Silang Pendapat LPSK dan Kejagung Soal Tuntutan 12 Tahun Penjara Bharada E
SABANGMERAUKE NEWS - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E dipidana penjara 12 tahun. Usulan vonis itu berbuntut silang pendapat antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
LPSK menilai, Bharada E mestinya mendapatkan keringanan hukum karena berstatus sebagai Justice Collaborator (JC). Hal itu tertuang Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pada Pasal 28 ayat 2 huruf a dan pasal 5 ayat 2 yang mengatur terkait pemberian JC oleh LPSK.
“Berpegang pada UU Perlindungan Saksi dan Korban, mestinya E mendapat tuntutan paling ringan. Memang diatur UU begitu,” kata Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, Sabtu (21/1/2023).
Regulasi tersebut menjelaskan setiap JC secara garis besar dimungkinkan mendapat hukuman lebih ringan dibanding terdakwa lain. Namun, kenyataan justru Bharada E mendapat hukuman lebih berat ketimbang, Ricky Rizal alias Bripka RR, Putri Candrawathi, dan Kuat Maruf hanya dituntut delapan tahun.
“(penyebab hukuman Bharada E lebih berat) Karena Jaksa tidak merujuk ke UU Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Hasto.
Hasto berpandangan, bila hakim memvonis Bharada E lebih berat dari terdakwa lain, kecuali Ferdy Sambo yang dituntut selama seumur hidup, maka berdampak negatif dengan status JC yang diberikan LPSK.
“Itu yang kami khawatirkan (karena tidak menjamin keringanan hukuman). Orang akan menilai percuma saja berstatus sebagai JC,” terangnya.
Meski demikian, Hasto menegaskan bahwa argumen kritik dari LPSK soal tuntutan Bharada E yang lebih berat dari terdakwa lain bukan sebuah intervensi kepada JPU. Karena, apa yang disampaikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang LPSK.
“Kami tidak pernah mengintervensi Kejaksaan,” jelasnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana merespon tanggapan LPSK terkait tuntutan tersebut. Pihaknya memandang tuntutan dari JPU tidak boleh diintervensi. Termasuk tuntutan 12 tahun yang diberikan kepada Bharada E.
“Namun saya garis bawahi LPSK tidak boleh intervensi atau mempengaruhi jaksa dalam melakukan penuntutan. Kami tahu apa yang harus kami lakukan, bener tahu bener karena pengalaman pengetahuan dan ada aturan,” kata Fadil dalam konferensi pers, Kamis (18/1)/2023).
Menurutnya, pertimbangan tuntutan kepada Bharada E oleh JPU telah mempertimbangkan, salah satunya rekomendasi LPSK. Sehingga tuntutan 12 tahun Bharada E bisa lebih rendah dari pelaku utama Ferdy Sambo.
Dalam kesempatan yang sama, Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana juga menjelaskan pertimbangan jaksa salah satunya karena Bharada E bukanlah pengungkap fakta hukum yang pertama. Melainkan, keluarga korban Brigadir J yang awalnya mengungkap peristiwa tersebut.
Sementara terkait status JC Bharada E, Ketut mengungkap belum bisa menjadi pertimbangan jaksa dalam penuntutan. Pasalnya, kata dia, Bharada E merupakan pelaku utama dalam kasus tersebut. Dia berperan sebagai eksekutor.
“Beliau (Bharada E) merupakan pelaku utama, sehingga tidak dapat juga dipertimbangkan yang harus mendapatkan justice collaborator,” terangnya. (RE-02)