Bukan Cuma Rp 161 Miliar, Seharusnya Riau Terima DBH Kehutanan Rp 350 Miliar Lebih Jika Menteri LHK Revisi Patokan Harga Akasia
SABANG MERAUKE NEWS, Pekanbaru - Sejumlah pihak meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya segera merevisi patokan harga kayu akasia dan eukaliptus sebagai dasar perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kedua jenis kayu bahan baku industri pulp and paper itu dipatok Menteri LHK hanya sebesar Rp 140 ribu per meter kubik.
Ketentuan patokan harga kayu hutan ditetapkan lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Perhitungan Provinsi Sumber Daya Hutan dan Ganti Rugi Tegakan. Aturan itu diteken Menteri Siti Nurbaya pada 19 Desember 2017 lalu.
BERITA TERKAIT: Menteri LHK Diduga Patok Harga Akasia Terlalu Murah, Menkeu Sri Mulyani Pernah Sebut Ada yang Tak Beres Soal PNBP Sektor Kehutanan
Dengan harga patokan kayu akasia dan eukaliptus Rp 140 ribu per meter kubik, Provinsi Riau hanya menerima dana bagi hasil (DBH) sektor kehutanan sebesar Rp 161,67 miliar pada tahun 2023 mendatang. Jumlah tersebut dinilai tidak sebanding dengan dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan dari keberadaan industri hutan tanaman industri (HTI) dan produk turunannya di Riau.
Suara agar Menteri LHK merevisi aturan patokan harga disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Abdul Wahid, pekan lalu. Ia meminta agar Menteri LHK menaikkan harga patokan sesuai dengan harga pasaran kayu saat ini.
"Sudah saatnya patokan harga itu direvisi. Agar negara mendapatkan PNBP yang sesuai dengan kondisi saat ini," kata Abdul Wahid yang merupakan anggota DPR RI daerah pemilihan Riau II.
BERITA TERKAIT: Menteri LHK Patok Akasia Cuma Rp 140 Ribu Per Meter Kubik Bikin DBH Kehutanan Kecil, Permintaan Gubernur Riau Agar Harga Dinaikkan Tak Digubris
Abdul Wahid mengaku sangat mendukung usulan perubahan harga yang pernah diajukan Gubernur Riau Syamsuar pada Oktober 2021 lalu. Sebelumnya, Syamsuar telah mengirimkan surat tertulis kepada Menteri LHK meminta dilakukan penyesuaian patokan harga kayu akasia dan eukaliptus masing-masing menjadi Rp 375 ribu dan Rp 400 ribu per meter kubik.
BERITA TERKAIT: Segera Revisi Patokan Harga PNBP Sektor Kehutanan atau Negara Rugi Kehilangan Potensi Pendapatan!
Pengajuan kenaikan harga patokan oleh Gubernur Riau berdasarkan survei harga kayu akasia dan eukaliptus di pasaran saat ini yang berkisar di atas Rp 575 ribu per meter kubik. Riau sangat berkepentingan untuk mendongkrak penerimaan DBH sektor kehutanan sebagai salah satu provinsi yang memiliki luasan HTI terbesar di Indonesia, namun sangat minim dalam hal penerimaan daerah yang diperoleh.
Simulasi Harga Usulan
Berdasarkan simulasi harga yang diusulkan oleh Pemprov Riau, jika rata-rata harga kayu akasia dan eukaliptus dipatok sebesar Rp 375 ribu per meter kubik, maka Provinsi Riau akan menerima DBH sektor kehutanan yang jauh lebih besar.
Jika menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, pada tahun 2019 produksi kayu bulat HTI di Riau mencapai 19,45 juta meter kubik. Jika saja Menteri LHK melakukan penyesuaian harga kayu baru menjadi Rp 375 ribu per meter kubik, maka nilai PNBP yang diperoleh mencapai Rp 437,65 miliar.
Jumlah tersebut diperoleh dari nilai total kayu sebesar Rp 7,29 triliun (19,45 juta meter kubik x Rp 375 ribu). Di mana negara mendapatkan PNBP sebesar 6 persen sehingga memperoleh angka PNBP sebesar Rp 437,65 miliar.
Mengacu pada sistem pembagian DBH sektor kehutanan, porsi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) mendapatkan jatah sebesar 80 persen. Itu artinya porsi PNBP yang diperoleh daerah seharusnya mencapai Rp 350,12 miliar. Sementara, pada tahun 2023 mendatang, Provinsi Riau dan pemerintah 12 kabupaten/ kota di Riau hanya mendapatkan total Rp 161,67 miliar.
Simulasi PNBP Nasional
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2020 terdapat produksi kayu bulat, baik bersumber dari hutan alam maupun HTI sebesar 45,84 juta meter kubik. Jika saja patokan harga kayu dinaikkan menjadi Rp 375 ribu per meter kubik, maka seharusnya negara menerima PNBP mencapai Rp 1,03 triliun.
Jumlah tersebut merupakan perhitungan produksi kayu bulat dikali harga patokan (45,84 juta meter kubik x Rp 375 ribu) kemudian dikalikan dengan besaran PBNP 6 persen.
Hingga kini pihak Kementerian LHK belum memberikan pernyataan soal usulan kenaikan harga kayu akasia dan eukaliptus yang dipatok masih sebesar Rp 140 ribu per meter kubik. Menteri LHK Siti Nurbaya dan Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono tidak membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News sejak beberapa hari lalu.
Usulan Gubernur Riau
Sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar telah meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menaikkan patokan harga kayu akasia dan eukaliptus. Permohonan tersebut disebabkan karena rendahnya penerimaan dana bagi hasil (DBH) sektor kehutanan dari porsi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diterima Provinsi Riau. Penyebabnya, patokan harga kayu bahan utama industri pulp and paper tersebut dinilai terlalu murah atau rendah.
Dalam surat yang dikirim ke Menteri Siti Nurbaya pada Oktober 2021 lalu, Syamsuar menyebut kalau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Riau bergantung pada hasil hutan kayu akasia dan eukaliptus yang nilai PBNP-nya ditentukan dari patokan harga versi Menteri LHK.
"Faktor lain yang sangat berpengaruh adalah harga patokan dari hasil hutan kayu tersebut. Kami mengusulkan dilakukan penyesuaian harga patokan hasil hutan pada hutan negara," demikian isi surat Gubernur Syamsuar yang ditujukan kepada Menteri LHK Siti Nurbaya.
Syamsuar mengusulkan penyesuaian patokan harga kayu akasia dan eukaliptus dinaikkan masing-masing menjadi Rp 375 ribu dan Rp 400 hari per meter kubik. Sementara, Menteri LHK menetapkan patokan harga sejak 2017 lalu hanya sebesar Rp 140 ribu.
Penetapan patokan harga kayu eukaliptus dan akasi sebesar Rp 140 ribu per meter kubik itu, menyebabkan total DBH sektor kehutanan Provinsi Riau termasuk 12 kabupaten/ kota diterima pada tahun 2023 mendatang hanya sebesar Rp 161,67 miliar. DBH sektor kehutanan tersebut merupakan akumulasi dari Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
Adapun penentuan besaran jenis dan tarif PNBP yang berlaku di Kementerian Kehutanan ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan PP tersebut, besaran tarif PNBP untuk jenis kayu akasia dan eukaliptus yakni 6 persen. Itu artinya per meter kubik kayu akasia atau eukaliptus hanya memberikan kontribusi PNBP sebesar Rp 8.400.
Sumber informasi menyebutkan saat ini harga kayu akasia dan eukaliptus di pasaran menyentuh level Rp 575 ribu per meter kubik. Itu artinya, patokan harga yang ditentukan oleh Menteri LHK sebesar Rp 140 ribu hanyalah 1/4 dari harga pasaran.
Penelusuran SabangMerauke News di situs pengadaan.web.id, harga kayu akasia secara gelondongan di pasaran dijual dengan harga variatif. Misalnya untuk ukuran diameter 10-13 cm dijual dengan harga Rp 730 ribu per kubik. Sementara kayu ukuran diameter 16-19 cm dan diameter 22-28 cm dijual masing-masing seharga Rp 850 ribu dan Rp 970 ribu. Meski demikian, daftar harga tersebut belum dapat diverifikasi akurasinya.
DBH Kehutanan untuk Riau
Pemerintah pusat akan mengucurkan dana bagi hasil (DBH) sektor kehutanan pada 2023 mendatang. Khusus untuk provinsi Riau, termasuk 12 kabupaten/ kota, hanya akan menerima total sebesar Rp 161,67 miliar dari DBH Kehutanan ini.
Adapun besaran defenitif dana reboisasi (DR) yang akan diterima Pemprov Riau pada 2023 mendatang hanya sebesar Rp 3,51 miliar. Jumlah tersebut dinilai sangat kecil untuk kebutuhan reboisasi di Riau.
Sementara itu, berdasarkan data rincian APBN tahun 2023, alokasi IIUPH-PSDH untuk Provinsi Riau hanyalah sebesar Rp 34,11 miliar.
Adalah Pelalawan yang merupakan kabupaten mendapat dana IIUPH-PSDH terbesar di Riau, yakni senilai Rp 26,3 miliar.
Untuk Kabupaten Kabupaten Siak mendapat kucuran DBH Kehutanan sebesar Rp 17,1 miliar.
Sementara, Kabupaten Bengkalis mendapat Rp 14,2 miliar yang disusul Kabupaten Indragiri Hilir sebesar Rp 13,7 miliar. Untuk Kabupaten Kampar besaran DBH kehutanan yang diperoleh sebesar Rp 10,09 miliar.
Menariknya, Rokan Hilir yang notabenenya memiliki luas hutan keempat terbesar di Riau per 2021, justru mendapat DBH kehutanan paling sedikit yakni Rp 5,3 miliar.
Sementara DBH kehutanan untuk Kota Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar Rp 5,7 miliar dan 5,8 miliar.
Sementara itu, empat kabupaten lain di Riau juga menerima DBH kehutanan di bawah angka Rp 10 miliar. Yakni Rokan Hulu yang menerima sebesar Rp 6,5 miliar, Indragiri Hulu sebesar Rp 6,8 miliar.
Untuk Kabupaten Kepulauan Meranti menerima DBH kehutanan sebesar Rp 7,5 miliar dan Kabupaten Kuantan Singingi sebesar Rp 8,14 miliar.
Jika direkapitulasi, besaran alokasi DBH sektor kehutanan untuk seluruh wilayah Riau mencapai Rp 161,67 miliar. Jumlah tersebut hampir setara dengan porsi 15 persen dari total DBH Kehutanan yang dibagikan ke 486 kabupaten/ kota se-Indonesia, termasuk 31 provinsi.
Berikut data lengkap rincian alokasi penerimaan DBH Sektor Kehutanan untuk wilayah Provinsi Riau dari APBN 2023 mendatang:
1. Provinsi Riau: Rp 37.626.500.000
2. Kabupaten Pelalawan:Rp 26.305.357.000
3. Kabupaten Siak: Rp 17.128.163.000
4. Kab. Bengkalis: Rp 14.264.994.000
5. Kabupaten Indragiri Hilir: Rp 13.748.748.000
6. Kabupaten Kampar: Rp 10.098.087.000
7. Kabupaten Kuantan Singingi: Rp 8.141.977.000
8. Kabupaten Kepulauan Meranti: Rp 7.572.784.000
9. Kabupaten Indragiri Hulu: Rp 6.868.502.000
10. Kabupaten Rokan Hulu: Rp 6.579.038.000
11. Kota Dumai: Rp 5.857.061.000
13. Kota Pekanbaru: Rp 5.747.251.000
14. Kabupaten Rokan Hilir: Rp 5.314.669.000. (*)