Polda Riau Tetapkan Bendahara RSUD Bangkinang Tersangka Korupsi, Ini Konstruksi Perkaranya
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Bendahara Badan Layanan Unit Daerah (BLUD) RSUD Bangkinang di Kampar, Riau ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan korupsi dan markup keuangan rumah sakit.
Tersangka merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial ARV. Wanita tersebut diduga menyelewengkan jabatannya untuk melakukan korupsi dalam kurun 2017 hingga 2018.
“Kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di RSUD Bangkinang. Waktu kejadian dari 2017-2018 lalu,” kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Sunarto di Mapolda, Jumat (23/12/2022).
Sunarto membeberkan, mulanya RSUD Bangkinang menerapkan pengelolaan keuangan lewat BLUD secara penuh sejak 2011 silam. Untuk memanipulasi keuangan, ARV secara sistematis melakukannya selama dua tahun anggaran, yakni 2017 dan 2018.
Hal itu terungkap ketika penyidik melakukan pemeriksaan secara intensif. Ada ketimpangan dana pengeluaran dengan data pada buku keuangan untuk 2017 dan 2018. Bendahara tidak tertib mencatat transaksi pengeluaran berikut bukti-bukti.
“Pencairan tidak dihitung sesuai prosedur yang ditentukan. Ada juga pengeluaran yang tidak sesuai di RSUD Bangkinang atau BlUD. Akibatnya terjadi kerugian keuangan negara karena perbuatan pelaku,” kata Sunarto.
Pada 2017, RSUD Bangkinang mengeluarkan dana Rp 37,7 miliar, dan pada 2018 Rp 32,8 miliar. Namun dalam buku keuangan yang disusun bendahara tersebut, jumlahnya berbeda. Untuk 2017 yaitu Rp 39,3 miliar dan pada 2018 sebesar Rp 32,6 miliar.
“Modusnya tersangka membuat pertanggungjawaban fiktif senilai Rp 5,4 miliar lebih. Dia juga membuat laporan pertanggungjawaban lebih tinggi dari pengeluaran semestinya Rp 1,5 miliar,” kata Narto.
Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ferry Irawan mengungkapkan penyidik bakal mengusut tuntas soal keterlibatan atasan ARV. Termasuk soal bakal adanya tersangka baru.
“Kami akan periksa atasan dari tersangka ini dan besar kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus ini. Intinya dia markup, korupsi, penggelapan dan lain sebagainya akan kita usut tuntas,” kata Ferry.
Atas perbuatannya pelaku dijerat Pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Tersangka diancam hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar. (RE-02)