Begini Kronologi Dugaan Suap Perkara Hakim Agung Gazalba Saleh, KPK Sebut Terima Rp 2,2 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kasus suap perkara yang melibatkan hakim agung Gazalba Saleh kian terbuka. Gazalba yang telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis (8/12/2022) kemarin disebut terlibat dalam pengaturan perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Dalam keterangan persnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut hakim agung Gazalba Saleh menerima uang Rp 2,2 miliar dalam kasus tersebut.
Kasus ini mulai terjadi pada tahun 2022 ketika ada perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana). Perselisihan itu berlanjut ke meja hijau dan diadili di Pengadilan Negeri Semarang.
Johanis menjelaskan, Heryanto Tanaka (HT) selaku debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana) kala itu melaporkan seseorang bernama Budiman Gandhi Suparman. Heryanto menunjuk dua pengacara yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES). Belakangan Yosep ditangkap secara OTT beberapa waktu lalu yang membuka tabir kasus ini.
Dalam perkembangannya, Budiman Gandhi dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Semarang sehingga jaksa mengajukan kasasi.Di tingkat kasasi, Yosep dan Eko turut memantau sidang kasasinya.
Yosep dan Eko pun disebut menghubungi Desy Yustria (DY) sebagai salah satu staf kepaniteraan di Mahkamah Agung (MA) untuk mengkondisikan putusan.
"Karena YP dan ES telah mengenal baik, dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan, maka digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan uang sekitar SGD 202 ribu, atau setara dengan Rp 2,2 miliar," ucap Johanis Tanak.
Johanis menjelaskan, untuk mengondisikan putusan, DY mengajak Nurmanto Akmal (NA), selaku staf di kepaniteraan MA. Dari situ, komunikasi dengan Gazalba Saleh (GS) mulai terjalin.
"Dan NA selanjutnya mengkomunikasikan dengan RN (Redhy Novarisza) selaku staf GS dan PN (Prasetio Nugroho) selaku asisten hakim agung GS, dan sekaligus sebagai orang kepercayaan GS yang adalah salah satu hakim agung di Mahkamah Agung RI," jelas Johanis.
Belakangan, Gazalba pun ditunjuk menjadi hakim anggota untuk perkara kasasi terdakwa Budiman Gandhi Suparman. Dan putusan kasasinya adalah menghukum Budiman dengan lima tahun penjara.
"GS ditunjuk menjadi salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara terdakwa Budiman Gandhi, selama proses kasasi RN dan PN aktif komunikasikan keinginan HT, YP, dan ES terkait pengkondisian putusan, putusan terpenuhi dengan Budiman terbukti bersalah dan dipidana selama 5 tahun," katanya.
KPK menengarai dalam mengondisikan putusan kasasi tersebut, sebelumnya diduga telah ada penerimaan uang pengurusan perkara melalui DY yang diduga uang tersebut dibagi di antara DY, NA, RN, PN, dan GS.
KPK masih menelusuri penyerahan uang SGD 202 ribu dan bagaimana cara para pelaku membagikan uang tersebut.
"Berikutnya, sebagai realisasi pemberian uang YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut sebesar SGD 202 ribu melalui DY, sedangkan rencana distribusi pembagian SGD 202 ribu tersebut dari DY kepada NA, RN, PN, dan GS, masih terus dikembangkan tim penyidik," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Yosep Parera, Eko Suparno, dan Heryanto Tanaka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Untuk Gazalba Saleh dkk disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*)