Guru Ngaji di Batang Jawa Tengah Sodomi Puluhan Anak-anak, Awalnya Cuma 9 Korban yang Lapor
SABANGMERAUKE NEWS - Seorang guru ngaji sekaligus pelatih rebana di Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, dipolisikan lantaran diduga mencabuli puluhan anak.
Satreskrim Polres Batang telah meringkus oknum berinisial M (28) tersebut pada Kamis (5/1/2023).
Awalnya, terduga pelaku dilaporkan oleh orang tua dari sembilan korban. Kemudian laporan 12 orang korban lainnya menyusul, didampingi LSM Trinusa dan Organisasi Pemuda Andom Roso. Total korban menjadi 21 orang.
“Hari ini kami pendamping orangtua korban kembali melakukan pelaporan ke unit PPA Polres Batang. Penambahan korban ada 12 anak,” kata pendamping keluarga korban dari LSM Trinusa, Dimas Adi Pamungkas, Sabtu (7/1/2023).
Dimas mengatakan, sejumlah orang tua baru mengetahui anaknya menjadi korban setelah kabar mengenai kasus ini beredar. Khawatir usai mengetahui informasi tersebut, para orangtua itu pun segera menanyakan kepada anak-anaknya.
“Ternyata betul sebagian besar menjadi korban, yang kemudian melaporkan pada posko aduan,” ujar Dimas.
Kasat Reskrim Polres Batang, AKP Yorisa Prabowo membenarkan mengenai adanya penambahan 12 orang korban yang melapor. Selain jumlahnya bertambah, sebaran tempat tinggal korban pun meluas hingga ke tiga kelurahan di sekitarnya.
Berdasarkan pengakuan korban, pelaku telah melakukan aksi bejatnya selama tiga tahun di sejumlah tempat. Mulai dari kos-kosan pelaku, tempat mengaji, hingga rumah korban.
Para korban diiming-imingi uang serta jajanan agar tak menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Dari keterangan para korban, pelaku mencabuli anak-anak dengan cara sodomi.
“Mereka (para korban) menyampaikan bahwa para korban ini mendapat perlakuan pelecehan seksual yaitu sodomi,” Kasat Reskrim Polres Batang, AKP Yorisa Prabowo.
Dia menjelaskan, dari 12 korban yang baru melapor, beberapa di antaranya tinggal di desa tetangga, sedangkan yang lainnya berasal dari desa yang sama dengan terduga pelaku.
Bila terbukti bersalah, pelaku akan dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.
“Kami gunakan UU Nomor 23 Tahun 2002 dan masih akan dikembangkan lebih lanjut karena masih dalam proses pemeriksaan,” pungkasnya. (RE-02)