Mayoritas Fraksi Partai di DPR Tolak Sistem Pemilihan Proporsional Tertutup, Kecuali Partai Ini
SABANGMERAUKE NEWS - Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 kemungkinan menggunakan sistem proporsional tertutup. Isu tersebut menyeruak sejak dilakukannya uji materi Nomor 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, sejauh ini delapan dari sembilan fraksi partai di DPR menyatakan menolak penerapan sistem tersebut. Sementara PDI Perjuangan menjadi satu-satunya fraksi yang kukuh mendorong penerapan proporsional tertutup.
Sistem pemilu proporsional tertutup berpeluang diterapkan lantaran proses gugatannya masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu dilayangkan oleh enam orang, dua di antaranya mengaku dari kader Nasdem dan PDIP.
Mereka menggugat Pasal 168 Ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur sistem proporsional daftar terbuka yang berlaku saat ini.
“Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia,” bunyi salah satu poin pernyataan sikap delapan fraksi, Selasa (3/1/2023).
Delapan fraksi di DPR yang mengeluarkan pernyataan bersama itu adalah Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, NasDem, PPP, dan PKS.
Mereka menilai sistem proporsional terbuka bisa mendekatkan rakyat dengan calon wakilnya di parlemen. Bagi mereka, rakyat telah terbiasa berpartisipasi dengan cara demokrasi seperti itu.
“Kami sudah membangun komunikasi dengan 8 fraksi dan hasil dari komunikasi kami itu, kami sepakat pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, Selasa.
Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi santai perbedaan sikap fraksi di DPR ihwal pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup atau mencoblos partai.
Menurut Hasto, setiap partai harus memiliki prinsip dalam berpolitik. Dia meyakini, berdasarkan Konstitusi, partailah peserta pemilu.
Hasto menyebut, sistem proporsional terbuka yang selama ini diterapkan memicu banyak dampak negatif. Mulai dari ongkos pemilu yang mahal, manipulasi, dan kerja-kerja penyelenggara yang melelahkan.
“Kami ini taat konstitusi, tapi bagi PDIP kami berpolitik dengan suatu prinsip, dengan suatu keyakinan bahwa berdasarkan konstitusi, peserta pemilu adalah parpol,” katanya, Selasa (3/1/2023). (RE-02)