LLPN Tegaskan Undang-undang KUHP yang Atur LGBT Bukan Pelanggaran HAM: Melindungi Masyarakat dan Ciptakan Tertib Sosial!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Lembaga Laskar Pagar Negeri (LLPN) menegaskan adanya pasal yang mengatur soal LGBT di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHPidana bukan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Sebaliknya, pasal tersebut bertujuan baik untuk melindungi masyarakat dan menciptakan ketertiban sosial dalam masyarakat yang berketuhanan dan berkebudayaan.
"Keliru jika menyeret dan mengaitkan Undang-undang KUHP ke ranah pelanggaran HAM. Justru kita menyambut positif KUHP tersebut karena memiliki semangat memberi perlindungan kepada seluruh rakyat. Kepastian hukum dan ketertiban sosial menjadi roh dari pasal tersebut," tegas Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat LLPN, Datuk Jasman, Rabu (4/1/2023).
Jasman menegaskan, kampanye organisasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang menyebut kebijakan penertiban dan pemberian sanksi bagi LGBT sebagaimana yang ditempuh Pemprov Riau terlalu mengada-ada.
Menurutnya, masyarakat memerlukan aturan hukum yang tegas soal keberadaan LBGT yang dinilai sebagai bentuk penyimpangan sosial yang harus dicegah secara tegas dan terukur.
"LGBT dinilai dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berbudaya dan beradat tinggi sebagai bentuk penyimpangan sosial. Dengan adanya KUHP sebagai hukum positif, maka makin memperjelas tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Jadi, sangat keliru kalau disebut sebagai pelanggaran HAM. Justru untuk melindungi rakyat," tegas Jasman.
LLPN kata Jasman, menilai kebijakan dan aturan hukum berkaitan dengan LGBT sebagai penghormatan terhadap masyarakat Indonesia yang berketuhanan dan berkebudayaan. Terlebih, Provinsi Riau yang menjunjung kebudayaan Melayu dan identik dengan nilai-nilai Islami, secara tegas melarang praktik LGBT terjadi di tengah masyarakat apalagi di lingkungan pemerintahan.
"Kebijakan Pemprov Riau tersebut selaras dengan upaya untuk memajukan nilai-nilai kebudayaan dan keagamaan yang dijunjung tinggi di Riau," tegas Jasman.
Arahan yang sama juga disampaikan oleh Ketua Umum DPP LLPN Datuk Abdul Gofur. Ia menjelaskan, sistem hukum Indonesia menghormati serta menyerap hukum yang hidup dan tumbuh di tengah masyarakat.
Sebagai masyarakat yang berkeagamaan dan berkebudayaan tinggi, nilai-nilai hukum yang tumbuh di masyarakat Indonesia mendapat tempat penting dan dijadikan sebagai unsur pembentuk hukum positif di Indonesia.
Datuk Abdul Gofur menjelaskan, Indonesia memiliki UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang berdaulat dan merdeka sebagai sumber hukum. Apalagi di dalam UUD 1945 terdapat pengakuan terhadap hak asasi manusia (HAM) sebagaimana terdapat dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan 'Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara'.
Meski demikian, di dalam konstitusi UUD 1945, pelaksanaan dan pengakuan terhadap HAM tetap harus tunduk pada undang-undang dan dibatasi oleh kebebasan orang lain serta tuntutan moral dan nilai-nilai agama.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 ayat 2 yang berbunyi: 'Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis'.
Datuk Abdul Gofur menegaskan, perbuatan cabul sesama jenis di dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHPidana telah diatur dalam Pasal 414. Secara lengkap pasal tersebut berbunyi:
(1) Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
a. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III;
b. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun; atau
c. yang dipublikasikan sebagai muatan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Ia menegaskan, UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHPidana sebagai karya anak bangsa merupakan prestasi monumental yang harus diapresiasi semua pihak. Setelah puluhan tahun sejak merdeka masih menggunakan KUHPidana warisan kolonial Hindia Belanda, KUHPidana karya anak bangsa telah dirumuskan secara terpadu, matang dan kontekstual dengan perkembangan zaman dan dinamika sosial.
"Sehingga keberadaan UU Nomor 1 Tahun 1023 tentang KUHPidana telah menjadi instrumen hukum yang modern, mengikuti perkembangan zaman dan menyerap seluruh sumber-sumber hukum yang ada di Indonesia, termasuk juga mempertimbangan tren zaman," tegasnya.
Datuk Abdul Gofur juga mengutip soal keberadaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara tegas mengatur soal pernikahan yang hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki dengan perempuan. Tujuannya yakni untuk menjamin regenerasi serta pelestarian kehidupan masyarakat (penduduk).
Sementara, LGBT merupakan suatu hal yang sangat bertentangan dengan kodrat makhluk berpasangan yang diciptakan tuhan yaitu laki laki dengan perempuan. Bukan dengan sesama jenis yakni laki laki dengan laki laki ataupun perempuan dengan perempuan.
"Nilai-nilai budaya, adat istiadat, norma sosial dan nilai-nilai agama telah menjadi hukum yang tumbuh di masyarakat Indonesia. Dan hampir mayoritas warga Indonesia meyakini bahwa praktik LBGT sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum yang tumbuh di tengah masyarakat tersebut. Maka dengan adanya KUHP yang mengaturnya bertujuan untuk mempertegas soal larangan dan sanksi yang terukur menjadi acuan bersama," kata purnawirawan polisi bintang dua tersebut. (*)