BKSDA Riau Banding Dihukum PTUN Tebang Sawit dan Bongkar PKS di SM Balai Raja, Yayasan Menara: Berarti Mau Mereka Hutan Konservasi Jadi Kebun Sawit!
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Yayasan Menata Nusa Raya (Menara) merasa aneh dan curiga melihat upaya hukum banding Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau terhadap putusan PTUN Pekanbaru yang menghukum Menteri LHK dkk untuk menebang kebun sawit dan membongkar pabrik kelapa sawit (PKS) di dalam Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja.
Upaya banding BBKSDA menimbulkan pertanyaan soal komitmen Kementerian LHK dan jajarannya dalam menyelamatkan hutan konservasi di Riau yang sudah hancur bersalin rupa menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Meski banding merupakan hak hukum KLHK dan jajarannya sebagai tergugat, namun pilihan itu menunjukkan tidak adanya komitmen mereka dalam mengembalikan dan memulihkan hutan konservasi Suaka Margasatwa Balai Raja yang sudah rusak parah. Padahal, KLHK selalu berkampanye ke mana-mana sampai ke penjuru dunia telah menyelamatkan hutan. Tapi begitu ada putusan hukum, mereka seakan mengelak dan tak mau melakukan langkah penyelamatan hutan," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Menara, Dr (C) Surya Darma SAg, SH, MH, Sabtu (17/12/2022) sore.
Surya menilai, sikap KLHK yang tidak mau melaksanakan putusan PTUN, namun lebih memilih melakukan upaya hukum banding seakan memberi sinyal ke publik bahwa hutan konservasi bisa ditanami kelapa sawit.
"Berarti mau mereka (KLHK), Suaka Margasatwa Balai Raja tetap menjadi kebun kelapa sawit. Ini hal yang sangat kontradiktif. Sangat disayangkan sekali," tegas Surya.
Menurutnya, sikap KLHK yang berlindung di balik Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak menunjukkan kapasitas institusi yang pro lingkungan. Surya Darma menyatakan, target pengumpulan denda kebun sawit dalam kawasan hutan lewat UU Cipta Kerja bertolak belakang dengan komitmen pemerintah dalam menekan laju perubahan iklim (climate change).
"Mereka (KLHK) menerapkan UU Cipta Kerja agar pengusaha kebun sawit membayar denda. Berarti orientasinya adalah uang, bukan kelestarian hutan dan lingkungan. Ini sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai filosofis Undang-undang tentang Kehutanan," tegas Surya Darma.
Menurut Surya, tameng UU Cipta Kerja telah dikesampingkan dan ditolak oleh majelis hakim PTUN Pekanbaru dalam gugatan yang dilayangkan oleh Yayasan Menara. Sehingga UU Cipta Kerja yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) inkonstitusional bersyarat tidak bisa dijadikan alibi dan dalil lagi.
"Sudah nyata dalam putusan kalau UU Cipta Kerja itu dikesampingkan. Jadi jangan lagi berlindung dengan undang-undang yang inkonstitusional bersyarat itu," tegas Surya.
Yayasan Menara, kata Surya, juga mempersoalkan tentang pengutipan dana reboisasi (DR) yang dilakukan oleh KLHK selama ini dari perusahaan-perusahaan yang menebang hutan di Riau. Besarnya yakni 14 USD untuk kelompok kayu meranti dan 12 USD pada kelompok kayu campuran.
Seharusnya, kata Surya, dana reboisasi itu dipakai oleh KLHK untuk melakukan penghijauan kembali kawasan hutan konservasi.
"Lalu, dana reboisasi itu kemana? Dipergunakan untuk apa?" tanya Surya.
BBKSDA Riau Banding
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau memilih menempuh upaya banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru yang menghukum Menteri LHK, Dirjen Gakkum KLHK dan Kepala BBKSDA untuk memulihkan hutan konservasi Suaka Margasatwa Balai Raja dari aktivitas perkebunan serta pabrik kelapa sawit dan instalasi migas, Rabu (14/12/2022) lalu.
"Terkait dengan putusan PTUN, kami tegaskan akan dilakukan sesuai hukum acara bahwa BBKSDA Riau akan banding," kata Kepala BBKSDA Riau, Genman S Hasibuan, Sabtu (17/12/2022).
Sebelumnya, Genman menyatakan kalau pihaknya akan melakukan konsultasi lebih dulu dengan pimpinan di Kementerian LHK atas putusan PTUN Pekanbaru tersebut. Langkah upaya hukum banding, terang Genhan, masih menunggu arahan pimpinannya.
Ditanya soal alasan menempuh upaya banding padahal putusan PTUN tersebut telah membantu KLHK dalam mengambil tindakan pemulihan SM Balai Raja berdasarkan putusan hukum, Genman menyebut keberadaan kebun dan pabrik kelapa sawit dilakukan lewat pola penyelesaian yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.
Selain itu, lanjut Genman, BBKSDA Riau diklaimnya selalu melakukan berbagai upaya bersifat pencegahan, pemberian peringatan dan penegakan hukum atas aktivitas di dalam Suaka Marga Satwa Balai Raja.
"Sehingga menurut hemat kami, BBKSDA Riau telah melakukan tindakan faktual berdasarkan tanggung jawab dan kewenangan kami," terang Genman.
Sementara, berkaitan dengan sumur migas yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menurut Genman, keberadaannya telah ada sebelum kawasan tersebut ditunjuk dan atau ditetapkan menjadi hutan konservasi SM Balai Raja.
Genman menyebut kalau pihaknya telah menandatangani perjanjian kerjasama strategis nasional yang menurutnya tak dapat dielakkan sebagai bentuk legalitas keberadaannya di dalam SM Balai Raja. Genman menyebut soal pedoman kerja sama tersebut yakni Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 85 Tahun 2014 dan Permen LHK Nomor 44 Tahun 2017.
"Dengan demikian maka gugatan tersebut kami berpandangan tidak dapat dibenarkan atas dasar aturan dan ketentuan hukum yang berlaku," terang Genman.
Saat ditanya kalau eksepsi dan jawaban Menteri LHK, Dirjen Gakkum KLHK serta BBKSDA Riau yang mendalilkan UU Cipta Kerja dan turunannya telah ditolak dan dikesampingkan majelis hakim dalam pertimbangan hukum putusan, Genman hanya menjawab diplomatis.
"Kami berkeyakinan saat banding akan diterima hakim karena itu tindakan faktual lapangan," kata Genman.
Beda Perlakuan Gakkum KLHK ke PT SIPP
Surya Darma juga mempertanyakan soal keberanian Ditjen Gakkum Kementerian LHK dalam penegakan hukum terhadap pabrik kelapa sawit (PKS) yang dikelola PT Tengganau Mandiri Lestari (TML) yang berada dalam hutan konservasi Suaka Margasatwa (SM) Balairaja. Menurut Surya, seharusnya tanpa digugat pun, Dirjen Gakkum KLHK sudah dapat melakukan proses hukum terhadap PT TML karena nyata-nyata membangun PKS di dalam SM Balairaja.
"Seharusnya tanpa digugat Dirjen Gakkum KLHK bisa langsung menindak PT TML. Apalagi setelah ada putusan PTUN Pekanbaru yang kami gugat ini, Dirjen Gakkum KLHK dapat dengan mudah melakukan proses hukum sebagaimana putusan majelis hakim," tegas Surya.
Ia membandingkan tindakan Dirjen Gakkum KLHK yang dengan gagah perkasa menyegel PKS milik PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Duri, Bengkalis beberapa bulan lalu. Kala itu, tim Gakkum KLHK menurunkan penyidik dan tim menggunakan senjata laras panjang dalam penyelegelan pabrik.
"Waktu ke PT SIPP beberapa bulan lalu, Gakkum KLHK garangnya bukan main. Sampai pakai senjata laras panjang. Tapi ke PT TML di Suaka Margasatwa Balairaja kenapa tidak segarang itu juga. Apakah ini praktik tebang pilih?" tanya Surya.
Sebagai informasi, PT SIPP dikenakan pidana pencemaran lingkungan dalam kasus bobolnya limbah pabrik tersebut ke lahan warga. Gakkum KLHK telah memproses hukum manajemen PT SIPP dan saat ini pabrik kelapa sawit tersebut telah berhenti beroperasi.
Putusan PTUN Pekanbaru
Diwartakan sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia dkk kembali mengalami kekalahan telak dalam gugatan menyangkut aktivitas dalam kawasan hutan konservasi di Riau, Rabu (14/12/2022) lalu. Menteri LHK dkk diperintahkan oleh majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru melakukan pemulihan kawasan Suaka Margasatwa Balairaja di Bengkalis, Riau yang telah menjadi kebun dan pabrik kelapa sawit serta dipergunakan untuk pembangunan fasilitas migas.
Adapun penggugatnya yakni Yayasan Menata Nusa Raya (Menara) yang selama ini gencar melakukan upaya litigasi terhadap pelaku alih fungsi hutan secara ilegal, termasuk menggugat Menteri LHK yang dinilai lalai dalam melakukan pengawasan dan pengamanan hutan.
"Mewajibkan Tergugat I (Kepala BBKSDA Riau), Tergugat II (Menteri LHK) dan Tergugat III (Dirjen Gakkum KLHK) bersama-sama untuk melakukan tindakan pemerintahan berupa pemulihan terhadap kerusakan lingkungan hutan konservasi Suaka Margasatwa (SM) Balairaja" demikian petikan putusan hakim PTUN Pekanbaru, Rabu sore.
Tindakan pemulihan yang dimaksud oleh hakim dilakukan dengan cara menebang seluruh tanaman kelapa sawit, membongkar pabrik kelapa sawit, melakukan pengelolaan lingkungan hidup terhadap sumur-sumur minyak dan gas beserta sarana penunjangnya yang masuk dalam kawasan SM Balairaja.
"Serta melakukan penanaman kembali (reboisasi) dengan jenis tumbuhan yang sesuai dengan fungsi hutan konservasi SM Balairaja," kata hakim dalam putusannya.
Majelis hakim juga melakukan terobosan penting yang mana salah satu amar putusannya bukan merupakan apa yang dimohonkan dalam gugatan penggugat (ultra petita). Hakim berkeyakinan bahwa dalam gugatan berkaitan dengan lingkungan, ultra petita dapat dikesampingkan demi penyelamatan dan kelestarian lingkungan (Indu Bio Pro Natural).
Putusan ultra petita tersebut yakni mewajibkan Menteri LHK untuk menerbitkan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kegiatan Penambangan/ Pengeboran dan Pemeliharaan sumur minyak dan gas di SM Balairaja. Diketahui sejumlah sumur minyak dan fasilitas migas yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dibangun di dalam kawasan hutan konservasi SM Balairaja.
Dalam putusannya, hakim juga mewajibkan Kepala BBKSDA Riau dan Dirjen Gakkum Kementerian LHK melakukan penegakan hukum dengan menghentikan kegiatan pemanfaatan pada areal SM Balairaja yang telah dijadikan perkebunan kelapa sawit, pabrik kelapa sawit dan sumur migas beserta sarana penunjangnya.
"Dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan atau tindakan penegakan hukum lainnya," tulis hakim dalam putusannya.
Majelis hakim juga mewajibkan Menteri LHK dan Tergugat II Intervensi (PT Pertamina Hulu Rokan) dan Tergugat II Intervensi 2 ( PT Tengganau Mandiri Lestari) melalui Menteri LHK untuk menanggung seluruh kerugian lingkungan hidup atas biaya pemulihan, pengelolaan dan reboisasi atas kerusakan SM Balairaja.
"Nilainya ditentukan dengan perhitungan riil sesuai dengan tanggungannya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian amar putusan tersebut.
Adapun putusan perkara nomor: 35/G/TF/2022/ PTUN.PBR dijatuhkan oleh trio majelis hakim yang diketuai oleh Cusi Aprilia Hartanti SH dan dua anggota majelis hakim Erick Sihombing SH dan Misbah Hilmy SH.
Putusan Hakim Pro Lingkungan
Menanggapi putusan hakim PTUN Pekanbaru yang mengabulkan gugatannya, Ketua Tim Hukum Yayasan Menara, Dr (C) Surya Darma SAg, SH, MH mengaku sangat mengapresiasi majelis hakim yang sangat peka dengan penyelamatan lingkungan dan hutan. Menurutnya, kebijaksanaan hakim dalam merumuskan putusan tersebut menjadi nafas baru bagi upaya penyelamatan hutan Riau yang sudah porak-poranda oleh aktivitas ilegal, khususnya disulap menjadi kebun kelapa sawit.
Surya mengapresiasi keberanian trio majelis hakim yang mengesampingkan ultra petita dalam perkara terkait lingkungan hidup.
"Terobosan atas kebijaksanaan hakim dalam merumuskan putusan yang pro lingkungan ini menjadi energi baru bagi kami untuk terus berjuang dalam upaya penyelamatan hutan, sekaligus menjadi cambuk dan pukulan bagi pemerintah untuk menjalankan tanggung jawab konstitusinya menjaga dan menyelamatkan hutan," tegas Surya Darma.
Menteri LKHK Siti Nurbaya, Sekjen Kementerian LHK dan Dirjen Gakkum KLHK telah dikonfirmasi soal putusan PTUN Pekanbaru ini. Namun hingga berita ini dikirimkan, ketiganya belum memberikan balasan.
Ini adalah kekalahan Menteri LHK dkk yang kesekian kalinya di pengadilan menyangkut kasus kawasan hutan konservasi. Sebelumnya, bulan lalu, Yayasan Riau Madani juga memenangkan gugatan terhadap Menteri LHK cs terkait alih fungsi hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Pelalawan, Riau.
Dalam gugatan tersebut, Menteri LHK diperintahkan menebang 1.200 hektare kebun sawit dalam TNTN. Namun, Menteri LHK Siti Nurbaya mengajukan upaya hukum banding.
Perkara terkait SM Balairaja ini telah menempuh sebanyak 16 kali persidangan, termasuk sidang lapangan (pemeriksaan setempat). Dalam sidang lapangan yang digelar 14 November lalu, memang ditemukan fakta adanya sejumlah fasilitas yang dibangun di kawasan Suaka Marga Satwa Balairaja. Bahkan, perkebunan kelapa sawit telah mendominasi kawasan tersebut, termasuk fasilitas migas.
Surya Darma menegaskan, gugatan tersebut dilakukan karena menilai hanya lewat mekanisme hukum peradilan kawasan Suaka Margasatwa Balairaja dapat dipulihkan kembali setelah 'dijajah' sekalian lama oleh oknum-oknum, termasuk korporasi.
"Selama ini kami melihat adanya pembiaran secara sistematis terhadap kondisi Suaka Margasatwa Balairaja. Sampai satwa-satwa liar dilindungi seperti gajah sumatera dan harimau sumatera sudah hilang habitatnya dan berserak ke mana-mana," tegas Surya.
Yayasan Menara menggugat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Menteri LHK dan Dirjen Gakkum Kementerian LHK ke PTUN Pekanbaru. Dalam perkembangannya, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) masuk menjadi tergugat II Intervensi dan PT Tengganau Mandiri Lestari sebagai Tergugat II intervensi 2.
Gugatan didaftarkan Yayasan Menara melalui kuasa hukumnya M Nur SH dengan nomor registrasi perkara 35/G/TF/2022/PTUN.PBR pada Kamis, 30 Juni 2022 lalu.
Gugatan Yayasan Menara terkualifikasi pada perkara tindakan administrasi pemerintah/ tindakan faktual. Menteri LHK, BBKSDA Riau dan Dirjen Gakkum KLHK dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga dan pengelola kawasan konservasi Suaka Margasatwa Balairaja.
Dalam gugatannya, Yayasan Menara menengarai ada pabrik kelapa sawit, perkantoran, perumahan dan fasilitas lain dibangun oleh Koperasi Tengganau Mandiri di dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Balairaja. Kini, menurut Yayasan Menara, pabrik kelapa sawit itu dikelola oleh PT Tengganau Mandiri.
SM Balairaja Nyaris Lenyap
Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986. Luas kawasan 18.000 hektar terletak Kabupaten Bengkalis.
Penetapan kawasan SM Balairaja dilakukan berdasarkan SK Menhut Nomor : 3978/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 23 Mei 2014 dengan luas 15.343,95 hektar. Secara administrasi pemerintahan Suaka Margasatwa Balai Raja terletak di Kecamatan Mandau dan Pinggir Kabupaten Bengkalis.
Berdasarkan pengelolaan wilayah kerja, Suaka Margasatwa Balai Raja berada di wilayah kerja BBKSDA Riau pada Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II yang dibantu oleh Seksi Konservasi Wilayah III.
Sejak ditetapkan pada 2014 lalu dan sebelumnya, kondisi SM Balairaja sudah hancur porak-poranda. Kegiatan alih fungsi kawasan hutan konservasi secara ilegal marak terjadi, tanpa ada upaya pengamanan dan penegakan hukum yang serius.
Kini, kawasan SM Balairaja hanya tinggal secuil yang masih dapat dipertahankan dalam bentuk tegakan hutan. Sementara, ribuan hektar lainnya sudah disulap menjadi kebun sawit maupun kawasan pemukiman. Kondisi SM Balairaja diprediksi bakal lenyap karena minimnya upaya pemulihan kawasan hutan tersebut.
Akibat hancurnya SM Balairaja, konflik satwa liar di dengan manusia di daerah ini pun cenderung tinggi. Khususnya ancaman terhadap habitat dan populasi satwa liar dilindungi harimau dan gajah Sumatera yang kian kritis. (*)