Walhi: Revisi Tata Ruang dan Pelepasan Kawasan Hutan Jadi Modus Legalisasi Pembukaan Kebun Sawit!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengungkap modus legalisasi perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Walhi menengarai praktik membuka hutan, menanaminya dengan sawit, kemudian merevisi tata ruang untuk pelepasan kawasan hutan sudah menjadi modus yang jamak ditemukan. Tidak adanya penegakan hukum dan monitoring yang ketat pun membuat skalanya menjadi semakin luas.
Walhi juga merespon soal tindak lanjut atas putusan terhadap kasus Duta Palma Grup yang menghukum Surya Darmadi 15 tahun penjara. Menurut Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, Kementerian ATR/BPN harus mengevaluasi dan mencabut izin perusahaan Surya Darmadi tersebut.
Walhi juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan pemulihan lingkungan dan pengakuan wilayah adat milik Talang Mamak.
"Sebab dengan cara itulah keputusan pengadilan dapat menjawab kebutuhan rakyat dan lingkungan hidup," kata Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, Jumat (24/2/2023).
Uli juga menyampaikan bahwa kasus Surya Darmadi hanya satu dari sekian permasalahan dalam tata kelola perkebunan sawit. Dia mengatakan, pembongkaran hutan dilakukan begitu masif untuk diambil kekayaannya oleh korporasi.
"Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai 16,5 juta hektar. Sebanyak 8,5 juta hektar sudah dilepaskan dan 71 persennya, atau 6 juta hektar, diberikan untuk korporasi sawit,” ujar Uli kata Uli dalam diskusi “Menyoal Kerugian Keuangan Negara dan Perekonomian Aktivitas Ilegal dalam Kawasan Hutan Kasus Surya Darmadi” pada Kamis, 19 Januari 2023 lalu.
Modus Pembukaan Kebun Sawit
Menurut Uli, praktik membuka hutan, menanaminya dengan sawit, kemudian merevisi tata ruang untuk pelepasan kawasan hutan sudah menjadi modus yang jamak ditemukan. Tidak adanya penegakan hukum dan monitoring yang ketat pun membuat skalanya menjadi semakin luas.
Dalam konteks ini, Uli memberi contoh praktik-praktik yang dilakukan dengan menggunakan Pasal 110 a dan 110 b UU Cipta Kerja tentang pemutihan kejahatan pelanggaran kegiatan usaha di kawasan hutan—yang kemudian digantikan dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.
Meski UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada 2021 lalu, dalam konteks hutan dan perkebunan sawit, pasal 110a dan 110b tetap berjalan. Berdasarkan data yang dikumpulkan Walhi hingga Agustus 2022, setidaknya ada 1.192 subjek hukum yang teridentifikasi di surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)—bahkan sampai tahap ke tujuh.
“Dan dari 1.192 itu, sekitar 52 persennya atau 616 entitasnya adalah korporasi. Jadi, lebih banyak lebih banyak memproses 110a dan 110b ayat a. Sedangkan 110 b ayat b yang bisa dipakai untuk mengakomodasi aktivitas masyarakat itu sangat kecil dan lambat diproses,” ungkap Uli.
Kemudian dari 616 korporasi, 587 unit di antaranya merupakan perkebunan. Artinya, proses ini juga akan banyak dinikmati korporasi sawit.
“Bisa dibayangkan kalau dalam kasus Surya Darmadi kerugiannya sampai 78 triliun, berapa besar kerugian negara kalau ini semua dihitung?” kata Uli.
Dari entitas korporasi itu, Uli melanjutkan, setidaknya ada 24 perusahaan yang sudah mendapat lampu hijau. Sebab, sudah melalui semua proses dalam Pasal 110a dan 110b. Yang menjadi catatan, hampir semua korporasi tersebut merupakan korporasi sawit.
“Ini kami dapat dengan memutar ulang rapat bersama DPR dan KLHK. Karena di luar itu kami nggak dapat informasi. Sangat tertutup,” ujar Uli.
Lebih lanjut, Uli mengatakan, dalam konteks nasional data-data yang direkap Walhi menunjukkan bahwa masalah perkebunan sawit di Indonesia sangat kompleks. Perkara tidak hanya dalam kasus Surya Darmadi.
“Memang semacam sudah seperti budaya. Modus buka kawasan hutan, menanam, lalu mengubah fungsi peruntukan hutan melalui revisi tata ruang atau secara mandiri mengajukan proses pelepasan kawasan hutan,” pungkas Uli.
Sebelumnya, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap bos PT Duta Palma Group tersebut.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dengan hukuman 15 tahun dan denda Rp 1 miliar," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Fahzal Hendri dalam sidang yang digelar pada Kamis, 23 Februari 2023.
Surya Darmadi juga dijatuhkan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 41 triliun lebih untuk menggantikan kerugian negara. Jika tidak mampu, maka diganti dengan kurungan penjara selama lima tahun.
Hakim menyatakan Surya Darmadi terbukti bersalah telah merugikan keuangan negara senilai Rp 2,64 triliun. Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yaitu penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 78,8 triliun. (*)