Pemerintah AS Gugat Google ke Pengadilan Atas Perkara Monopoli Iklan Online
SABANGMERAUKE NEWS - Departemen Kehakiman AS (DOJ) bersama 8 negara bagian menggugat Google atas dugaan monopoli bisnis periklanan.
Gugatan yang dilayangkan Selasa (24/1/2023) meminta Google untuk menjual paket platform Google Ad Manager suite, yang pada 2021 kemarin menghasilkan 12 persen dari total penghasilan Google. Ad Manager ini menghubungkan antara pengiklan dengan publisher.
DOJ meyakini Google memonopoli industri teknologi periklanan dengan menguasai “tech stack”, mewajibkan pengguna menggunakan produk Google, hingga mengakuisisi kompetitor seperti DoubleClick (pada 2008) dan AdMob (pada 2009).
"Google telah menggunakan cara anti persaingan, pengecualian dan melanggar hukum untuk menghilangkan atau sangat mengurangi ancaman terhadap dominasinya atas teknologi periklanan digital," tulisan gugatan anti-monopoli tersebut, dilansir Reuters.
Google, yang bisnis periklanannya menyumbang sekitar 80% dari pendapatannya ini, mengatakan pemerintah "menggandakan argumen cacat yang akan memperlambat inovasi, menaikkan biaya iklan, dan mempersulit pertumbuhan ribuan usaha kecil dan penerbit."
"DOJ hari ini membidik jantung kekuatan raksasa internet itu (Google)," kata Charlotte Slaiman, direktur kebijakan persaingan organisasi non-profit Public Knowledge, kepada Reuters.
"Keluhan tersebut memaparkan banyak strategi anti persaingan dari Google yang telah menahan ekosistem internet kami."
Gugatan ini mengikuti gugatan pemerintah federal pada 2020 yang menyorot monopoli mesin pencari. Sidang dikabarkan akan berlangsung September nanti.
Ada 8 negara bagian yang ikut menggugat, termasuk California, rumah kantor Google. Selain itu ada Colorado, Connecticut, New Jersey, New York, Rhode Island, Tennessee, dan Virginia.
Pada dokumen gugatan, pemerintah meminta divestasi Google Ad Manager suite, termasuk platform exchange iklan Google, AdX.
Google Ad Manager adalah seperangkat alat termasuk yang memungkinkan situs web (sebagai penerbit/publisher) menawarkan ruang iklan untuk dijual dan menjadi wadah pertukaran (exchange) yang melayani pasar yang secara otomatis mencocokkan pengiklan dengan penerbit tersebut.
Pengiklan dan penerbit situs web mengeluh bahwa Google tidak transparan tentang ke mana perginya uang iklan, khususnya berapa banyak yang masuk ke penerbit dan berapa banyak ke Google.
Divestasi teknologi iklan "mungkin bukan game changer tetapi bisa jadi sangat penting untuk kemampuan penargetan iklan Google," kata Paul Gallant dari Cowen Washington Research Group.
"Ini terhubung ke semua bisnis Google lainnya dan mengikat mereka bersama. Saya pikir Google mungkin lebih khawatir tentang kehilangan teknologi iklan (lebih) daripada yang mungkin dipikirkan orang," kata Gallant. (RE-01)