Dwitunggal Mega-Jokowi: Relawan Jangan Baper!
SABANGMERAUKE NEWS - Perayaan HUT ke-50 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) digelar Senin (10/1/2023) lalu di JIExpo Kemayoran Jakarta. Ribuan kader PDIP, kompak mengenakan pakaian merah dengan gambar moncong putih datang dari seluruh tanah air. Di sisi lain, ribuan Satgas Cakra Buana, dengan pakaian hitam, terlihat kompak menyanyikan yel-yel penyemangat menyambut HUT emas partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu.
Peringatan HUT emas tersebut diselenggarakan sebagai bagian dari konsolidasi nasional partai yang pertama pasca Pandemi COVID-19 dalam rangka menghadapi Pemilu 2024. Kegiatan tersebut bersifat internal untuk memperkuat jati diri PDIP sebagai partai ideologi Pancasila dengan ciri kerakyatan, kebangsaan, dan keadilan sosial.
Dalam HUT setengah abad tersebut, PDIP mengusung tema: “Genggam Tangan Persatuan dengan Jiwa Gotong Royong dan Semangat Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam”; dengan Sub Tema: “Persatuan Indonesia untuk Indonesia Raya”. Melalui tema dan sub tema HUT emasnya, PDIP menegaskan komitmennya untuk tetap bersama rakyat dalam menghadapi dan memenangkan Pemilu 2024. Strategi untuk kemenangan “hattrick” Pileg dan Pilpres 2024 ditujukan semata-mata untuk rakyat.
Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politik, yang diawali dengan perkenalan salam Pancasila. Kemudian dengan gaya santai dia menyampaikan bahwa untuk kali pertama pasca Pandemi COVID-19, PDIP menggelar perhelatan besar, sehingga semua ingin menumpahkan kerinduan sudah dua tahun tak bertemu. Lalu Megawati menyampaikan alasan masuk PDIP (saat itu PDI), karena dia melihat PDI adalah partai fusi dari beberapa partai, salah satunya PNI yang didirikan ayahnya, Bung Karno pada 4 Juni 1927.
Megawati meminta kader PDIP blusukan ke tengah-tengah masyarakat dengan meminta kader meneladani kegigihan Presiden Joko Widodo saat melakukan blusukan. Dia percaya blusukan adalah cara menghimpun dukungan masyarakat. Mega berkata turun ke rakyat dapat menggaet pemilih-pemilih yang selama ini belum memilih PDIP. Pada bagian ini, Megawati secara tegas menyampaikan pujian sekaligus penegasan bahwa Jokowi adalah role model kader PDIP.
Selanjutnya Megawati menyampaikan kalimat yang memicu “reaksi baper” dari berbagai pihak yang hanya menyaksikan dan mendengar pidato Megawati melalui layar kaca dan flatform digital. “Pak Jokowi itu kayak gitu lho, mentang-mentang. Lha iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga, aduh, kasihan dah,” kata Megawati. Dia mengingatkan bahwa secara ketentuan, dukungan PDIP adalah syarat legal formal agar Jokowi bisa menjadi presiden. “Lho legal formal lho, dia jadi presiden itu enggak ada kan ini, legal formal diikuti terus sama saya,” kata Megawati.
Pidato Megawati pada bagian ini dianggap merendahkan, melecehkan Jokowi sebagai presiden, kader partai yang hadir di acara internal PDIP. Banyak pihak reaktif, baper, menyampaikan kecaman atas pernyataan tersebut. Sementara Presiden Joko Widodo terlihat santai, tertawa lepas, dan menikmati pidato Megawati yang disampaikan dengan enjoy, penuh guyon namun tetap menularkan semangat kebangsaan.
Penghormatan dan penghargaan justru disampaikan Joko Widodo terhadap Megawati saat menyampaikan pidato presiden. “Partai (PDIP) yang menjadi kekuatan pemersatu bangsa di tengah kebinekaan, partai yang konsisten menjaga empat pilar kebangsaan, NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bineka Tunggal Ika,” kata Jokowi.
“Kita semua ingat Bung Karno tahun 1965 menolak ketergantungan pada imperialisme, memperluas kerja sama yang sederajat dan saling menguntungkan. Bung Karno tahun 1965 sudah menyampaikan itu supaya kita tidak didikte dan menggantungkan diri ke negara mana pun. Inilah yang kita lakukan, berdikari, berdikari, berdikari,” tutur Jokowi.
“Kenapa ini terus saya ulang-ulang? Karena saya ingin presiden ke depan juga berani melanjutkannya. Tidak gampang ciut nyali, tidak gentar demi kepentingan negara. Dan saya sangat senang sekali tadi ketua umum Ibu Megawati Soekarnoputri menyampaikan bahwa calonnya adalah dari kader sendiri. Yang saya senang, mohon maaf Bu Mega, Bu Mega dalam memutuskan betul-betul sangat hati-hati, betul-betul tenang dan tidak grasak-grusuk seperti yang lain-lainnya,” ucap Jokowi.
“Didesak-desak dari mana pun tidak goyah meski Namanya sudah di kantongnya Bu Mega. Kita semua sabar menunggu yang akan nanti dia sampaikan tentunya pada saatnya dengan perhitungan-perhitungan dan kalkulasi-kalkulasi yang dibuat Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri. Yang terakhir ini juga gagasan Bung Karno pemindahan Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara,” pungkas Jokowi.
Dari pidato kedua pemimpin sekaligus negarawan tersebut, Presidium Kongres Rakyat Nasional (KORNAS) meminta para pihak yang berada di luar acara HUT ke-50 PDI-P, yang hanya menyaksikan pidato bu Mega lewat layar kaca, maupun flatform digital, untuk tidak membuat kegaduhan dengan penilaian “baper” atas pidato Bu Mega. Demikian juga dengan relawan Ganjar Pranowo, yang juga tidak hadir langsung di perayaan HUT ke-50 PDIP agar tidak “reaktif dan baper” meskipun Ganjar Pranowo tidak diberi nasi tumpeng atau duduk di bagian depan dalam perayaan HUT ke-50 PDIP.
PDIP itu partai yang sudah matang dan teruji, melewati banyak peristiwa yang pahit, bahkan tidak sedikit nyawa manusia hilang dalam peristiwa berdarah. Maka sangat tidak baik jika ada pihak atau kelompok yang mengatasnamakan relawan tersinggung, marah, bahkan menyampaikan kecaman terhadap Ibu Megawati Soekarnoputri. Para pihak yang menyampaikan kecaman tersebut perlu belajar sejarah agar tidak mudah “baper” dan sembarangan menyampaikan kecaman.
“Hubungan Bu Mega dengan Jokowi itu tidak hanya sekedar urusan pribadi, sehingga tidak perlu dinilai hanya berdasarkan isi pidato. Keduanya adalah pemimpin dan negarawan, yang telah mampu melampaui kepentingan pribadi, apalagi hanya sekedar “baper”. Mari kita kawal bersama kepemimpinan Presiden Joko Widodo hingga selesai di 2024, dan membantu sosialisasikan Ganjar Pranowo sebagai Capres yang akan maju dan memenangkan Pilpres 2024”. (*)
Penulis: Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional ( KORNAS )