Epidemiologi Khawatir Pencabutan PPKM Masih Rawan di Indonesia, Ini Sebabnya
SABANGMERAUKE NEWS - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menghentikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai Jumat (30/12/2022) kemarin.
Alasannya, Jokowi menyebut positivity rate mingguan Indonesia sudah berada di angka 3,3 persen. Sementara bed occupancy rate 4,79 persen dan angka kematian 2,39 persen.
“Lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM,” kata Jokowi.
Kendati begitu, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia dr Dicky Budiman menegaskan wabah Covid-19 tetap perlu diintervensi. Sebab, situasi yang ada saat ini masih rawan. Dicky membeberkan potensi terburuk dari pencabutan PPKM oleh pemerintah.
“Ketika kita benar-benar angkat itu dan sebebas-bebasnya, ini loss ya. Dan rawan sekali. Karena kan situasinya masih pandemi. Situasinya masih wabah yang memerlukan adanya intervensi PHSM (public health and social measures),” ujar Dicky, Minggu (1/1/2023).
Dicky menyebut, pemerintah kudu mengganti PPKM, bukan sekadar mencabutnya. Pasalnya, penggunaan masker, vaksinasi Covid-19, hingga sanitasi masih diperlukan di Indonesia.
Dicky mengatakan, seharusnya kesadaran masyarakat menggunakan masker, cuci tangan, dan vaksin sudah terbangun saat PPKM berlangsung. Tapi nyatanya, masih banyak yang tidak menyadari betapa pentingnya protokol kesehatan (prokes).
Pihaknya khawatir kesadaran masyarakat menerapkan prokes itu akan makin memburuk usai pencabutan status PPKM.
“Nah ini kan banyak yang belum (menyadari). Kalau bicara masker, banyak masyarakat yang bahkan enggak mau pakai masker,” katanya. (RE-02)