Warga 'Rampok' Datangi Bank Bawa Senjata Api Desak Pencairan Uang Tabungan, Khawatir Negaranya Bangkrut
SABANGMERAUKE NEWS - Krisis ekonomi berujung bangkrutnya negara Lebanon membuat rakyatnya gusar. Sasarannya, sejumlah bank didatangi warga dan memaksa agar petugas bank mencairkan uang tabungan mereka.
Aksi ini dilakukan warga bak adegan perampok. Mereka mendatangi bank sambil membawa senjata api. Tindakan ini dilakukan karena para nasabah bank mengalami kesulitan dalam menarik dana yang dimiliki mereka.
Dalam sebuah video yang diunggah majalah TIME bahkan menunjukkan seorang nasabah yang datang ke bank dan berteriak sambil memegang pistol.
"Saya bukan datang untuk merampok uang orang lain, saya datang untuk mengambil hak milik saya," ujar salah seorang nasabah yang datang memprotes kebijakan bank dikutip Rabu, (1/3/2023).
Hal ini nyatanya bukanlah satu-satunya yang terjadi di Negeri Pohon Aras. Di September dan Oktober 2022, The Guardian sempat menulis, lebih dari selusin perampokan sudah terjadi di bank seluruh negeri.
Beberapa di antaranya telah melibatkan senjata asli dan kekerasan. Ada pula yang datang dengan pistol mainan.
Sali Hafez, misalnya, merampok salah satu bank di Beirut dengan mendesak teller memberikan uang tabungannya senilai US$ 12.000. Dia putus asa lantaran memerlukan uang untuk pengobatan kanker adiknya.
Cynthia Zarazir, melakukan aksi duduk dengan pengacaranya di salah satu cabang bank sampai para pejabat setuju untuk menyerahkan US$ 8.500 dari rekeningnya. Ia ingin menggunakan untuk perawatan kanker saudara perempuannya.
"Lihat kekacauan ini," kata nasabah lain bernama Rashid. "Kita harus menunggu di sini seperti pengemis yang menunggu untuk masuk hanya untuk mendapatkan uang."
Lebanon memang diketahui sedang mengalami persoalan ekonomi yang akut. Negara berpenduduk 7 juta orang itu disebut salah manajemen.
Padahal ini bukan krisis pertama. Karena Lebanon pernah mengalami krisis serupa akibat perang saudara dari 1975 hingga 1990.
Krisis kali ni ditandai oleh berkurangnya devisa negara itu yang diikuti oleh inflasi yang begitu tinggi. Pada Januari 2023, tingkat inflasi tahunan Lebanon meningkat menjadi 123,53% atau naik dari 121,99% pada Desember 2022 karena kenaikan harga perumahan dan ongkos transportasi yang juga mengalami lonjakan.
Selain itu, mata uang Pound Lebanon baru-baru ini mencapai titik terendah sepanjang masa dan kini telah kehilangan sekitar 95% nilainya sejak dimulainya krisis keuangan di negara itu pada akhir 2019.
Ini pun menyulitkan negara itu untuk melakukan impor bahan bakar, pangan, dan obat-obatan. Padahal, harga komoditas itu telah naik sejak perang Rusia-Ukraina, dan persoalan pangan masih terus membelit semenjak ledakan besar di Pelabuhan Beirut pada 2020 lalu yang menghancurkan tempat penampungan biji-bijan.
Untuk menangani hal ini, pemerintah telah meminta warga untuk tidak mengambil dana di ATM melebihi US$ 400 atau setara Rp 6,1 juta dalam satu bulan. Namun, dengan kenaikan harga-harga barang, nominal ini dirasa tidak cukup.
"Banyak bank bangkrut," kata Dina Abou Zour, seorang pengacara dan pendiri kelompok yang dikenal sebagai Serikat Penyimpan, yang mengkampanyekan hak masyarakat untuk dapat mengakses tabungan mereka.
"Hal-hal seharusnya tidak mengarah ke sini. Tidak ada perubahan yang terlihat. Hal itulah yang membuat para nasabah kehilangan harapan. Para hakim mogok. Karyawan sedang mogok kerja. Pengadilan, institusi tidak berfungsi," ujarnya menyindir negeri itu. (*)