Modus Perusahaan di Riau Cuma Kantongi Izin Usaha Perkebunan Tapi Tak Punya HGU
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Sebanyak lebih dari 84 perusahaan di Riau ditemukan beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU), salah satunya PT Duta Swakarya Indah yang mengelola 8.000 hektar lahan di Kabupaten Siak.
Berbekal Izin Usaha Perkebunan (IUP), perusahaan ini disebut mengelola lahan yang berujung konflik dengan masyarakat.
Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Husaimi Hamidi mengatakan, aturan hak kelola ini kontroversial sebab dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 5 tahun 2019 dinyatakan IUP tanpa HGU dinyatakan tidak berlaku.
"Kita temukan ada aturan itu yang berbenturan satu sama lain. Logika saya, HGU itu adalah finalisasi suatu perusahaan bisa bekerja," kata Husaimi dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor DPRD Riau, Senin (5/12/2022).
Dalam RDP tersebut, Husaimi sempat mengkonfirmasi ke Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Siak, Budi Satrya terkait izin yang ternyata diperbolehkan.
Jawaban ini sontak membuat Husaimi kecewa. Menurutnya, ini membuat fungsi HGU dipinggirkan oleh IUP yang dikeluarkan pemerintah daerah.
"Tadi tegas saya tanyakan, apakah tanpa HGU, cukup IUP mereka bisa bekerja? Ternyata dikatakan bisa. Kalau ini terjadi, kan artinya HGU itu dianggap tidak penting lagi," ujar legislator PPP ini.
Menurutnya, hal ini kerap menjadi pangkal masalah konflik lahan. Lahan yang sudah dikelola sebelum HGU dikeluarkan dan kemudian menyusut luasannya di perizinan menjadi sumber konflik dengan masyarakat.
"Andai mereka menanam 1.000 hektar, ternyata HGU keluar 500 hektar. Sisanya bagaimana?" kata Husaimi.
Ia mengatakan, sewajarnya IUP diberi setelah HGU dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Inikan tidak ada kepastian hukum, maunya kita IUP itu keluar setelah HGU keluar. Ini akan kita pastikan ke pemerintah pusat," tambah Husaimi.
Ia mengingatkan, semangat daerah untuk meningkatkan angka investasi melalui pengelolaan perusahaan tidak off side yang justru mengorbankan masyarakat yang menjadi subjek konflik.
"Jangan sampai perusahaan beradu dengan masyarakat. Jangan sampai karena ingin investasi bagus, undang-undang berbenturan," pungkas Husaimi. (cr5)