AKMR Soroti Keras Kematian 3 Pekerja PT PPLI di Blok Rokan, Azwir: Slogan Safety First Bukan Pajangan, PHR Harus Selektif Pilih Pemenang Lelang!
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Dewan Pimpinan Harian (DPH) Asosiasi Kontraktor Migas Riau (AKMR) merespon soal tewasnya 3 pekerja PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di Blok Rokan pada Jumat pekan lalu. AKMR menyampaikan rasa prihatin yang mendalam seraya menyerukan agar PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan stakeholder lainnya segera melakukan langkah koreksi besar-besaran dalam memberi jaminan keselamatan pekerja sekaligus ekosistem bisnis yang sehat dan kompetitif. Salah satunya, meminta PHR selektif menetapkan calon perusahaan pemenang lelang.
"AKMR berharap kepada PT Pertamina Hulu Rokan serta para stakeholder untuk sesegera mungkin melakukan tindakan perbaikan secara besar-besaran," kata Ketua Umum DPH AKMR, Azwir Effendy dalam keterangan tertulis yang diterima SabangMerauke News, Rabu (1/3/2023).
PPLI merupakan rekanan (mitra kerja) PHR sebagai pemberi kerja yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah lumpur bor. Perusahaan ini mayoritas sahamnya dimiliki korporasi Jepang, dan sisanya hanya 5 persen sahamnya dimiliki BUMN yakni PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Azwir menjelaskan, pemajangan tulisan 'Safety First' acap kali tersebar di setiap lokasi Blok Rokan. Semestinya, tulisan itu menjadi pengingat keras bahwa keselamatan jiwa dan raga lebih utama dari segalanya.
“Slogan itu seharusnya bukan sekadar pemanis pandangan dan pajangan semata. Namun sebagai penegasan bahwa setiap orang yang bekerja di lingkungan PT PHR harus mengutamakan keselamatan dalam bekerja," tegasnya.
Azwir mengaitkan kondisi yang terjadi pada era PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengelola ladang Blok Rokan selama puluhan tahun silam. Raksasa migas tersebut secara konkret menempatkan faktor keselamatan kerja sebagai perioritas utama dan pertama. Soal produksi migas berada di sasaran kedua.
"Makanya kita jarang dan minim sekali mendengar insiden di tempat kerja saat era CPI sebagai operator Blok Rokan," tegasnya.
Menurut Azwir, berdasarkan fakta yang diperlihatkan dari video detik-detik masuknya 3 pekerja PPLI ke tangki limbah menunjukkan secara gamblang korban pekerja tidak mengikuti prosedur kerja. Bahkan, para pekerja yang meninggal sama sekali tidak menggunakan APD lengkap dan standar sesuai peruntukannya.
Azwir menilai kematian 3 pekerja PPLI di fasilitas pengelolaan limbah lumpur bor CMTF Balam Selatan milik PHR sangat riskan. Dalam ketentuannya, aktivitas pekerjaan di fasilitas CMTF sudah diatur secara ketat khususnya bagi pekerja yang akan memasuki areal kerja.
Padahal, ketentuan tersebut sudah diatur di dalam kontrak pengelolaan fasilitas yang sebagian tertuang di dalam Constraction Management Plant (CMP). Secara teknis, kontraktor pelaksana juga wajib menyediakan alat pelindung diri (APD) yang standar. Meliputi Self Contained Breathing Apparatus (SCBA), H2S Gas Detector, sarung tangan, FRC, safety shoes, safety hat dan peralatan lainnya.
Menurutnya, prosedur kerja pada tangki tertutup harus menggunakan APD yang sesuai. Selain itu, bagi pekerja yang akan menaiki tangki, di samping harus memiliki General Permit To Work (GPTW) juga harus menggunakan body hardness dan body system serta diawasi oleh pengawas (supervisor).
"Jika karena sesuatu hal pekerja harus memasuki tangki limbah lumpur bor, maka diharuskan untuk menggunakan SCBA yang sudah dilengkapi dengan alat monitor gas beracun," tegasnya.
GPTW adalah izin yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja yang akan melakukan pekerjaan di fasilitas limbah. Tanpa GPTW, tak seorang pun yang bisa memasuki fasilitas dan melakukan aktivitas.
Menurut Azwir, seharusnya pekerja yang ditempatkan untuk melakukan pekerjaan pada fasilitas limbah merupakan pekerja yang memiliki pengalaman dan bersertifikat sesuai dengan kompetensinya.
Soalnya, limbah lumpur bor yang ditampung dalam tangki mengandung gas beracun yang sangat berbahaya berasal dari polymer dan NaOH. Zat ini menghasilkan gas amoniak dari hasil bakteri pengurai serta gas H2S yang dapat menyebabkan syok, kejang, tidak bisa bernafas hingga berujung kematian jika terhirup secara langsung tanpa menggunakan alat pelindung diri yang standar. Ini yang diduga kuat menyebabkan 3 pekerja PPLI tewas.
Atas kejadian tersebut, AKMR pun menyerukan agar PHR dan mitra kerjanya memperketat pengawasan dan penggunaan alat-alat keselamatan kerja.
Hal yang paling pokok yakni AKMR meminta PHR selektif dalam menetapkan perusahaan calon pemenang lelang.
Juga mendorong PHR melakukan evaluasi terhadap semua proses pelaksanaan pekerjaan, pengadaan dan pengawasan pada semua unit pekerjaan.
Langkah lain yang disampaikan AKMR yakni agar perusahaan melakukan pelatihan keselamatan kerja (safety class) bagi calon pegawai yang akan melakukan pekerjaan serta pelatihan keselamatan kerja secara periodik bagi pegawai yang sudah bekerja.
"Budaya keselamatan kerja harus menjadi prioritas utama sebagai alat dalam meningkatkan produksi. Kami berharap kejadian fatality ini tidak terulang kembali," pungkas Azwir.
DPRD Riau Geram PHR Selalu Salahkan Mitra Kerja
Wakil Ketua DPRD Riau Agung Nugroho kesal dengan sikap manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang dinilai lempar tanggung jawab terkait rentetan kecelakaan kerja yang menewaskan sejumlah pekerja di Blok Rokan. Terhitung sejak Juli 2022 hingga Februari 2023 ini, sudah sebanyak 10 pekerja meninggal dunia.
Agung Nugroho menjelaskan, manajemen PHR sudah berulang kali dipanggil DPRD Riau, baik oleh Komisi V dan Komisi IV. Namun, dalam penjelasannya kepada wakil rakyat, PHR selalu menyalahkan sub kontraktor atau mitra kerja mereka.
Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, PHR seharusnya tak bisa tinggal diam atas kasus kecelakaan kerja yang terjadi di wilayah operasionalnya. PHR bertanggung jawab dalam hal pengawasan apapun yang terjadi di Blok Rokan.
"Kalau memang dikarenakan perusahaan sub kontraktor yang tak cermat menjalankan SOP, maka lebih baik hentikan kerjasama. Kalau tidak bisa diurus, hentikan. Jangan terjadi lagi," tegas Agung, Selasa (28/2/2023).
Menurutnya, sikap manajemen PHR yang tidak tegas akan menyebabkan korban buruh terus berjatuhan. Kondisi ini dipastikan mengganggu psikologi pekerja di wilayah PHR.
"Di perusahaan lain tidak ada seperti ini kejadiannya," kata Agung.
DPRD Riau sebelumnya mendesak agar Dirut PHR Jaffee Arizon Suardi hadir memenuhi panggilan terkait tingginya kasus kecelakaan kerja di Blok Rokan sejak diambil alih pada 9 Agustus 2021 lalu dari tangan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Namun, dalam sejumlah undangan yang dilayangkan Dewan, Jaffee tak pernah muncul. Ia hanya diwakili oleh anak buahnya.
Diwartakan, 3 pekerja PT PPLI tewas di Bangko Selatan pada Jumat pekan lalu. Ketiga pekerja meninggal karena masuk ke dalam tangki limbah Blok Migas Rokan.
Berdasarkan rekaman CCTV yang beredar, para pekerja masuk ke dalam tangki limbah tanpa menggunakan alat pengaman diri, termasuk masker. Diduga kuat, ketiga korban mati lemas karena menghisap zat kimia beracun H2S.
Disnaker Riau Tetapkan PT PPLI Tersangka
Disnaker Riau dalam kasus ini telah memeriksa 3 pejabat PT PPLI. Status PT PPLI menurut Kadisnaker Riau Imron Rosyadi sudah berstatus tersangka. Namun, penyidik PPNS Disnaker Riau belum menetapkan tersangka perorangan.
Imron hanya menyebut kalau Project Manager PT PPLI sudah berstatus terlapor. Ia berjanji akan segera menetapkan status tersangka dengan mengenakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Hanya saja, sanksi berdasarkna UU tersebut hanya berupa tindak pidana ringan (tipiring).
Imro menambahkan, pihaknya tidak segan akan menjatuhkan sanksi administrasi kepada PT PPLI berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu bentuk sanksinya yakni merekomendasikan pemutusan kontrak kerja PPLI dengan PHR.
"Kami juga akan memeriksa unsur manajemen PHR dalam kasus kecelakaan kerja fatality ini," terang Imron, Selasa kemarin.
Pada sisi lain, belum ada tindak lanjut kasus kematian 3 pekerja PPLI ini di ranah kepolisian. Diketahui, Polres Rokan Hilir telah memasang garis polisi (police line) sejak kasus ini terjadi. Namun, belum jelas proses pidana yang dilakukan. Kabarnya, kasus ini telah diambil alih penanganannya oleh Polda Riau.
Kronologi Kematian 3 Pekerja PPLI
Sebuah video mengungkap detik-detik 3 pekerja PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) sebelum tewas di tangki limbah di blok migas Rokan, Jumat (24/2/2023) siang kemarin beredar. Dalam video berdurasi 2 menit 16 detik tersebut, terungkap para pekerja yang menjadi korban tidak menggunakan alat pengaman kerja (APD), khususnya masker penutup mulut dan hidung.
Video diawali dengan datangnya seorang pekerja diduga Dedi. Ia sempat melihat ke arah bawah lubang tangki. Sesaat kemudian, ia pun masuk ke dalam tangki berisi limbah lumpur bor dengan membuka helm.
Setelah beberapa detik kemudian, Dedi terlihat naik ke atas lubang. Namun, Dedi terlihat lemas dan langsung jatuh ke dalam lubang tersebut.
Beberapa saat kemudian, dua rekannya Hendry dan Ade pun datang dan langsung masuk ke dalam lubang tangki. Sampai di situ, video rekaman CCTV tersebut tak lagi memunculkan Hendry dan Ade, hingga akhirnya ketiganya ditemukan tewas di dalam tangki.
Sumber SabangMerauke News menyebut, kemungkinan besar ketiga pekerja terkena gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang berasal dari lumpur di dalam tangki limbah.
Ketiga korban yakni Ade Ilham (37) dan Dedi Krismanto (44) masing-masing merupakan operator dan Hendri (54) bertugas sebagai PMcOw.
Peristiwa ini disebut-sebut berlangsung pada saat istirahat siang. Sebelum kejadian, sekitar pukul 11.45, pekerja PT PPLI dan RDP meninggalkan lokasi CMTF Balam untuk istirahat dan salat Jumat. Sementara, enam orang pekerja lainnya tinggal di lokasi kejadian. Disebutkan kalau ketiga korban menjaga alat di lokasi proyek dan sebagian ada di ruang laboratorium.
Sekitar pukul 13.30, supervisor project usai salat Jumat bersama dengan tim, kembali ke lokasi proyek. Mereka menemukan tangki settling kondisinya meluap.
Tim kemudian mencari ketiga korban, tetapi tidak ditemukan di lokasi kerja. Mereka hanya menemukan helm kerja berada di atas dekat man hole tangki settling. Beberapa saat kemudian, tangki disedot oleh tim PPLI. Setelah dikuras, terkonfirmasi bahwa ketiga pekerja telah meninggal dunia.
SabangMerauke News telah mengonfirmasi PR & Legal Manager PPLI, Arum Tri Pusposari ikhwal kronologi peristiwa. Namun ia menyebut kalau investigasi masih dilakukan oleh PHR.
"Saat ini masih fokus pada pengembalian jenazah dan pendampingan keluarga," terang Arum, Sabtu (25/2/2023) lalu.
Vice President Corporate Affairs PHR, Rudi Ariffianto belum memberikan penjelasan soal kronologi tewasnya 3 pekerja.
Penjelasan PT PPLI
Sebelumnya, manajemen PT PPLI telah mengonfirmasi kasus tewasnya 3 pekerja di CMTF Balam Selatan, Kecamatan Bangko Pusako, Rokan Hilir, Jumat (24/2/2024). Manajemen menyebut sedang melakukan investigasi bersama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan SKK Migas.
"Sehubungan dengan insiden yang terjadi di lokasi Balam, Kelurahan Bangko Bakti hari ini, PPLI saat ini dibantu oleh PHR dan SKKMigas masih melakukan investigasi," terang Arum Tri Pusposari, PR & Legal Manager PT PPLI dalam keterangan tertulis, Jumat malam ini.
Arum mengklaim peristiwa kematian 3 pekerja terjadi pada jam istirahat, dimana tidak ada jadwal kegiatan untuk berada dalam area kejadian.
"Maka kami sedang mendalami motif dari para korban sehingga insiden tersebut bisa terjadi," tambahnya.
Atas kejadian tersebut, jajaran direksi dan manajemen PPLI beserta seluruh karyawan, kata Arum, menyampaikan duka cita mendalam. Pihaknya telah berkordinasi dan menyampaikan informasi kematian pekerja kepada pihak keluarga dan terus melakukan pendampingan terhadap keluarga dan telah menyiapkan santunan kepada keluarga almarhum.
"Kami mendukung upaya investigasi yang dilakukan," tutup Arum.
Kecelakaan kerja di lingkungan Blok Rokan menjadi sorotan pasca alih kelola dari tangan PT Chevron ke PHR pada 9 Agustus 2021 lalu. Soalnya, sejak Juli 2022 hingga Januari 2023, dilaporkan telah terjadi 7 kecelakaan kerja yang menyebabkan 7 nyawa pekerja tewas. Seorang di antaranya merupakan pegawai PHR sementara 6 lainnya adalah buruh mitra kerja PHR.
Kasus kecelakaan kerja ini telah menyebabkan 2 pejabat teras PHR dicopot. Keduanya yakni Exevutive Vice Presiden Upstream Business Feri Sri Wibowo dan Exevutive Vice Presiden Business Support Fransjono Lazarus pada awal tahun ini.
Dengan demikian, dengan adanya tiga korban dalam kasus terbaru ini, total pekerja yang tewas di Blok Rokan sudah mencapai 10 orang.
Profil PT PPLI
Dilansir dari laman website perusahaan ppli.co.id, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) merupakan perusahaan yang telah lama berdiri sejak puluhan tahun lalu. Fokus bisnisnya berkaitan dengan limbah. Meliputi layanan pengumpulan, daur ulang, pengolahan, dan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbah non-B3.
Sebanyak 95% saham PPLI dimiliki oleh DOWA, sementara 5% dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. PPLI merupakan anak perusahaan dari DOWA Eco-System Co. Ltd., perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan lingkungan dan daur ulang, dan sepenuhnya dimiliki oleh DOWA Holdings Co. Ltd.
Grup ini telah berdiri sejak tahun 1884 sebagai perusahaan pertambangan dan peleburan logam di Jepang, dan sekarang berfokus pada daur ulang sumber daya, pengelolaan limbah, perbaikan tanah, dan konsultasi lingkungan.
PPLI memiliki klien di berbagai sektor. Antara lain perusahaan minyak dan gas, perusahaan layanan minyak dan gas, perusahaan pertambangan, industri pulp dan kertas, industri tekstil, industri plastik, industri kimia, mesin, dan logam, industri otomotif, industri elektronik, barang konsumsi, industri makanan dan minuman, industri kesehatan dan perhotelan, serta pemerintah dan layanan umum lainnya.
Dalam situs resminya, PPLI dipimpin oleh Yoshiaki Chida sebagai Presiden Direktur. Sementara, Bayu Setyawan sebagai Direktur Migas dan Logistik, Machmud Badres sebagai Penasihat Eksekutif, Ilham Malik sebagai Komisaris, Yurnalisdel sebagai General Manager Sales Industrial, Hiroki Eto sebagai Direktur Keuangan, Tetsuya Yumoto sebagai Direktur Operasional, Syarif Hidayat sebagai Penasihat Eksekutif, Elpido sebagai General Manager Teknis dan SHEQ, serta Tinus Garnida sebagai General Manager Administrasi. (*)