Tak Terima Divonis 2 Tahun 10 Bulan, Mantan Rektor UIN Suska Prof Akhmad Mujahidin Ajukan Banding
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru menjatuhkan vonis 2 tahun 10 bulan kepada mantan Rektor UIN Suska Riau, Prof Akhmad Mujahidin dalam kasus pengadaan internet kampus, Rabu (18/1/2023). Prof Akhmad tak terima dengan putusan tersebut dan langsung mengajukan upaya hukum banding.
"Klien kita banding. Prof Mujahidin adalah orang jujur, tidak seperti yang dituduhkan JPU kepada Beliau," terang Jhon Piter Marpaung, Ketua Tim Penasihat Hukum Prof Akhmad Mujahidin, Kamis (19/1/2023) pagi.
Jhon Piter mengurai alasan pihaknya melawan putusan majelis hakim tersebut. Ia menyebut adanya kekeliruan judex facti dalam menjatuhkan putusan.
"Tuntutan JPU tidak bisa dibuktikan," jelasnya.
Jhon Piter beralasan, tindakan kliennya dalam pengadaan internet kampus adalah perbuatan dalam situasi mendesak karena internet adalah salah satu kebutuhan pokok di perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama RI tersebut.
Ia merujuk pada Pasal 10 ayat (5) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Dalam ketentuan pasal itu disebutkan kalau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pengadaan barang/ jasa dapat merangkap sebagai PPK.
Jhon Piter juga mempersoalkan tidak adanya kerugian negara dalam proyek internet yang dilakukan kliennya.
"UU Tipikor menitik beratkan adanya kerugian keuangan negara. Sementara dalam kasus ini tidak ada 1 rupiah pun kerugian keuangan negara. Bahkan negara diuntungkan sebesar Rp 4 miliar dalam kurun waktu per periodik masa kontrak dan MoU," tegas Jhon Piter.
Dikenakan UU Penyelenggara Negara Bebas KKN
Sebelumnya diwartakan, Prof Akhmad Mujahidin oleh majelis hakim dinyatakan terbukti melakukan kolusi dalam proyek pengadaan jaringan internet di perguruan tinggi berjuluk Kampus Madani tahun 2020 dan 2021.
Putusan tersebut dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (18/1/2023) sore. Sidang vonis diketuai oleh Salomo Ginting, didampingi hakim anggota Yuli Arha, Pujayotana dan Yanuar Anardi.
Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sebagaimana dakwaan alternatif ketiga.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Achmad Mujahidin dengan penjara selama 2 tahun 10 bulan,” ujar Salomo.
Mujahidin disidang secara teleconference dengan majelis hakim serta jaksa penuntut umum (JPU) berada di pengadilan. Sementara terdakwa berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
Majelis hakim juga menghukum Achmad Mujahidin membayar denda sebesar Rp200 juta. Dengan ketentuan, bila denda tidak dibayar dapat diganti hukuman kurungan badan selama 4 bulan.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan hal yang memberatkan hukuman terdakwa adalah mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.
Majelis hakim juga menyatakan barang bukti nomor urut 1 sampai nomor 84 berupa fotokopi dan arsip asli dokumen-dokumen dan surat-surat sebagaimana tersebut dalam berkas perkara diserahkan kepada JPU untuk digunakan dalam perkara terdakwa lain.
Atas hukuman tersebut, Achmad Mujahidin melalui penasihat hukumnya menyatakan masih akan mempertimbangkan untuk menentukan upaya hukum selanjutnya. Hal serupa juga dilakukan JPU.
“Pikir-pikir majelis hakim,” kata JPU, Dewi Sinta Dame Siahaan.
Majelis hakim memberikan waktu selama 7 hari bagi terdakwa dan JPU untuk menyatakan banding.
“Jika dalam waktu 7 hari tidak melakukan upaya hukum (banding), maka dipandang menerima putusan,” kata Salamo mengingatkan.
Sebelumnya, Jumat (16/12/2022), JPU menuntut Achmad Mujahidin dengan pidana penjara selama 3 tahun, dan denda sebesar Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan badan. Terdakwa juga dinyatakan bersalah sebagaimana dakwaan alternatif ketiga.
Untuk diketahui, JPU dalam dakwaannya menyebut tindakan korupsi dilakukan terdakwa Akhmad Mujahidin selaku Rektor UIN Suska Riau 2018-2022 bekerja sama dengan Benny Sukma Negara (masih dalam tahap penyidikan).
Kronologi kasus Mujahidin
Sekitar 2019 sampai 2020, terdakwa melakukan kolusi dan ikut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan internet. Pengadaan jaringan internet untuk menunjang proses belajar di UIN Suska diajukan oleh Benny selaku Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data UIN Suska Riau.
Adapun besaran anggaran dananya yaitu Rp2.940.000.000, dan untuk Pengadaan Jaringan Internet bulan Januari hingga Maret 2021 sebesar Rp734.999.100.
Adapun sumber dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Rupiah Murni (RM). Bahwa Rencana Umum Pengadaan (RUP) kegiatan Pengadaan Jaringan Internet kampus UIN Suska Riau Tahun 2020 dan Tahun 2021 ditayangkan ke dalam aplikasi SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) LKPP dengan metode pemilihan e-purchasing.
Dalam pelaksanaannya, terdakwa seolah-olah menjadi PPK pengadaan layanan internet. Hal itu dilakukan terdakwa selaku KPA UIN Suska Riau berdasarkan Surat Keputusan RNomor 001/R/2020 tentang Penetapan Penanggungjawab Pengelola Keuangan di Lingkungan UIN Suska Riau Tahun Anggaran 2020.
Padahal terdakwa telah menunjuk PPK Rupiah Murni untuk kegiatan pengadaan layanan internet di UIN Suska Riau Tahun 2020. Namun terdakwa mengambil semua tanggung jawab PPK. (*)
Baca selengkapnya Di Sini