Saham GoTo dan Bukalapak Ambruk, Ramalan Start Up Jadi Primadona Ekonomi Meleset?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sempat digadang-gadang menjadi sektor utama kebangkitan ekonomi, kondisi perusahaan start up di Indonesia kini justru berdarah-darah. Sejumlah perusahaan berbasis teknologi oleng dan bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal sejak bulan lalu.
Imbasnya, harga saham start up tersebut pun kian ambruk dan terjal. Performa negatif terus berlanjut yang membuat investor puyeng tujuh keliling.
Sejak dicatat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan resmi diperdagangkan publik, setidaknya dua perusahaan start up yakni PT GoTo dan Bukalapak mengalami kondisi saham yang tak sehat. Hal ini kian memperparah kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Hingga akhir pekan lalu saham Bukalapak.com (BUKA) diperdagangkan di harga Rp 274/saham, atau jeblok 68% dari harga penawaran IPO. Sementara itu perusahaan merger dua raksasa startup RI, GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), ambles 61% kurang dari setahun pasca melantai.
Sebagai catatan, penawaran umum perdana BUKA di hargai di Rp 850 dan mampu menggalang dana publik Rp 22,90 triliun sebagai ganti penerbitan 25% saham baru milik perusahaan. Sementara itu GOTO yang menerbitkan 3,43% saham baru di harga Rp 338, berhasil memperoleh dana segar dari publik sebesar Rp 13,73 triliun.
Listing kedua perusahaan tersebut juga sukses tercatat sebagai penggalangan dana IPO terbesar pertama dan ketiga dalam sejarah bursa. Meski demikian antusiasme awal investor dalam IPO tidak bertahan lama, terkikis perlahan dan ambruk seketika pasca penguncian saham investor awal resmi dilepas.
Penguncian saham GOTO resmi berakhir Rabu (30/11) pekan lalu, dan resmi dapat diperdagangkan oleh investor awal - kecuali pemegang hak suara multipel - sehari setelahnya. Saham GOTO langsung ambruk pasca keran perdagangan dibuka kepada lebih banyak investor, bahkan seminggu sebelum dibuka investor juga ramai-ramai melego saham karya anak bangsa ini.
Saham GOTO secara eksklusif ditutup di zona merah sejak tanggal 21 November, dan dalam dua minggu terakhir pelemahannya mencapai 41% secara point-to-point. Saham GOTO langsung dibuka auto rejection bawah (ARB) sejak lonceng bel bursa dibunyikan dalam dua hari perdagangan terakhir.
Kemacetan tercatat di area penawaran batas ARB, dengan investor antre untuk menjual saham GOTO. Pada satu waktu total transaksi yang diperlukan untuk menghabisi saham di batas ARB mencapai Rp 3,4 triliun. Influks investor yang ingin menggadai saham GOTO ikut membuat saham ini menjadi salah satu yang paling banyak berpindah tangan pekan lalu.
Karpet Merah BEI Bagi GOTO
Sebelum resmi melantai di bursa, banyak rumor yang beredar di pasar bahwa BEI akan melunakkan aturannya agar perusahaan teknologi raksasa karya anak bangsa itu dapat diperdagangkan publik. Banyak pihak yang setuju, dan ada pula pihak yang menilai hal tersebut tidak perlu.
Sebelumnya aturan IPO BEI secara lugas menyebut perusahaan yang ingin melantai di bursa dan masuk papan utama harus terlebih dahulu mencatatkan untung dalam setahun terakhir, besarta aturan terkait lainnya. Sementara untuk perusahaan yang masih merugi dan sudah tidak sabar ingin memperoleh dana segar dari masyarakat harus memulai di papan pengembangan atau akselerasi, tergantung ukuran dan parameter khusus lainnya.
BUKA yang merupakan startup RI pertama yang IPO dicatatkan di papan pengembangan, karena aturan oleh otoritas bursa masih belum selesai digodok. Sementara itu GOTO yang IPO sekitar delapan bulan setelahnya memperoleh karpet merah dari BEI untuk langsung masuk ke papan utama.
BUKA yang merupakan startup RI pertama yang IPO dicatatkan di papan pengembangan, karena aturan oleh otoritas bursa masih belum selesai digodok. Sementara itu GOTO yang IPO sekitar delapan bulan setelahnya memperoleh karpet merah dari BEI untuk langsung masuk ke papan utama.
Meski demikian, aturan revolusioner yang paling ditunggu adalah terkait hak suara multipel, di mana terdapat sejumlah kelas yang dibedakan dari kekuatan hak suara. Aturan baru tersebut juga resmi belaku akhir tahun lalu sehingga suara saham pendiri GOTO 30 kali lebih lantang dari saham biasa, yang mana secara total, empat pendiri dan satu entitas mengantongi 6,29% saham dan mewakili 58,01% hak suara.
Hak suara multipel ini pada akhirnya membuat para pendiri - yang saat ini masih mengisi jajaran penting dan paling strategis di GOTO - tidak dapat dipecat, selama koalisi lima entitas tersebut masih kuat. Beberapa kritik menyebut aturan saham multipel dapat mengurangi mekanisme check and balance, akan tetapi para pendukung menyebut bahwa aturan tersebut dapat menjaga visi jangka panjang para pendiri agar perusahaan tidak karam.
Meski dinilai relatif masih radikal di Tanah Air, aturan tersebut sudah lama diberlakukan oleh sejumlah bursa utama dunia, termasuk Wall Street.
Selain itu perusahaan eks strarup yang masih merugi namun diperdagangkan publik secara masif juga sudah memiliki preseden di luar negeri, termasuk Amazon yang dalam sepuluh tahun pertama merugi, begitu juga perusahaan baru lain seperti Uber.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan aturan mengenai penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten atau multi voting share (MVS) akhir tahun lalu untuk mengakomodasi perusahaan rintisan unicorn yang ingin melantai.
Selain memberi karpet merah bagi perusahaan rintisan, pihak bursa sejatinya juga memiliki ambisi pribadi untuk meningkatkan jumlah pencatatan yang pada akhirnya mampu masuk menjadi salah satu bursa utama dan signifikan di dunia. Saat ini terdapat 20 bursa di dunia dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$ 1 triliun (Rp 15.425 triliun) dan BEI tidak masuk di dalamnya dengan kapitalisasi pasarnya tercatat hanya Rp 9.545 triliun.
Selanjutnya BEI juga berkomitmen untuk tetap adaptif dan dapat menjadi jawaban bagi entitas usaha yang ingin menggalang dana publik di Indonesia.
Pertengahan tahun lalu, salah satu petinggi bursa I Gede Nyoman Yetna menyebut bahwa "Bursa terus berupaya menjadi Bursa yang adaptif terhadap kebutuhan stakeholder nya, termasuk unicorn di Indonesia, agar dapat memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan mereka untuk bisa growth."
Pihak bursa juga sebelumnya menyebut bahwa perubahan aturan terkait IPO dilakukan tanpa mengorbankan perlindungan atas kepentingan investor. Namun kondisi saham BUKA dan GOTO yang masih terkapar akhirnya ikut membuat banyak investor, khususnya ritel dengan daya beli rendah, bertanya-tanya apakah lampu hijau dan karpet merah dari BEI untuk memuluskan langkah IPO adalah langkah tepat? (*)