NU Pernah Dijadikan Senjata Politik Pada Pemilu 2019, Gus Yahya: Politik Identitas Irasional
SABANGMERAUKE NEWS - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyesalkan organisasinya pernah dibawa-bawa bahkan dipakai sebagai senjata politik pihak tertentu di Pemilu 2019.
Hal itu disampaikan Gus Yahya, sapaannya, dalam diskusi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ‘Partisipasi Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pendidikan Pemilih Cerdas untuk Mewujudkan Pemilu Berkualitas Tahun 2024’, yang diunggah di YouTube, Rabu (25/1/2023) kemarin.
“Sampai pada pemilu terakhir 2019 lalu kita lihat bahwa ada mobilisasi dukungan dengan jadikan identitas NU sebagai senjata. Kami lihat ini juga bukan model dinamika politik yang baik karena identitas ini adalah motivasi politik yang pertama bersifat irasional,” katanya.
Gus Yahya menganggap hal ini terjadi lantaran masih ada kecenderungan politik identitas yang kuat dalam tubuh NU. Menurutnya, kecenderungan politik identitas ini bertalian dengan syahwat politik kader organisasi Islam itu yang menurutnya masih kuat.
“Kami sendiri dalam kepemimpinan NU sadar bahwa dalam lingkungan NU kecenderungan politik identitas itu masih cukup kuat. Terutama karena semangat atau dalam istilah yang lebih peyoratif yakni syahwat politik NU yang masih sangat besar,” katanya.
Agar tak terjadi lagi pada Pemilu 2024 mendatang, Yahya menaruh perhatian besar terhadap praktik politik identitas di organisasinya tersebut.
“Nahdlatul Ulama sendiri menempatkan concern tentang politik identitas ini sebagai perhatian utama,” ucap Gus Yahya.
Diketahui, pada Pilpres 2019, lalu Ketua PBNU Robikin Emhas sempat melontarkan pernyataan yang menyita perhatian publik. Dia mengatakan NU tidak memiliki tanggung jawab memenangkan Jokowi bila tidak menggaet kader NU sebagai calon wakil presiden.
“Kalau cawapres nanti bukan dari kader NU, maka warga Nahdliyin merasa tidak memiliki tanggung jawab moral untuk ikut menyukseskannya. Itu pesannya,” kata Robikin usai pertemuan sejumlah Kyai NU di kantor PBNU, Jakarta, pada Rabu (8/8/2019) silam.
Pernyataannya itu merupakan hasil pertemuan yang dihadiri Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Rais Aam PBNU Ma’ruf Amin, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini.
Presiden Jokowi kemudian memilih nama Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden untuk menggaet suara NU hingga mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (RE-02)