Polemik Masa Jabatan Kepala Desa Sembilan Tahun, Berapa sih Gaji dan Tunjangan Kades?
SABANGMERAUKE NEWS - Tuntutan para kepala desa agar masa jabatannya menjadi 9 tahun dalam 1 periode terus menuai polemik. Para kades, sebutan kepala desa, juga menuntut agar masa jabatan bisa sampai 3 periode alias 27 tahun.
Untuk memuluskan tuntutannya, ribuan kepala desa ini sempat berunjuk rasa ke Jakarta agar pemerintah dan DPR melakukan revisi UU Desa.
Masa jabatan kepala desa saat ini diatur di UU Desa yakni 6 tahun. Akan tetapi, setelah didemo, revisi ini kemudian diusulkan masuk Program Legislasi Nasional 2020-2024. PDI-P adalah partai yang getol mendukung wacana ini.
Gaji kepala desa
Gaji kepala desa (gaji kades) sebenarnya sudah diatur pemerintah pusat lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD).
"Besaran penghasilan tetap Kepala Desa paling sedikit Rp 2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a," bunyi Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2019.
Dalam ADD sendiri, selain gaji yang diperuntukkan untuk kades (gaji kades), PP tersebut juga mengatur skema dan besaran penggajian untuk posisi sekretaris desa dan perangkat desa lain.
“Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa,” bunyi Pasal 81 ayat (3).
Namun demikian, PP tersebut hanya mengatur terkait besaran minimum gaji yang bisa diperoleh perangkat desa.
Gaji perangkat desa bisa lebih tinggi tergantung dengan kebijakan masing-masing kepala daerah, dalam hal ini bupati atau wali kota.
Berikit rincian lengkap gaji kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa:
- Besaran penghasilan tetap kepala desa paling sedikit Rp 2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a;
- Besaran penghasilan tetap sekretaris desa paling sedikit Rp 2.224.420 setara 110 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a; dan
- Besaran penghasilan tetap Perangkat desa lainnya paling sedikit Rp 2.022.200 setara 100 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a.
Gaji kepala desa maupun perangkat desa dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD). APBD Desa ini bersumber dari dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat setiap tahunnya.
Meski demikian, beberapa desa yang sudah maju, juga terkadang memiliki lini bisnis yang dikelola BUMNDes setempat yang menghasilkan keuntungan, sehingga bisa mengurangi ketergantungan kas desa terhadap dana desa dari APBN.
Tanah bengkok
Sementara itu, dalam Pasal 100 PP Nomor 11 Tahun 2019, kepala desa juga menerima penghasilan lain selain gaji tetap dari pemerintah. Pendapatan kades tersebut berasal dari pengelolaan tanah desa.
Hasil pengelolaan tanah kas desa ini terkadang bisa jauh lebih tinggi dibandingkan gaji kepala desa itu sendiri. Selain digarap sendiri sebagai lahan pertanian, tanah desa juga bisa disewakan ke pihak lainnya.
Di Pulau Jawa, tanah desa kerap disebut tanah bengkok. Luas tanah desa berbeda-beda di setiap desa. Namun lazimnya, semakin luas wilayah desa, semakin luas pula tanah bengkok yang dimiliki suatu desa.
"Penghasilan belanja desa sebagaimana dimaksud di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain," bunyi Pasal 100 ayat (2).
Pengelolaan tanah desa dan pembagian hasilnya untuk gaji kepala desa dan perangkat desa ini diatur dengan peraturan bupati atau wali kota. Tunjangan dari tanah bengkok ini bisa berasal dari pendapatan dari sewa tanah maupun tanah bengkok yang dikelola sendiri
Untuk diketahui saja, tanah kas desa atau bengkok bukanlah tanah milik perorangan.
Sehingga saat masa jabatan kades berakhir, maka tanah harus dikembalikan pengelolaannya ke pemerintah desa untuk kemudian dimanfaatkan oleh kepala desa terpilih selanjutnya.
Dalam ABPDesa, belanja desa sendiri mengatur penggunaan anggaran belanja desa, di mana paling sedikit 70 persen jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk belanja operasional pemerintahan desa.
Lalu dana tersebut juga dipakai untuk insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT dan RW), pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Kemudian sisanya, paling banyak 30 persen dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya, serta tunjangan operasional Badan Permusyawaratan Desa.
Sebagai informasi saja, jabatan kepala desa atau kades bisa jadi salah satu profesi idaman bagi sebagian orang. Ini bisa dilihat dari antusiasme dan persaingan ketat perebutan posisi kades dalam setiap pilkades di sejumlah daerah di Indonesia.
Saat ini, banyak sekali orang-orang di desa yang rela berbondong-bondong mengikuti pemilihan kades, meski terkadang harus merogoh biaya tak sedikit untuk aktivitas kampanye, bahkan sampai ratusan juta rupiah demi memenangkan posisi orang nomor satu di desa tersebut.
Sudah bukan rahasia lagi, pemilihan kepada desa di Tanah Air masih sulit dilepaskan dari politik bagi-bagi uang (money politic), terutama jelang hari pemilihan. (RE-01)
BERITA TERKAIT :
Terkait Dugaan Korupsi Proyek SKTT Gardu Induk Garuda Sakti TA 2019
Tim Penyidik Pidsus Kejati Riau Geledah Kantor PLN UIP Sumbangteng dan Kantor PT Twink Indonesia