Marah Lagi karena DBH Migas Rendah, Bupati Kepulauan Meranti: Apa Kami Perlu Angkat Senjata?
RiauAkses.com, Pekanbaru - Kekecewaan Bupati Kepulauan Meranti HM Adil soal rendahnya Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang diperoleh sepertinya sudah di luar batas. Ia menilai aneh predikat kabupaten termiskin ekstrem yang disematkan ke kabupaten yang dipimpinnya, namun minim guyuran uang dari pusat. Padahal, menurutnya Kepulauan Meranti merupakan daerah penghasil migas.
Kekecewaan itu ia tumpahkan dalam forum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia di Menara Dang Merdu Bank Riau Kepri Syariah, Pekanbaru, Kamis (8/12/2022) kemarin.
Di hadapan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Bupati Adil membeberkan perolehan DBH Migas tahun 2022 yang hanya sebesar Rp 114 miliar. Pejabat Kemendagri tersebut yakni Dirjen Bina Keuangan Kemendagri Ahmad Fatoni.
Menurut Adil, penerimaan DBH sebesar Rp 114 miliar tahun lalu didasarkan hitungan harga minyak 60 Dollar AS per barel. Kemudian, dalam pembahasan APBD tahun 2023 sesuai pidato Presiden Jokowi, harga minyak dunia naik menjadi 100 Dollar AS per barel.
"Tapi kenapa minyak kami bertambah, liftingnya naik, duitnya makin sedikit. Bagaimana perhitungan asumsinya, kok naiknya cuma Rp 700 juta," ungkap Bupati Adil dikutip dari RiauAkses.com.
Padahal kata Adil, pada 2022 lalu terdapat penambahan 13 sumur minyak di kabupatennya hingga menjadi 19 sumur. Target produksi mencapai 9.000 barel per hari yang merupakan kenaikan cukup signifikan.
Adil menegaskan, jika tahun depan DBH Migas yang diperoleh tidak naik maka minyak di Kepulauan Meranti tidak lagi dieksploitasi.
"Jadi kalau seandainya DBH tidak naik padahal produksi meningkat, maka keluarkan surat penghentian pengeboran minyak di Meranti. Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu. Tidak apa-apa, kami juga masih bisa makan daripada uang kami diisap oleh pusat," kata Adil.
Ia aneh dengan kebijakan keuangan pemerintah pusat khususnya Kementerian Keuangan. Ketika lifting minyak naik, pembagian DBH ke daerah penghasil malah berkurang.
"Meranti itu daerah penghasil minyak termiskin di Indonesia. Gimana kami tak miskin, uang kami tidak dibagikan. Bapak bilang dibagi rata, Dibagi rata kemana? Minyak kami ada 103 sumur sudah kering, kalau 100 sumur lagi kering maka miskin total. Kami tidak perlu bantuan dari provinsi dan pusat, serahkan sajalah duit minyak kami, selesailah sudah," cerca Adil.
"Dolarnya naik, dari 60 ke 100. Lifting-nya juga naik, tapi duitnya malah berkurang," katanya lagi.
Diceritakan Adil, dirinya sudah berulangkali menyurati Kementerian Keuangan untuk melakukan audiensi dan mempertanyakan pembagian DBH Migas tersebut.
"Tapi Kementerian Keuangan mintanya lewat online. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline, tapi di Kementrian Keuangan susahnya nggak ketulungan," tutur Adil.
Ia bahkan sampai mengejar pertemuan dengan pejabat Kementerian Keuangan hingga ke Bandung. Namun justru pejabat yang hadir tidak memiliki kewenangan.
"Hari ini saya kejar lagi, saya mau tahu kejelasannya," tuturnya lagi.
Menurut Adil, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten termiskin yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih.
Ia menyinggung pelabelan terhadap Kepulauan Meranti yang disebut masuk daerah dengan miskin ekstrem.
"Jadi kalau kalau daerah miskin ada minyak, bapak ibu ambil uangnya entah dibawa kemana. Pemerataan kemana. Seharusnya kami yang jadi prioritas, karena pak Jokowi bilang miskin ekstrim wajib 0 persen. Bagaimana kami mau mengangkat kemiskinan kalau begini caranya," protes Adil.
Adil bahkan mengancam, jika pemerintah pusat tidak ada perhatian terhadap Kepulauan Meranti, maka dia meminta untuk bergabung ke negeri yang berbatasan langsung dengan Meranti yakni Malaysia.
"Maksud saya, kalau bapak tak mau mengurus kami, pusat tak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah. Apa kami perlu angkat senjata? Tidak mungkin kan? Tapi ini menyangkut masyarakat Meranti yang miskin ekstrem. Kalau bapak bilang bagi rata itu salah, dibagi rata kemana," pungkasnya.
Kemendagri Teliti Kembali
Merespon protes Bupati Adil tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan tim teknis DBH akan menelitinya kembali. Dia juga menyebutkan, pembagian DBH tersebut tidak hanya diberikan kepada daerah penghasil saja, tapi juga untuk daerah-daerah perbatasan dan daerah lainnya.
"Pada prinsipnya asumsi minyak di Meranti memang 100 Dollar AS per barel. Dengan rincian 85% ke pusat dan 15% kembali ke daerah," ujar Luky.
Dikatakan Luky bahwa perhitungan terhadap pembagian DBH Migas ada formulasinya. Tidak hanya daerah penghasil, bahkan daerah tidak penghasil pun mendapatkan porsinya.
Rakornas mengambil tema Perspektif Daerah Penghasil Berdasarkan Undang-undang nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Rapat itu dibuka langsung oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Pembangunan La Ode Ahmad Pidana Bolombo.
Hadir dalam Rakornas tersebut Dirjen Bina Keuangan Kemendagri Ahmad Fatoni, Gubernur Riau Syamsuar serta Kepala Bapenda Provinsi Riau Syahril Abdi dan Kepala Bapenda Kabupaten se Provinsi Riau. (R-01)
Selengkapnya Baca Di Sini