Tajuk Redaksi
Kematian Buruh di Blok Rokan, Momentum Jaffee-Rosa Benahi Hubungan Industrial Anti Perbudakan Modern
SABANGMERAUKE NEWS - Kasus kematian beruntun lima pekerja/ buruh di Blok Migas Rokan sungguh mengejutkan. Perhatian khalayak begitu besar. Banyak stakeholder yang terkejut dan prihatin.
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau bahkan sampai membentuk tim investigasi menelisik ikhwal kejadian yang tak biasa itu. Tim pengawas ketenagakerjaan Disnaker Riau mengklaim sedang bekerja dan belum merampungkan hasilnya. Publik menunggu pengungkapan secara kredibel dan akuntabel atas hasil kerja tim investigasi tersebut.
Meski pihak PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) membantah kejadian kematian kelima pekerja sebagai akibat kecelakaan kerja, bukan berarti cucu perusahaan BUMN Pertamina itu bisa lepas tangan. Klaim PHR itu sendiri masih debatable. Faktanya, para pekerja meninggal saat jam kerja dan bahkan ketika berseragam kerja di lokasi kerja.
PHR adalah penanggung jawab lapangan migas Blok Rokan yang diambil alih setelah masa konsesi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) habis per 9 Agustus 2021 lalu. Itu artinya, PHR telah bercokol lebih dari 15 bulan lamanya di ladang minyak paling jumbo di Tanah Air ini.
Ibarat tuan rumah, apapun alibinya akan sangat sulit membuat PHR menghindar untuk membenahi apa yang terjadi di rumahnya sendiri. PHR memang seharusnya bertanggung jawab dan mengambil langkah korektif lewat evaluasi total penerapan hubungan industrial di wilayah kelolanya.
Kasus kematian para pekerja tersebut adalah momentum perbaikan. Selama puluhan tahun, ladang migas Blok Rokan disebut telah menerapkan praktik ketenagakerjaan yang sangat rentan, khususnya terhadap buruh kontrak migas. Sebenarnya, tidak saja terjadi di era PHR, namun juga berlangsung pada era CPI. Perbedaannya ada pada cara merespon kejadian.
Industri migas adalah industri strategis nasional. Sektor ini menyumbangkan devisa dan penerimaan negara yang tak kecil, bahkan sangat besar sekali pada porsi APBN maupun APBD di daerah penghasil.
Ladang minyak Blok Rokan bahkan memberikan sumbangan produksi migas nasional mencapai 30 persen. Jauh sebelumnya, Blok Rokan merupakan penyumbang minyak terbesar di Indonesia, namun sejak 2019 lalu dapat dipepet oleh Blok Cepu di bawah Exxon-Mobile.
Itu sebabnya, perhatian negara untuk membenahi tata kelola, khususnya hubungan industrial di Blok Rokan ini tak boleh separuh hati, mestinya dilakukan secara totalitas.
Peningkatan produksi dan lifting migas memang merupakan tujuan utama untuk menambah pundi-pundi negara. Namun, hal itu harus memprasyaratkan adanya keseimbangan antara apa yang diperoleh negara dengan realitas yang dirasakan masyarakat pekerja migas sebagai pahlawan lifting tersebut.
Sesuai dengan karakteristiknya sebagai industri strategis, maka pengelola Blok Rokan juga harus memperlakukan para pekerjanya, termasuk pekerja sub kontraktor (mitra kerja) secara strategis pula. Adalah sebuah ironi, jika lifting minyak naik, namun kesejahteraan dan perlindungan buruh migas tak ikut terkerek naik.
Para buruh migas di Blok Rokan adalah anak-anak bangsa yang sudah ikut berjuang untuk meraih ambisi negara mendongkrak lifting dan produksi minyak. Peran mereka tak bisa diabaikan dan dibuat habis pakai begitu saja.
Laedership di PT PHR harus menunjukkan kalau para buruh migas, apalagi buruh kontrak sebagai aset strategis, bukan semata objek ambisi. Itu sebabnya, duet kepemimpinan Jaffee Arizon Suardi selaku direktur utama dan Rosa Vivien Ratnawati yang merupakan komisaris utama PT PHR seyogianya memberikan perhatian khusus bagi keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan buruh migas di Blok Rokan.
Sejujurnya, para buruh kontrak migas ini memegang kendali utama dalam peningkatan produksi. Mereka langsung bersentuhan dengan objek pekerjaan, pompa minyak dan fasilitas-fasilitas kerja strategis lainnya. Dalam kaitan dengan itu, maka tingkat risiko kerja juga lebih tinggi.
Jangan samakan dengan kemapanan yang sudah terbentuk pada level kalangan pekerja tetap PHR (eks CPI, Pertamina dan SKK Migas) yang sudah terbentuk sejak dahulu kala. Jauh panggang dari api.
Dengan kejadian kematian buruh migas tersebut, seyogianya tanpa syarat dan tanpa menunggu, Jaffee-Rosa harus memerintahkan dilakukannya koreksi, evaluasi dan reformasi terhadap kontrak-kontrak kerja antara PHR dengan sub kontraktor (mitra kerja), terkhusus kontrak antara mitra kerja dengan para buruhnya.
Memberikan alibi bahwa tanggung jawab terhadap buruh kontrak adalah kewenangan dari perusahaan mitra kerja adalah sikap tak menghasilkan solusi. Tindakan itu justru bisa kontraproduktif terhadap keberlanjutan industri migas. PHR adalah penjaga rumah yang harus melindungi seluruh apapun yang terjadi di rumahnya, bukan melimpahkannya kepada 'penumpang' atau 'pendatang' ke rumahnya.
Jaffee-Rosa mendapat momentum yang besar untuk melakukan koreksi terhadap kejadian puluhan tahun yang dianggap sudah seperti kebiasaan. Padahal, kebiasaan itu belum tentu benar. Sebaliknya, yang benarlah harus menjadi kebiasaan.
Masyarakat sejak awal berharap aura Pertamina masuk ke Blok Rokan dengan jargon 'Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi' membawa angin segar. Namun, dalam kurun 15 bulan terakhir, sejumlah gejolak bermunculan. Baik itu menyangkut tata kelola bisnis dan supply chain, hubungan panas dengan kontraktor lokal akibat ekspansi massif anak cucu cicit BUMN ke Blok Rokan, ekses ekologis (limbah TTM), macetnya perizinan Participating Interest (PI) sampai yang terakhir kejadian kematian buruh migas di ladang minyak Blok Rokan.
Masih cukup panjang waktu untuk memperbaiki dan mengoreksi kebijakan-kebijakan usang yang cenderung merugikan buruh migas, khususnya pekerja kontrak. PHR sebagai ibu kandung semestinya memperlakukan para buruh migas sebagai anak-anaknya sendiri.
PHR harus membuktikan bahwa di Blok Rokan tidak terjadi keberlanjutan terhadap tindakan perbudakan modern terhadap para pahlawan-pahlawan lifting minyak nasional. Jaffee dan Rosa serta jajaran elit PHR pasti tahu soal itu.
Tentu saja, Nicke-Ahok sebagai manajemen puncak Pertamina di Jakarta harus memberikan perhatian. Tak kalah pentingnya, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri ESDM Arifin Tasrif sangat ditunggu actionnya. Oh, ya masih ada juga SKK Migas yang bisa ikut nimbrung membenahi kondisi ini. (*)