Masa Jabatan Kades 6 Tahun Tak Sesuai Konstitusi, Warga Nias Gugat UU Desa ke MK
SABANGMERAUKE NEWS - Eliadi Hulu, seorang warga Nias mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (25/1/2023). Pihaknya meminta agar regulasi jabatan Kepala Desa (Kades) direvisi menjadi 5 tahun.
“Meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar masa jabatan kepala desa hanya 5 (lima) tahun dengan periodesasi sebanyak 2 (dua) kali,” kata Eliadi dalam keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).
Eliadi meminta MK untuk menguji materil UU Desa terkait Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatur tentang masa jabatan dan periodesasi jabatan kepala desa. Pasal 39 ayat (1) dan (2) yang ingin diuji tersebut berbunyi:
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Gugatan Eliadi telah masuk dalam permohonan perkara di laman resmi Mahkamah Konstitusi. Eliadi menjelaskan, pengujian tersebut dilatarbelakangi oleh inkonstitusionalitas Pasal 39 UU Desa.
Menurutnya, pasal tersebut bertentangan dengan masa jabatan politis yang diatur UUD 1945. khususnya, kata dia, Pasal 7 yang mengatur masa jabatan dan periodesasi jabatan presiden dan wakil presiden.
Dia menambahkan, regulasi pada UUD 1945 memang hanya mengatur tentang masa jabatan presiden. Namun ruh dan semangat yang terkandung di pasal itu harus dijadikan ilham. Itulah mengapa, masa jabatan dan periodesasi gubernur hingga bupati/wali kota juga lima tahun.
“Sehingga sudah sepatutnya diterapkan di tingkat kepala desa,” katanya.
Menurut Eliadi, kekuasaan yang terlampau besar akan melahirkan tindakan koruptif dan abuse of power. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Lord Acton yang menyatakan power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak dipastikan akan korup.
Dia menilai sejak berlakunya UU Desa, paradigma dan political will pemerintah tidak lagi menempatkan desa sebagai wilayah administrasi formalitas belaka. Desa ditempatkan sebagai tiang penyanggah pembangunan negara. Dengan fungsi desa tersebut, Kades diharapkan memiliki kemampuan leadership dan manajerial yang baik dalam menjalankan pemerintahan desa.
“Namun jika faktanya justru terbalik, maka satu-satunya cara adalah dengan melakukan pergantian kepala desa. Namun pergantian tersebut harus menunggu 6 (enam) tahun, waktu yang sangat lama,” ucap dia.
Eliadi juga mengatakan gugatan dilayangkannya karena ada kekhawatiran terkait tuntutan para Kades belakangan ini yang meminta agar masa jabatan diperpanjang hingga 9 tahun. Menurutnya, tuntutan tersebut muncul karena pembentuk UU telah membuka peluang sejak awal dengan menetapkan masa jabatan kepala desa 6 tahun dengan 3 periode.
Dia berpendapat masa jabatan kepala desa hingga 3 periode juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak maupun organisasi tertentu agar Jokowi juga dapat menjabat hingga periode.
“Tuntutan ini tentunya akan membunuh demokrasi di tingkat desa dan bertentangan dengan UUD 1945,” ucap dia.
Seharusnya, kata Eliadi, kepala desa yang sedang menjabat saat ini fokus pada pembangunan dan kemajuan desa.
“Jadi ia tidak perlu khawatir dengan jabatannya karena masyarakat desa akan kembali memilih dia pada periode berikutnya,” katanya.
Sebelumnya, Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia demo di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Selasa (17/1). Mereka ingin masa jabatan kades menjadi 9 tahun. Alasannya, masa jabatan saat ini tidak cukup.
Perpanjangan masa jabatan kades ini bisa dilakukan lewat revisi UU Desa.
Komisi II DPR bahkan telah resmi mengusulkan revisi UU Desa terkait wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang mengatakan pihaknya telah mengirim surat ke Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait revisi UU tersebut. Dalam surat itu, Komisi II meminta agar revisi UU Desa menjadi inisiatif DPR. (RE-02)