layak menempati posisi tersebut dengan track record pengalaman jauh lebih mumpuni di hulu migas.
Ia beranggapan, Jaffee tidak cukup berpengalaman di sektor hulu migas. Karirnya di hulu migas RI berawal hanya dari kedekatannya dengan mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar yang kemudian mengangkatnya sebagai staf ahli kemudian ditunjuk sebagai Deputi Perencanaan SKK Migas.
Rasanya, tak berlebihan kalau Jaffee Arizon Suardin alias Buyung merupakan sosok istimewa. Rekam karirnya yang begitu mulus dan cepat melejit jadi indikatornya.
Kini, ketika Blok Rokan yang ia pimpin sedang dilanda prahara kasus kecelakaan kerja bertubi-tubi, posisi Jaffee juga setakad ini masih aman. Padahal, sejumlah pejabat elit PHR telah dicopot.
Apakah Jaffee merupakan The Untouchable Man in Rokan Block? Soalnya, hingga kini posisinya tak tersentuh di Pertamina. (*)